BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Telaah Terhadap Putusan Perkara Pidana Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Sistem peradilan
hukum pidana mengenal
asas Due Process
of Law yaitu setiap tindakan yang dilakukan penegak
hukum harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan. Konsep
tersebut merupakan penjiwaan
dari Pasal 1
Ayat (3) Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
yang berbunyi bahwa
negara indonesia adalah
negara hukum. Pada konteks
demikian setiap tindakan yang dilakukan negara melalui aparatur dan alat kelengkapannya harus didasarkan oleh
hukum dan undang-undang yang berlaku dan
mengaturnya.
Penjewantahan konsep
penegakan hukum dalam
sistem peradilan hukum
pidana Indonesia diwujudkan
dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHAP). KUHAP
menjadi dasar dan pedoman
bagi penegak hukum dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik dalam
ranah penyelidikan dan
penyidikan, penuntutan, maupun
proses pemeriksaan dalam
sidang pengadilan yang
bermuara pada dibentuknya putusan
hakim. Namun dalam
prakteknya sungguh berbanding
terbalik hal demikian karena penegak hukum seolah enggan
untuk mematuhi dan justru mengesampingkan ketentuan
yang sudah digariskan
oleh KUHAP. Hal tersebut
sudah merupakan hal yang lazim dan
banyak terjadi dalam praktek penegakan hukum
di Indonesia. Sebagaimana
dalam kasus yang menghebohkan
dunia peradilan Indonesia belakangan ini, yaitu pada tanggal 8 Oktober 2010 Mahkamah Agung pada tingkat
kasasi menjatuhkan putusan Nomor. 1444
K/PID.SUS/2010. Putusan tersebut
membatalkan putusan Pengadilan
Negeri Banjarmasin Nomor.
1425/PID.SUS/2009/PN.BJM pada tanggal
19 April 2010.
Terpidana H. Parlin
Rinduansyah bin Muhamad Syahdan dijatuhi hukuman 3 (tiga)
tahun penjara dan denda Rp 1
miliar oleh mahkamah
agung dan atas
putusan kasasi yang
dijatuhkan oleh mahkamah agung
tersebut terpidana melakukan
penolakan dilaksanakan eksekusi
oleh Kejaksaan Negeri
Banjarmasin dikarenakan putusan
pemidanaan tersebut tidak
memuat ketentuan Pasal
197 Ayat (1)
huruf k KUHAP,
sehingga terpidana beranggapan
bahwa putusan mahkamah agung tersebut batal demi hukum. Penolakan atas dilaksanakanya eksekusi
pada dasarnya didorong oleh advokat terpidana
yaitu Yusril Ihza
Mahendra yang beranggapan
putusan hakim tersebut tidak
dapat dilakukan eksekusi karena mengandung kecacatan yang seharusnya batal demi hukum. Bahkan terpidana sempat melarikan diri kebeberapa
tempat, yang kemudian
berhasil ditangkap oleh
Tim Intelejen Kejaksaan Agung di kota Malang pada tanggal 25
juli 2012, ketika terpidana hendak terbang menuju jakarta
(http://news.okezone.com/read/2012/07/25/39/668603/tim-intelijen-kejagung-tangkap-parlin-riduansyah-di-malang,
diakses pada 27 april 2013).
Menelaah kasus
dimaksud beberapa ahli
hukum berpendapat bahwa ketentuan Pasal
197 Ayat (1)
bersifat imperatif dan
limitatif, artinya ketentuan
pasal tersebut adalah
mutlak dipatuhi dan
merupakan pedoman dalam tata cara penyusunan putusan hakim. Sedangkan beberapa ahli hukum lainya
berpendapat ketentuan tersebut tidak berlaku bagi Mahkamah Agung pada
peradilan tingkat kasasi.
Dalam hal penyusunan
putusan pengadilan dalam
Pasal 197 Ayat
(1) jo. Pasal
197 Ayat (2)
KUHAP telah ditegaskan bahwa
tidak terpenuhinya ketentuan
Pasal 197 Ayat
(1) maka berakibat putusan
batal demi hukum.
Putusan kasasi Nomor.
1444.K/PID.SUS/2010 yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung berbuntut pada dilaporkanya Jaksa Eksekutor
Kejaksaan Negeri Banjarmasin
kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia Resot Banjarmasin
yaitu Firdaus Denilmar
sebagai Terlapor atas
tuduhan perampasan kemerdekaan
terhadap terpidana Parlin Rinduansyah dikarenakan melaksanakan eksekusi
secara melawan hukum.
Kejaksaan Agung
Republik Indonesia memiliki
pendapat yang berbeda
yang dituangkan dalam
surat No. B1103/E/Euh-3/04/2012 menyatakan
putusan kasasi Nomor.
1444 K/PID.SUS/2010 yang
tidak memuat ketentuan
Pasal 197 Ayat
(1) Huruf k
KUHAP tetap dapat dilaksanakan
eksekusi dengan alasan putusan Nomor. 1444 K/PID.SUS/2010 dimaksud
merupakan putusan badan peradilan
tertinggi yang membuat pemidanaan sehingga dapat langsung
dilaksanakan eksekusi. Sejalan dengan pendapat Kejaksaan
Agung Republik Indonesia,
Mahkamah Agung juga beranggapan
peradilan pada tingkat kasasi memiliki kedudukan yang berbeda dengan
pengadilan negeri maupun
peradilan pada tingkat
banding. Pada tingkat
kasasi status terdakwa
secara langsung berubah
menjadi terpidana sehingga
secara langsung dapat
dilakukan eksekusi bahkan
tanpa adanya perintah dalam amar putusannya.
Persengketaan Pasal 197 Ayat (1)
Huruf k KUHAP ini tidak berhenti sampai disitu
saja, namun menjalar
bahkan seolah menjadi
trend.
Permasalahan ini
kemudian dicontoh dan
ditiru terpidana lain
sebagaimana dalam kasus yang
menghebohkan akhir-akhir ini yaitu dalam kasus Komisaris Jendral (Purnawirawan) Susno Duaji yang
menolak dilakukanya eksekusi atas putusan Mahkamah
Agung dengan dalih
bahwa putusan Mahkamah
Agung batal demi
hukum dikarenakan tidak
memuat ketentuan Pasal
197 Ayat (1) Huruf k
KUHAP. Susno Duaji
juga melakukan hal
yang sama yaitu melakukan penolakan
atas eksekusi yang
dilakukan oleh kejaksaan
Agung dan kemudian
Susno Duaji juga
melarikan diri dan
menjadi Buronan (Kejaksaan Tetapkan Susno Duaji Jadi Buron,
Harian Tempo, 29 April 2013).
Kemudian baru-baru
ini juga terdapat
kasus baru yang
sama dan terulang kembali yaitu kasus dengan Terpidana Bupati
Kepualauan Aru periode (2006-2007) Theddy Tengko yang dijatuhi hukuman 4 tahun
penjara dan denda 500 juta rupiah serta
membayar uang pengganti 5,3 miliar rupiah. Terpidana juga melakukan
pembangkangan atas eksekusi
kejaksaan dengan dalih
bahwa putusan Mahkamah Agung
No.161K/PID.SUS/2012 tertanggal 10 april 2012 tidak
mencantumkan ketentuan Pasal
197 ayat (1)
Huruf k KUHAP.
Penolakan atas
eksekusi Kejaksaan tersebut
dimotori oleh Kuasa
Hukum yang sama
oleh terpidana H.
Parlin Rinduansyah bin
Muhamad Syahdan yaitu Yusri Ihza
Mahendra (Theddy Thengko Dijebloskan
ke Sukamiskin, Tempo 1 Juni
2013). Selain ketiga kasus tersebut
masih banyak putusan kasasi yang
dibuat oleh Mahkamah Agung yang tidak mencantumkan ketentuan
Pasal 197 Ayat
(1) Huruf k
KUHAP. Hal ini
mengakibatkan pergolakan politik
hukum di Indonesia
dan memunculkan perbedaan pendapat
hukum maupun penafsiran
hukum dari para
ahli-ahli hukum di Indonesia
atas ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf k KUHAP.
Berdasarkan permasalahan
di atas maka
penulis tertarik melakukan kajian
atas isu hukum
tersebut dengan judul
“TELAAH TERHADAP PUTUSAN
PERKARA PIDANA YANG
TIDAK MEMENUHI KETENTUAN
PASAL 197 AYAT
(1) HURUF K
UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1981 TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA (STUDI PUTUSAN KASASI NOMOR. 1444
K/PID.SUS/2010)”.
B. Perumusan Masalah.
Pembahasan dalam skripsi ini, akan dibatasi pada
permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :.
1. Bagaimanakah implikasi putusan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 197
Ayat (1) Huruf
K Undang-Undang Republik
Indonesia No. 8 Tahun 1981
Tentang Hukum Acara
Pidana dalam perkara
No. 1444 K/Pid.Sus/2010?.
2. Bagaimanakah
tindak lanjut atas
sebuah Putusan Batal
Demi Hukum dalam perkara No. 1444 K/Pid.Sus/2010?.
C. Tujuan Penulisan.
Suatu tulisan
atau uraian pada
dasarnya bermaksud untuk memberitahukan atau
menjelaskan sesuatu kepada
pembaca atau pendengarnya
(Sudarto 1986:35). Sedangkan sebuah penelitian dimaksudkan untuk
membuat jelas suatu
permasalahan dengan mengamati
pokok permasalahan untuk
dirumuskan guna mencapai solusi yang baik.
Lain halnya dengan penelitian
hukum adalah penelitian
yang pada dasarnya
merupakan suatu proses untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin
hukum guna menjawab
isu hukum yang
dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2007:35).
Perumusan tujuan
penulisan merupakan pencerminan
arah dan penjabaran strategi terhadap masalah
yang muncul dalam penulisan, sekaligus agar
penulisan yang sedang
dilaksanakan tidak menyimpang
dari tujuan semula.
Kemudian dirumuskanlah tujuan
dari penulisan ini
adalah sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengetahui Eksistensi Putusan Batal
Demi Hukum dalam sistem peradilan di
Indonesia khususnya dalam perkara kasasi No.
1444 K/Pid.Sus/2010.
b. Menganalisis
dan menelaah terhadap
siapakah atau lembaga manakah
yang berwenang menguji
serta menyatakan dan membatalkan sebuah
Putusan Batal Demi
Hukum dalam sistem Peradilan di Indonesia khususnya dalam perkara kasasi No. 1444 K/Pid.Sus/2010.
c. Untuk
mengetahui usaha-usaha dan
kebijakan yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung Republik
Indonesia dalam menangani kekeliruan
dalam pembuatan Putusan
yang Batal Demi
Hukum khususnya dalam perkara kasasi No. 1444 K/Pid.Sus/2010.
d. Untuk
mengetahui sah atau
tidaknya eksekusi yang
dilakukan oleh jaksa
penuntut umum dalam
upaya menjalankan putusan hakim khususnya dalam perkara kasasi No. 1444
K/Pid.Sus/2010.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk
menambah wawasan, pengetahuan,
dan kemampuan penulis dalam bidang hukum.
b. Untuk
menambah khasanah ilmu
pengetahuan terhadap perkembangan
hukum, terutama terkait
sengekta putusan batal demi
hukum dalam putusan kasasi kasus Parlin Rinduansyah Bin Muhamad Syahdan.
c. Untuk memenuhi
persyaratan akademis guna
memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1)
dalam bidang ilmu
hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian.
Manfaat yang dapat diperoleh dari
penyusunan skripsi ini adalah :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Untuk
menambah cakrawala mengenai
bagaimana sebenarnya putusan
yang batal demi
hukum serta eksistensi
putusan batal demi hukum di dalam sistem peradilan di
indonesia.
b. Memberikan
sumbangan pemikiran yang
digunakan sebagai masukan
terhadap para akademisi
maupun penegak hukum
serta masyarakat luas, mengenai
kebijakan dan cara menyikapi putusan batal demi hukum di dalam sistem peradilan
di Indonesia.
2. Manfaat Praktis.
Memberikan sumbangan
pemikiran yang digunakan sebagai masukan
terhadap
para akademisi maupun
penegak hukum serta
masyarakat luas, mengenai
sifat dan karakter
putusan batal demi
hukum dan memberikan cara pandang serta cara menyikapi dan kebijakan ketika menemui sebuah putusan batal demi hukum.
Skripsi Hukum: Telaah Terhadap Putusan Perkara Pidana Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 197 Ayat (1) Huruf K Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi