Sabtu, 06 Desember 2014

Skripsi Hukum: Telaah Terhadap Putusan Perkara Pidana Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Telaah Terhadap Putusan Perkara Pidana Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Sistem  peradilan  hukum  pidana  mengenal  asas  Due  Process  of  Law  yaitu setiap tindakan yang dilakukan penegak hukum harus didasarkan pada  ketentuan  perundang-undangan.  Konsep  tersebut  merupakan  penjiwaan  dari  Pasal  1  Ayat  (3)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  yang  berbunyi  bahwa  negara  indonesia  adalah  negara  hukum.  Pada  konteks demikian setiap tindakan yang dilakukan negara melalui aparatur dan  alat kelengkapannya harus didasarkan oleh hukum dan undang-undang yang  berlaku dan mengaturnya.

Penjewantahan  konsep  penegakan  hukum  dalam  sistem  peradilan  hukum  pidana  Indonesia  diwujudkan  dengan  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau  yang dikenal dengan  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Pidana  (KUHAP).  KUHAP  menjadi  dasar  dan  pedoman bagi penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik  dalam  ranah  penyelidikan  dan  penyidikan,  penuntutan,  maupun  proses  pemeriksaan  dalam  sidang  pengadilan  yang  bermuara  pada  dibentuknya  putusan  hakim.  Namun  dalam  prakteknya  sungguh  berbanding  terbalik  hal  demikian karena  penegak hukum seolah  enggan  untuk mematuhi dan justru  mengesampingkan  ketentuan  yang  sudah  digariskan  oleh  KUHAP.  Hal  tersebut sudah merupakan hal  yang lazim dan banyak terjadi dalam praktek  penegakan  hukum  di  Indonesia.  Sebagaimana  dalam  kasus  yang  menghebohkan dunia peradilan Indonesia belakangan ini, yaitu pada tanggal  8 Oktober 2010 Mahkamah Agung pada tingkat kasasi menjatuhkan putusan  Nomor.  1444  K/PID.SUS/2010.  Putusan  tersebut  membatalkan  putusan  Pengadilan  Negeri  Banjarmasin  Nomor.  1425/PID.SUS/2009/PN.BJM  pada  tanggal  19  April  2010.  Terpidana  H.  Parlin  Rinduansyah  bin  Muhamad  Syahdan dijatuhi hukuman  3 (tiga)  tahun penjara dan denda Rp  1 miliar  oleh    mahkamah  agung  dan  atas  putusan  kasasi  yang  dijatuhkan  oleh  mahkamah  agung  tersebut  terpidana  melakukan  penolakan  dilaksanakan  eksekusi  oleh  Kejaksaan  Negeri  Banjarmasin  dikarenakan  putusan  pemidanaan  tersebut  tidak  memuat  ketentuan  Pasal  197  Ayat  (1)  huruf  k  KUHAP,  sehingga  terpidana beranggapan bahwa putusan mahkamah agung tersebut batal demi  hukum. Penolakan atas dilaksanakanya eksekusi pada dasarnya didorong oleh  advokat  terpidana  yaitu  Yusril  Ihza  Mahendra  yang  beranggapan  putusan  hakim tersebut tidak dapat dilakukan eksekusi karena mengandung kecacatan  yang seharusnya batal demi hukum.  Bahkan terpidana sempat melarikan diri  kebeberapa  tempat,  yang  kemudian  berhasil  ditangkap  oleh  Tim  Intelejen  Kejaksaan Agung di kota Malang pada tanggal 25 juli 2012, ketika  terpidana  hendak terbang menuju jakarta (http://news.okezone.com/read/2012/07/25/39/668603/tim-intelijen-kejagung-tangkap-parlin-riduansyah-di-malang,  diakses pada 27 april 2013).
Menelaah  kasus  dimaksud  beberapa  ahli  hukum  berpendapat  bahwa  ketentuan  Pasal  197  Ayat  (1)  bersifat  imperatif  dan  limitatif,  artinya  ketentuan  pasal  tersebut  adalah  mutlak  dipatuhi  dan  merupakan  pedoman  dalam tata cara penyusunan putusan hakim.  Sedangkan beberapa ahli hukum  lainya  berpendapat ketentuan tersebut tidak berlaku bagi Mahkamah Agung  pada  peradilan  tingkat  kasasi.  Dalam  hal  penyusunan  putusan  pengadilan  dalam  Pasal  197  Ayat  (1)  jo.  Pasal  197  Ayat  (2)  KUHAP  telah  ditegaskan  bahwa  tidak  terpenuhinya  ketentuan  Pasal  197  Ayat  (1)  maka  berakibat  putusan  batal  demi  hukum.  Putusan  kasasi  Nomor.  1444.K/PID.SUS/2010  yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung berbuntut pada dilaporkanya Jaksa  Eksekutor  Kejaksaan  Negeri  Banjarmasin  kepada  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  Resot  Banjarmasin  yaitu  Firdaus  Denilmar  sebagai  Terlapor  atas  tuduhan  perampasan  kemerdekaan  terhadap  terpidana  Parlin  Rinduansyah dikarenakan melaksanakan eksekusi secara melawan hukum.
Kejaksaan  Agung  Republik  Indonesia  memiliki  pendapat  yang  berbeda  yang  dituangkan  dalam  surat  No.  B1103/E/Euh-3/04/2012  menyatakan  putusan  kasasi  Nomor.  1444  K/PID.SUS/2010  yang  tidak    memuat  ketentuan  Pasal  197  Ayat  (1)  Huruf  k  KUHAP  tetap  dapat  dilaksanakan eksekusi dengan alasan putusan Nomor. 1444 K/PID.SUS/2010  dimaksud  merupakan  putusan  badan  peradilan  tertinggi  yang  membuat  pemidanaan sehingga dapat langsung dilaksanakan eksekusi. Sejalan dengan  pendapat  Kejaksaan  Agung  Republik  Indonesia,  Mahkamah  Agung  juga  beranggapan peradilan pada tingkat kasasi memiliki kedudukan yang berbeda  dengan  pengadilan  negeri  maupun  peradilan  pada  tingkat  banding.  Pada  tingkat  kasasi  status  terdakwa  secara  langsung  berubah  menjadi  terpidana  sehingga  secara  langsung  dapat  dilakukan  eksekusi  bahkan  tanpa  adanya  perintah dalam amar putusannya.
Persengketaan Pasal 197 Ayat (1) Huruf k KUHAP ini tidak berhenti  sampai  disitu  saja,  namun  menjalar  bahkan  seolah  menjadi  trend.
Permasalahan  ini  kemudian  dicontoh  dan  ditiru  terpidana  lain  sebagaimana  dalam kasus yang menghebohkan akhir-akhir ini yaitu dalam kasus Komisaris  Jendral (Purnawirawan) Susno Duaji yang menolak dilakukanya eksekusi atas  putusan  Mahkamah  Agung  dengan  dalih  bahwa  putusan  Mahkamah  Agung  batal  demi  hukum  dikarenakan  tidak  memuat  ketentuan  Pasal  197  Ayat  (1)  Huruf  k  KUHAP.  Susno  Duaji  juga  melakukan  hal  yang  sama  yaitu  melakukan  penolakan  atas  eksekusi  yang  dilakukan  oleh  kejaksaan  Agung  dan  kemudian  Susno  Duaji  juga  melarikan  diri  dan  menjadi  Buronan  (Kejaksaan Tetapkan Susno Duaji Jadi Buron, Harian Tempo, 29 April 2013).
Kemudian  baru-baru  ini  juga  terdapat  kasus  baru  yang  sama  dan  terulang  kembali yaitu kasus dengan Terpidana Bupati Kepualauan Aru periode (2006-2007) Theddy Tengko yang dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda 500  juta rupiah serta membayar uang pengganti 5,3 miliar rupiah. Terpidana juga  melakukan  pembangkangan  atas  eksekusi  kejaksaan  dengan  dalih  bahwa  putusan Mahkamah Agung No.161K/PID.SUS/2012 tertanggal 10 april 2012  tidak  mencantumkan  ketentuan  Pasal  197  ayat  (1)  Huruf  k  KUHAP.
Penolakan  atas  eksekusi  Kejaksaan  tersebut  dimotori  oleh  Kuasa  Hukum  yang  sama  oleh  terpidana  H.  Parlin  Rinduansyah  bin  Muhamad  Syahdan yaitu Yusri Ihza Mahendra (Theddy  Thengko  Dijebloskan  ke    Sukamiskin, Tempo 1 Juni 2013). Selain ketiga kasus tersebut  masih banyak  putusan kasasi yang dibuat oleh Mahkamah Agung yang tidak mencantumkan  ketentuan  Pasal  197  Ayat  (1)  Huruf  k  KUHAP.  Hal  ini  mengakibatkan  pergolakan  politik  hukum  di  Indonesia  dan  memunculkan  perbedaan  pendapat  hukum  maupun  penafsiran  hukum  dari  para  ahli-ahli  hukum  di  Indonesia atas ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf k KUHAP.
Berdasarkan  permasalahan  di  atas  maka  penulis  tertarik  melakukan  kajian  atas  isu  hukum  tersebut  dengan  judul  “TELAAH  TERHADAP  PUTUSAN  PERKARA  PIDANA  YANG  TIDAK  MEMENUHI  KETENTUAN  PASAL  197  AYAT  (1)  HURUF  K  UNDANG-UNDANG  NOMOR  8  TAHUN  1981  TENTANG  HUKUM  ACARA  PIDANA  (STUDI PUTUSAN KASASI NOMOR. 1444 K/PID.SUS/2010)”.
B.  Perumusan Masalah.
Pembahasan  dalam skripsi ini, akan dibatasi pada permasalahan yang  dapat dirumuskan sebagai berikut :.
1.  Bagaimanakah implikasi putusan  yang tidak memenuhi ketentuan Pasal  197  Ayat  (1)  Huruf  K  Undang-Undang  Republik  Indonesia  No.  8  Tahun  1981  Tentang  Hukum  Acara  Pidana  dalam  perkara  No.  1444  K/Pid.Sus/2010?.
2.  Bagaimanakah  tindak  lanjut  atas  sebuah  Putusan  Batal  Demi  Hukum  dalam perkara No. 1444 K/Pid.Sus/2010?.
C.  Tujuan Penulisan.
Suatu  tulisan  atau  uraian  pada  dasarnya  bermaksud  untuk  memberitahukan  atau  menjelaskan  sesuatu  kepada  pembaca  atau  pendengarnya  (Sudarto  1986:35).  Sedangkan sebuah penelitian dimaksudkan  untuk  membuat  jelas  suatu  permasalahan  dengan  mengamati  pokok  permasalahan untuk dirumuskan guna mencapai solusi yang baik.  Lain halnya  dengan  penelitian  hukum  adalah   penelitian  yang  pada  dasarnya  merupakan  suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun    doktrin  hukum  guna  menjawab  isu  hukum  yang  dihadapi  (Peter  Mahmud  Marzuki 2007:35).
Perumusan  tujuan  penulisan  merupakan  pencerminan  arah  dan  penjabaran strategi terhadap  masalah  yang muncul dalam penulisan, sekaligus  agar  penulisan  yang  sedang  dilaksanakan  tidak  menyimpang  dari  tujuan  semula.  Kemudian  dirumuskanlah  tujuan  dari  penulisan  ini  adalah  sebagai  berikut :.
1.  Tujuan Obyektif.
a.  Untuk mengetahui Eksistensi Putusan Batal Demi Hukum dalam  sistem peradilan di Indonesia khususnya dalam perkara kasasi No.
1444 K/Pid.Sus/2010.
b.  Menganalisis  dan  menelaah  terhadap  siapakah  atau  lembaga  manakah  yang  berwenang  menguji  serta  menyatakan  dan  membatalkan  sebuah  Putusan  Batal  Demi  Hukum  dalam  sistem  Peradilan di Indonesia  khususnya dalam perkara kasasi No. 1444  K/Pid.Sus/2010.
c.  Untuk  mengetahui  usaha-usaha  dan  kebijakan  yang  dilakukan  oleh  Mahkamah  Agung  Republik  Indonesia  dalam  menangani  kekeliruan  dalam  pembuatan  Putusan  yang  Batal  Demi  Hukum khususnya dalam perkara kasasi No. 1444 K/Pid.Sus/2010.
d.  Untuk  mengetahui  sah  atau  tidaknya  eksekusi  yang  dilakukan  oleh  jaksa  penuntut  umum  dalam  upaya  menjalankan  putusan  hakim khususnya dalam perkara kasasi No. 1444 K/Pid.Sus/2010.
2.  Tujuan Subyektif.
a.  Untuk  menambah  wawasan,  pengetahuan,  dan  kemampuan  penulis dalam bidang hukum.
b.  Untuk  menambah  khasanah  ilmu  pengetahuan  terhadap  perkembangan  hukum,  terutama  terkait  sengekta  putusan  batal  demi hukum dalam putusan kasasi kasus Parlin Rinduansyah Bin  Muhamad Syahdan.
  c.  Untuk  memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  Sarjana  Strata  Satu  (S1)  dalam  bidang  ilmu  hukum  Universitas  Sebelas Maret Surakarta.
D.  Manfaat Penelitian.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan skripsi ini adalah :.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Untuk  menambah  cakrawala  mengenai  bagaimana  sebenarnya  putusan  yang  batal  demi  hukum  serta  eksistensi  putusan  batal  demi hukum di dalam sistem peradilan di indonesia.
b.  Memberikan  sumbangan  pemikiran  yang  digunakan  sebagai  masukan  terhadap  para  akademisi  maupun  penegak  hukum  serta  masyarakat luas, mengenai kebijakan dan cara menyikapi putusan batal demi hukum di dalam sistem peradilan di Indonesia.
2.  Manfaat Praktis.
Memberikan sumbangan pemikiran  yang digunakan sebagai masukan  terhadap  para  akademisi  maupun  penegak  hukum  serta  masyarakat  luas,  mengenai  sifat  dan  karakter  putusan  batal  demi  hukum  dan  memberikan cara pandang serta  cara menyikapi dan kebijakan ketika  menemui sebuah putusan batal demi hukum.

 Skripsi Hukum: Telaah Terhadap Putusan Perkara Pidana Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi