Sabtu, 06 Desember 2014

Skripsi Hukum: Pelaksanaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Tenaga Kerja

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Tenaga Kerja
Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan  hidup  manusia  secara  luas,  namun  tanpa  disertai  pengendalian  yang  tepat  akan  dapat  merugikan  manusia  itu   sendiri.  Penggunaan  teknologi  maju  tidak  dapat  dielakan,  terutama  pada  era  industrialisasi   yang  ditandai  adanya  proses mekanisasi,  elektrifikasi  dan  modernisasi  serta  transformasi  globalisasi.  Dalam  keadaan demikian  penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-bahan  berbahaya  akan  terus  meningkat  sesuai  kebutuhan  industrialisasi.  Hal  tersebut  disamping  memberikan  kemudahan  bagi  suatu  proses  produksi,  entunya  efek  samping  yang  tidak  dapat  dielakan  adalah  bertambahnya  jumlah  ragam  dan  sumber  bahaya  bagi  pengguna  teknologi  itu  sendiri.  Disamping  itu,  faktor  lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja  (K3),  proses  kerja  tidak  aman,  dan  sistem  kerja  yang  semakin  komplek  dan  modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan pekerja  (Tarwaka,2008:1) Seperti yang disebutkan pada Pasal  86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun  2003,  salah  satunya  menyebutkan  bahwa  setiap  pekerja/buruh  mempunyai  hak  untuk  memperoleh pelindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja.  Sehingga  setiap persusahaan berdasarkan  Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003  mempunyai  kewajiban  untuk  memenuhi  hak  setiap  pekerja/buruh  mendapatkan  perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja.

Dalam  Undang-Undang  No  1  Tahun  1970,  dijelaskan  bahwa  dengan  majunya  industrialisasi,  mekanisme,  modernisasi,  maka  dalam  kebanyakan  hal  berlangsung  pulalah  peningkatan  intensitas  kerja  operasioanal  para  pekerja,  mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya serba pelik banyak  dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru banyak di olah dan dipergunakan,  bahan-bahan  yang  mengandung  racun,  serta  cara-cara  kerja  yang  buruk,  kekurangan  ketrampilan  dan  latihan  kerja,  tidak  adanya  pengetahuan  tentang    sumber  bahaya  yang  baru,  senantiasa  merupakan  sumber-sumber  bahaya  dan  penyakit-penyakit  akibat  kerja.  Maka  dapatlah  dipahami  perlu  adanya  pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja yang maju dan tepat.
Perilaku  manusia  dapat  disimpulkan  sebagai  refleksi  kejiwaan  untuk  memberikan respon terhadap situasi di luar dirinya. Perilaku kesehatan manuasia  atau individu dipengaruhi oleh faktor dasar yaitu faktor yang menjelaskan alasan  atau motivasi seseorang untuk  berperilaku, faktor pendukung adalah faktor yang  merupakan  pendukung  untuk  berperilaku  dan  faktor  pendorong  yaitu  faktor  lingkungan  yang  dominan  dalam  pembentukan  perilaku.  Tenaga  kerja  yang  berperilaku  sehat  akan  menghidari  risiko  terjadinya  penyakit  akibat  kerja  dan  kecelakaan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya  untuk  menciptakan  suasana  bekerja  yang  aman,  nyaman,  dan  tujuan  akhirnya  adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk  dilaksanakan  pada  setiap  jenis  bidang  pekerjaan  tanpa  kecuali.  Upaya  K3  diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun  penyakit  akibat  melakukan  pekerjaan  (Zaenal  Abidin,Tri  Wulan  Tjiptono,Ishandono Dahlan, 2008:68-69).
Safety behaviour presents a paradox to practitioners and researchers alike  because, contrary to the assumption that self-preservation overrides other motives  (Maslow,  1970),  careless  behaviour  prevails  during  many  routine  jobs,  making  safe behaviour an ongoing managerial challenge. This is evident in the fact that  failure  to  use  the  protective  gear  provided  at  the  workplace  accounts  for  about  40% of work accidents and occupational disease. This statistic has not changed in  more than 20 years despite ongoing efforts (National Safety Council, 1999). More  direct  evidence  comes  from  a  recent  study  in  which  systematic  behaviour  observations  by  trained  observers  in  423  workgroups  across  industrial  sectors  indicated  an  incidence  rate  of  33.8%  for  unsafe  behaviour,  using  criteria  provided by line managers and safety officials in each company (Zohar and Luria,  2005).  Unsafe  behaviour  associated  with  potentially  disastrous  consequences  (e.g.  plant-wide  damage  due  to  chemical  or  fire  hazards)  was  less  prevalent,    though quite high, averaging 21.7%. Clearly, therefore, safe behaviour in routine  work poses managerial challenges (Dov Zohar and Ido Erev, 2007:2).
Namun dalam pelaksanaanya masih sulit untuk menerapkan kesehatan dan  keselamatan  kerja  di  perusahaan,  kesulitan  tersebut  bisa  disebabkan  oleh  pekerja/buruh  itu  sendiri  yang  ceroboh  dalam  bekerja  ataupun  perusahaan  yang  kurang  dalam  memfasilitasi  perlengkapan  alat  pelindung  diri  bagi  para  pekerja/buruhnya. Yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
Sekitar tahun 1930, muncul teori dari HW Heinrich yang dikenal sebagai  teori “Domino Kecelakaan”  yang mengatakan bahwa sebagian besar kecelakaan  kerja  disebabkan  oleh  factor  manusia  (unsafe  act).  Dengan  munculnya  teori  ini  maka, keselamatan kerja tidak hanya diarahkan terhadap perbaikan kondisi yang  tidak  aman,  tetapi  juga  diarahkan  kepada  pendekatan  dari  segi  manusia.  Unsafe  act/tindakan  tidak  aman  dari  segi  menusia  dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor  seperti  latar  belakang  pendidikan,  pengetahuan,  ketrampilan,  psikologi  dan  lain  sebagainya (Affan Ahmad, 2000:15).
Dalam  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  1992  tentang  Kesehatan  Pasal  23  dinyatakan  bahwa  upaya  Kesehatan  dan  Keselamatan  Kerja  (K3)  harus  diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai  risiko  bahaya  kesehatan,  mudah  terjangkit  penyakit  atau  mempunyai  karyawan  paling sedikit 10 orang.  Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka  jelaslah  bahwa  rumah  sakit  termasuk  ke  dalam  kriteria  tempat  kerja  dengan  berbagai  ancaman  bahaya  yang  dapat  menimbulkan  dampak  kesehatan,  tidak  hanya  terhadap  para  pelaku  langsung  yang  bekerja  di  rumah  sakit,  tapi  juga  terhadap  pasien  maupun  pengunjung  rumah  sakit.  Sehingga  sudah  seharusnya  pihak  pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di rumah sakit.
Workers  in  high-injury  rate  facilities  had  more  negative  perceptions  of  their job demands and workload pressures than workers in low injury facilities.
Workers  in  high  injury  rate  facilities  also  reported  more  pain,  more  burnout,  poorer personal health and less job satisfaction. Conversely, workers at facilities  with low injury rates were more likely to agree that their facility had enough staff    to  provide  good  quality  care  and  did  indeed  provide  good  to  excellent  care (Annalee Yassi and Tina Hancock, 2005:34).
Tenaga  kerja  yang  bekerja  dengan  tingkat  resiko  tinggi  (dalam  hal  kecelakaan  atau  bahaya  kerja)  mempunyai  tekanan  yang  lebih  tinggi  juga  dibanding  pekerja/buruh  yang  bekerja  dengan  tingkat  resiko  yang  lebih  rendah.
Sehingga  pekerja/buruh  yang  bekerja  dengan  tingkat  resiko  yang  lebih  tinggi  harus mempunyai perlindungan yang lebih dari pada pekerja/buruh yang bekerja  dengan  tingkat  resiko  yang  lebih  rendah.  Salah  satunya  bekerja  dirumah  sakit  yang mempunyai resiko tinggi dalam hal kecelakaan atau bahaya kerja.
Salah satu potensi bahaya di rumah sakit adalah penyakit infeksi. Penyakit  infeksi  adalah  penyakit  yang  disebabkan  oleh  mikroba  patogen  yang  sangat  dinamis.  Secara  umum  proses  terjadinya  penyakit  melibatkan  tiga  faktor  yang  saling berinteraksi yaitu : 1.  Faktor penyebab penyakit, yang sering disebut agen 2.  Faktor manusia yang sering disebut pejamu (host) 3.  Faktor lingkungan. (Bety Bea Septiari, 2012:21) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
432/Menkes/SK/IV/2007.  Bahaya Potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit  dan kecelakaan akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri  dan  jamur),  faktor  kimia  (antiseptik,  gas  anestasi),  faktor  ergonom  (cara  kerja  yang salah), faktor fisika (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor  psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama karyawan/atasan). Bahaya potensial  yang  dimungkinkan  ada  di  RS,  diantaranya  adalah  mikrobiologik,  desain/fisik,  kebakaran, mekanik, kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko  hukum/keamanan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di rumah sakit, umumnya berkaitan dengan  faktor biologik (kuman patogen yang umumnya  berasal dari pasien), faktor kimia  (pemaparan dalam dosis kecil namun  terus menerus seperti antiseptik pada kulit,  gas anestasi pada hati, faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien  salah),  faktor  fisik  dalam  dosis  kecil  yang  terus  menerus  (panas  pada  kulit,  tegangan  tinggi  pada  sistem  reproduksi,  radiasi  pada  sistem  pemroduksi  darah),    faktor  psikologis  (ketegangan  di  kamar  bedah,penerimaan  pasien,  gawat  darurat  dan  bangsal  penyakit  jiwa).  Oleh  karena  itu  penulis  merasa  perlu  mengadakan  penelitian bagaimana manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit  sebagai upaya pemenuhan hak bagi para tenaga kerja di rumah sakit.
Menyadari  pentingnya  penerapan  dan  pelaksanaan  kesehatan  dan  keselamatan  kerja  di  Rumah  Sakit,  penulis  merasa  perlu  melakukan  penelitian  apakah  kesehatan  dan  keselamatan  kerja  sudah  diatur  dan  benar-benar  dilaksanakan  di Rumah Sakit. Dan bagaimana manajemen pengaturan kesehatan  dan keselamatan kerja untuk pemenuhan hak tenaga kerja di rumah sakit tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang  mengatur  mengenai  hak  tenaga  kerja  salah  satunya  mengenai  kesehatan  dan  keselamatan kerja.
Untuk  mengetahui  bagaimana  pemenuhan  hak  tenaga  kerja  mengenai  perlindungan  Kesehatan  dan  Keselamatan  Kerja.  Penulis  khususnya  akan  melakukan  penelitian  di  Rumah  Sakit  Umum  PKU  Muhammadiyah  Delanggu.
Penulis memilih tempat penelitian di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah  Delanggu,  dikarenakan  saat  ini  Rumah  Sakit  tersebut  sudah  mulai  berkembang  dan memiliki banyak tenaga kerja.
Dan  juga  dikarenakan  Rumah  Sakit  Umum  PKU  Muhammadiyah  Delanggu  sedang  mengembangkan  pelayanan  kesehatan  dengan  memperbanyak  sub-sub  pelayanan  yang  ditangani  sehingga  bertambah  banyak  pula  resiko  bagi  para tenaga kerjanya.  Oleh karena itu  Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah  Delanggu memerlukan adanya pelaksanaan mengenai Kesehatan dan Keselamatan  Kerja untuk memenuhi hak bagi para tenaga kerja di Rumah Sakit Umum PKU  Muhammadiyah Delanggu.
Namun  dalam  peraturan  di  Rumah  Sakit  Umum  PKU  Muhammadiyah  Delanggu  belum  mempunyai  program  mengenai  Kesehatan  dan  Keselamatan  Kerja  yang  berarti  berdasarkan  Undang-Undang  No  13  tahun  2003  tentang  Ketenagaakerjaan,  Rumah  Sakit  Umum  PKU  Muhammadiyah  belum  memenuhi  hak  pekerja/  buruh  untuk  memperoleh  perlindungan  atas  Kesehatan  dan  Keselamatan Kerja.     Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian  dalam rangka penulisan skripsi dengan judul ”  PELAKSANAAN KESEHATAN  DAN  KESELAMATAN  KERJA  SEBAGAI  UPAYA  PEMENUHAN  HAK  TENAGA  KERJA  DI  RUMAH  SAKIT  UMUM  PKU  MUHAMMADIYAH  DELANGGU”.

 Skripsi Hukum: Pelaksanaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Tenaga Kerja

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi