BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Implementasi undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
Seiring dengan
bergulirnya otonomi daerah,
telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintahan
di daerah dimana
kekuasaan sentalistik berubah
menjadi desentralistik dengan
memberkan otonomi yang
seluasluasnya sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Mardiasmo, 2002:59).
Terwujudnya suatu pelaksanaan
otonomi daerah, terjadi
melalui proses penyerahan
sejumlah kekuasaan/ kewenangan
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah di mana implementasi kebijakan desentralisasi
memerlukan banyak faktor pendukung.
Salah satu faktor pendukung yang
secara signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah adalah
kemampuan daerah untuk
membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan yang
dimilikinya, di samping
faktorfaktor lain seperti
kemampuan personalia di
daerah dan kelembagaan pemerintah daerah (Mohammad Riduansyah,
2003:50).
Pemerintahan daerah
dalam menjalankan fungsinya
diatur dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan
Daerah, pemerintah daerah
mendapatkan sumber keuangan
daerahnya yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, dimana salah satu dari
sumber keuangan daerah tersebut adalah pemasukan dari pajak dan retribusi
daerah yang merupakan
komponen dari sumber
pendapatan asli daerah
(PAD). Penjabaran tentang
kewenangan pungutan untuk
pemasukan daerah tersebut
dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang
Pajak daerah dan
Retribusi Daerah yang
merupakan amandemen dari
UndangUndang Nomor 18
Tahun 1997. Dengan
dasar Undang-Undang Nomor
34 Tahun 2000
inilah pemerintah daerah
membuat peraturan daerah
terkait berbagai jenis
pungutan daerah yang
dikenakan pada masyarakat
termasuk pungutan terhadap
aktivitas perekonomian dan
dunia usaha (Adrian
Sutedi, 2009:171).
Pemerintah harus
dapat cepat mengidentifikasi sektor-sektor
potensial sebagai motor
penggerak pembangunan daerah
sebagai upaya menjalankan otonomi daerah, terutama melalui upaya
pengembangan potensi Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pengembangan potensi
kemandirian daerah melalui PAD dapat tercermin
dari kemampuan pengembangan
potensi dan peran
serta masyarakat melalui
pajak dan retribusi
(Agus Endro Suwarno
dan Suhartiningsih, 2008:163).
Dalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjelaskan mengenai strategi yang dianut pemerintah daerah dalam pemungutan
pajak daerah dan
retribusi daerah. Strategi
ini disebut dengan Open List.
Dimana pemerintah daerah bebas untuk memilih jenis-jenis pajak yang
dipungut dengan syarat harus sesuai
dengan kemampuan potensial dari setiap daerah
masing-masing. Dengan adanya
pembaharuan pengaturan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah ini
yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi
Daerah, strategi yang ditempuh
pemerintah difokuskan pada penetapan jenis-jenis pungutan daerah dengan kebijakan yang disebut dengan “Closed List”.
Praktek kebijakan ini adalah daerah hanya diperkenankan untuk
memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum
di dalam UU No. 28
Tahun 2009. Dengan
demikian, dapat dihindari
potensi konflik tata
usaha negara yang
timbul dari penerbitan beraneka
ragam Peraturan Daerah
yang ditujukan untuk
meningkatkan pungutan pajak
daerah dan retribusi daerah yang tidak sesuai.
Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah
merupakan langkah yang
sangat strategis untuk
lebih memantapkan kebijakan
desentralisasi fiskal, khususnya
dalam rangka membangun
hubungan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Daerah yang lebih
ideal. Sebagai salah
satu bagian dari
continuous improvement, maka Undang-Undang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru ini setidaknya memperbaiki
3 (tiga) hal
pokok, yaitu penyempurnaan
sistem pemungutan pajak
daerah dan retribusi
daerah, pemberian kewenangan
yang lebih besar kepada Daerah
di bidang perpajakan
daerah (Local faxing
empowerment), serta peningkatan
efektifitas pengawasan.
Tujuan dari
pemungutan pajak daerah
di setiap daerah
di Indonesia bertujuan
untuk meningkatkan sumber
pendapatan daerah. Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah menjelaskan
bahwa sumber pendapatan
daerah salah satunya
dari Pendapatan Asli
Daerah.
Pendapatan Asli
Daerah tersebut bersumber
dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah
yang dipisahkan, lain-lain
PAD yang sah.
Dalam konsep
pendapatan asli daerah
ini tercakup komponenkomponen penerimaan
yang berasal dari
hasil perolehan pajak
daerah, retribusi daerah,
bagian daerah yang
berasal dari laba
Badan Usaha Milik Daerah, serta
lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
Ciri umum yang terlihat dari
sumber-sumber PAD adalah
banyak jenis penerimaan
yang diserahkan kepada daerah,
tetapi sebagian besar kurang potensial dalam artian lebih besar biaya pemungutannya daripada hasil
pungutannya (Achmad Lutfi, 2006:2).
Setiap daerah
mempunyai dasar pengenaaan
pajak yang berbeda-beda tergantung
dari kebijakan pemerintah
daerah setempat untuk
daerah dengan kondisi perekonomian yang memadai, akan dapat
diperoleh pajak yang cukup besar tetapi
untuk daerah tertinggal
pemerintah daerah hanya
dapat memungut pajak
dalam jumlah yang
terbatas. Demikian halnya
dengan retribusi daerah
yang berbeda-beda untuk
tiap daerah kemampuan
daerah untuk menyediakan
pendanaan yang berasal
dari daerah sangat
tergantung pada kemampuan
merealisasikan potensi ekonomi
tersebut menjadi bentukbentuk
kegiatan ekonomi yang
mampu menciptakan pengaliran
dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Dalam
mengestimasi potensi PAD, diperlukan informasi dan tolak ukur yang riil terjadi di lapangan dan secara
konkret dikehendaki oleh masyarakat di
daerah. Salah satu tolok ukur finansial yang dapat digunakan untuk melihat kesiapan
daerah dalam pelaksanaan
otonomi adalah dengan
mengukur seberapa jauh
kemampuan keuangan suatu
daerah. Sedangkan kemampuan keuangan
daerah ini biasanya
diukur dari besarnya
proporsi/kontribusi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap anggaran pendapatan daerah.
Sumber pembiayaan
yang paling penting
adalah sumber pembiayaan yang
dikenal dengan istilah
PAD (Pendapatan Asli
Daerah) di mana komponen utamanya
adalah penerimaan yang
berasal dari komponen
pajak daerah dan retribusi daerah
(Mohammad Riduansyah, 2003:49). Menurut data BPS
mengenai penerimaan daerah
di Indonesia pada
tahun 2009 -2011 bahwa Pajak
Daerah itu memberikan
kontribusi besar terhadap
pendapatan asli daerah
dibandingkan jenis penerimaan
yang lain yaitu
sebesar Rp.
37,668,301,884 (2009),
Rp. 47,300,841,241 (2010),
Rp. 50,201,809,28(2011). (http://Statistics%20Indonesia.htm, di
akses pada tanggal
15 april 2013 pukul 21.32 WIB).
Setiap daerah selalu berupaya
untuk meningkatkan PAD nya. Salah satu jalannya
dengan pemungutan pajak daerah. Sebagai contoh adalah Kabupaten Boyolali,
menurut data DPPKAD
Kabupaten Boyolali Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang diterima
Boyolali adalah sebagai berikut: Tabel I Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten
Boyolali Tahun 2011 - 2012 (Juta Rp) Uraian Realisasi 2011 201Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak Daerah 2.
Retribusi Daerah 3. Bagian laba BUMD 19.256.739.005,020.136.945.018,04.514.063.875,023.282.495.561,036.721.243.324,05.509.165.487,00 4.
Lain-lain PAD 52.829.818.608,00 62.212.302.563,0Jumlah PAD 96.737.566.506,00 127.725.206.935,0Sumber data: DPPKAD Kab. Boyolali
Menurut data pemeriksaan
Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) menunjukkan bahwa Kabupaten
Boyolali mendapatkan predikat WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian). Predikat WTP
merupakan ranking tertinggi
dari hasil audit
BPK-RI. Predikat itu
diberikan karena laporan
keuangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
Kabupeten Boyolali Tahun
2012 sudah lengkap.
Dokumen dan bukti-bukti
transaksi keuangan juga
dinyatakan lengkap (http://www.boyolalikab.go.id/index2.php?brt=detail&id=1151.,
diakses tanggal 12 Mei 2013 Pukul 12.30
WIB). Berdasarkan uraian di atas penulis
tertarik untuk meneliti
Kabupaten Boyolali terkait
seberapa besar pengaruh
penerapan undang-undang pajak
daerah dalam pemungutan
pajak daerah di
Kabupaten Boyolali dengan
judul “Implementasi UndangUndang
Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di
Kabupaten Boyolali”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan
yang akan dibahas
dan diteliti lebih
dalam.
Adapun beberapa
permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian
ini adalah:.
1. Bagaimana
Implementasi Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi
Daerah Terhadap Pendapatan
Asli Daerah di Kabupaten Boyolali?.
2. Hambatan
apa saja yang
dihadapi Kabupaten Boyolali
dalam pemungutan pajak daerah
setelah implementasi Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah?.
C. Tujuan Penulisan.
Di dalam
penulisan hukum pasti
ada tujuan yang
hendak dicapai.
Tujuan penelitian
hendaknya harus jelas
sehingga dapat memberikan
arah dalam pelaksanaan
penelitian. Adapun tujuan
dari penulisan hukum
ini adalah:.
1. Tujuan Objektif.
a. Untuk
mengetahui Implementasi Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap pendapatan asli daerah
di Kabupaten Boyolali.
b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi
Kabupaten Boyolali dalam pemungutan pajak
daerah setelah implementasi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Tujuan Subjektif.
a. Untuk
menambah, memperluas, serta
mengembangkan ilmu dan pengalaman penulis
serta pemahaman mengenai
aspek hukum di bidang hukum
adminitrasi negara, terutama
dalam mengkaji mengenai
Implementasi Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap pendapatan asli daerah
di Kabupaten Boyolali.
b. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai
bahan utama dalam menyusun karya
ilmiah untuk memenuhi
persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di
bidang Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
D. Manfaat Penelitian.
Di dalam
penelitian sangat diharapkan
adanya manfaat dan
kegunaan dari penelitian,
karena suatu penelitian
ditentukan oleh besarnya
manfaat yang dapat
diambil dari penelitian
tersebut. Penulis berharap
bahwa dari penelitian penulisan hukum ini akan bermanfaat
bagi penulis maupun orang lain. Adapun
manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini adalah:.
1. Manfaat Teoritis .
a. Hasil penelitian diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan di
bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum
Administrasi Negara pada khususnya.
b. Hasil penelitian diharapkan memperkaya
referensi, literatur dan bahan informasi
ilmiah yang dapat digunakan untuk penelitian dan penulian hukum sejenis di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis .
a. Menjadi media bagi penulis untuk
mengembangkan penalaran dan pola pikir
ilmiah dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.
b. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan
yang diteliti.
c. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat membantu pihak-pihak
yang terkait dengan masalah yang
diteliti.
Skripsi Hukum: Implementasi undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi