BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Tenaga Kerja
Penggunaan teknologi maju sangat
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
secara luas, namun
tanpa disertai pengendalian
yang tepat akan dapat merugikan
manusia itu sendiri.
Penggunaan teknologi maju
tidak dapat dielakan,
terutama pada era
industrialisasi yang ditandai
adanya proses mekanisasi, elektrifikasi
dan modernisasi serta
transformasi globalisasi. Dalam keadaan
demikian penggunaan mesin-mesin,
pesawat, instalasi dan bahan-bahan berbahaya akan
terus meningkat sesuai
kebutuhan industrialisasi. Hal
tersebut disamping memberikan
kemudahan bagi suatu
proses produksi, entunya
efek samping yang
tidak dapat dielakan
adalah bertambahnya jumlah
ragam dan sumber
bahaya bagi pengguna
teknologi itu sendiri.
Disamping itu, faktor lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), proses
kerja tidak aman,
dan sistem kerja
yang semakin komplek
dan modern dapat menjadi ancaman
tersendiri bagi keselamatan dan kesehatan pekerja (Tarwaka,2008:1) Seperti yang disebutkan pada
Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,
salah satunya menyebutkan
bahwa setiap pekerja/buruh
mempunyai hak untuk
memperoleh pelindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja. Sehingga setiap persusahaan berdasarkan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mempunyai
kewajiban untuk memenuhi
hak setiap pekerja/buruh
mendapatkan perlindungan atas
kesehatan dan keselamatan kerja.
Dalam Undang-Undang
No 1 Tahun
1970, dijelaskan bahwa
dengan majunya industrialisasi, mekanisme,
modernisasi, maka dalam
kebanyakan hal berlangsung
pulalah peningkatan intensitas
kerja operasioanal para
pekerja, mesin-mesin, alat-alat,
pesawat-pesawat baru dan sebagainya serba pelik banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru
banyak di olah dan dipergunakan, bahan-bahan yang
mengandung racun, serta
cara-cara kerja yang
buruk, kekurangan ketrampilan
dan latihan kerja,
tidak adanya pengetahuan
tentang sumber bahaya
yang baru, senantiasa
merupakan sumber-sumber bahaya
dan penyakit-penyakit akibat
kerja. Maka dapatlah
dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja
yang maju dan tepat.
Perilaku manusia
dapat disimpulkan sebagai
refleksi kejiwaan untuk memberikan
respon terhadap situasi di luar dirinya. Perilaku kesehatan manuasia atau individu dipengaruhi oleh faktor dasar
yaitu faktor yang menjelaskan alasan atau
motivasi seseorang untuk berperilaku,
faktor pendukung adalah faktor yang merupakan pendukung
untuk berperilaku dan
faktor pendorong yaitu
faktor lingkungan yang
dominan dalam pembentukan
perilaku. Tenaga kerja
yang berperilaku sehat
akan menghidari risiko
terjadinya penyakit akibat
kerja dan kecelakaan kerja. Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan
suasana bekerja yang
aman, nyaman, dan
tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya.
Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada
setiap jenis bidang
pekerjaan tanpa kecuali.
Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi
risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat
melakukan pekerjaan (Zaenal
Abidin,Tri Wulan Tjiptono,Ishandono Dahlan, 2008:68-69).
Safety behaviour presents a
paradox to practitioners and researchers alike because, contrary to the assumption that
self-preservation overrides other motives (Maslow,
1970), careless behaviour
prevails during many
routine jobs, making safe behaviour an ongoing managerial
challenge. This is evident in the fact that failure
to use the
protective gear provided
at the workplace
accounts for about 40%
of work accidents and occupational disease. This statistic has not changed in more than 20 years despite ongoing efforts
(National Safety Council, 1999). More direct evidence
comes from a
recent study in
which systematic behaviour observations
by trained observers
in 423 workgroups
across industrial sectors indicated
an incidence rate
of 33.8% for
unsafe behaviour, using
criteria provided by line
managers and safety officials in each company (Zohar and Luria, 2005).
Unsafe behaviour associated
with potentially disastrous
consequences (e.g. plant-wide
damage due to
chemical or fire
hazards) was less
prevalent, though quite high,
averaging 21.7%. Clearly, therefore, safe behaviour in routine work poses managerial challenges (Dov Zohar
and Ido Erev, 2007:2).
Namun dalam pelaksanaanya masih
sulit untuk menerapkan kesehatan dan keselamatan kerja
di perusahaan, kesulitan
tersebut bisa disebabkan
oleh pekerja/buruh itu
sendiri yang ceroboh
dalam bekerja ataupun
perusahaan yang kurang
dalam memfasilitasi perlengkapan
alat pelindung diri
bagi para pekerja/buruhnya. Yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja.
Sekitar tahun 1930, muncul teori
dari HW Heinrich yang dikenal sebagai teori
“Domino Kecelakaan” yang mengatakan
bahwa sebagian besar kecelakaan kerja disebabkan
oleh factor manusia
(unsafe act). Dengan
munculnya teori ini maka,
keselamatan kerja tidak hanya diarahkan terhadap perbaikan kondisi yang tidak
aman, tetapi juga
diarahkan kepada pendekatan
dari segi manusia.
Unsafe act/tindakan tidak
aman dari segi
menusia dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti
latar belakang pendidikan,
pengetahuan, ketrampilan, psikologi
dan lain sebagainya (Affan Ahmad, 2000:15).
Dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan
Pasal 23 dinyatakan
bahwa upaya Kesehatan
dan Keselamatan Kerja
(K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit
penyakit atau mempunyai
karyawan paling sedikit 10
orang. Jika memperhatikan isi dari pasal
di atas maka jelaslah bahwa
rumah sakit termasuk
ke dalam kriteria
tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para
pelaku langsung yang
bekerja di rumah
sakit, tapi juga
terhadap pasien maupun
pengunjung rumah sakit.
Sehingga sudah seharusnya
pihak pengelola RS menerapkan
upaya-upaya K3 di rumah sakit.
Workers in
high-injury rate facilities
had more negative
perceptions of their job demands and workload pressures than
workers in low injury facilities.
Workers in
high injury rate
facilities also reported
more pain, more
burnout, poorer personal health
and less job satisfaction. Conversely, workers at facilities with low injury rates were more likely to
agree that their facility had enough staff to
provide good quality
care and did
indeed provide good
to excellent care (Annalee Yassi and Tina Hancock,
2005:34).
Tenaga kerja
yang bekerja dengan
tingkat resiko tinggi
(dalam hal kecelakaan
atau bahaya kerja)
mempunyai tekanan yang
lebih tinggi juga dibanding pekerja/buruh
yang bekerja dengan
tingkat resiko yang
lebih rendah.
Sehingga pekerja/buruh
yang bekerja dengan
tingkat resiko yang
lebih tinggi harus mempunyai perlindungan yang lebih dari
pada pekerja/buruh yang bekerja dengan tingkat
resiko yang lebih
rendah. Salah satunya
bekerja dirumah sakit yang
mempunyai resiko tinggi dalam hal kecelakaan atau bahaya kerja.
Salah satu potensi bahaya di
rumah sakit adalah penyakit infeksi. Penyakit infeksi
adalah penyakit yang
disebabkan oleh mikroba
patogen yang sangat dinamis.
Secara umum proses
terjadinya penyakit melibatkan
tiga faktor yang saling
berinteraksi yaitu : 1. Faktor penyebab
penyakit, yang sering disebut agen 2.
Faktor manusia yang sering disebut pejamu (host) 3. Faktor lingkungan. (Bety Bea Septiari,
2012:21) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
432/Menkes/SK/IV/2007. Bahaya Potensial di RS dapat mengakibatkan
penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan
jamur), faktor kimia
(antiseptik, gas anestasi),
faktor ergonom (cara
kerja yang salah), faktor fisika
(suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor psikososial (kerja bergilir, hubungan sesama
karyawan/atasan). Bahaya potensial yang dimungkinkan
ada di RS,
diantaranya adalah mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik, kimia/gas/karsinogen,
radiasi dan risiko hukum/keamanan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di
rumah sakit, umumnya berkaitan dengan faktor
biologik (kuman patogen yang umumnya
berasal dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestasi pada hati, faktor ergonomi (cara
duduk salah, cara mengangkat pasien salah), faktor
fisik dalam dosis
kecil yang terus
menerus (panas pada
kulit, tegangan tinggi
pada sistem reproduksi,
radiasi pada sistem
pemroduksi darah), faktor
psikologis (ketegangan di
kamar bedah,penerimaan pasien,
gawat darurat dan
bangsal penyakit jiwa).
Oleh karena itu
penulis merasa perlu
mengadakan penelitian bagaimana
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit sebagai upaya pemenuhan hak bagi para tenaga
kerja di rumah sakit.
Menyadari pentingnya
penerapan dan pelaksanaan
kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah
Sakit, penulis merasa
perlu melakukan penelitian apakah
kesehatan dan keselamatan
kerja sudah diatur
dan benar-benar dilaksanakan
di Rumah Sakit. Dan bagaimana manajemen pengaturan kesehatan dan keselamatan kerja untuk pemenuhan hak
tenaga kerja di rumah sakit tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang No 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai
hak tenaga kerja
salah satunya mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja.
Untuk mengetahui
bagaimana pemenuhan hak
tenaga kerja mengenai perlindungan
Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Penulis khususnya
akan melakukan penelitian
di Rumah Sakit
Umum PKU Muhammadiyah
Delanggu.
Penulis memilih tempat penelitian
di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu, dikarenakan
saat ini Rumah
Sakit tersebut sudah
mulai berkembang dan memiliki banyak tenaga kerja.
Dan juga
dikarenakan Rumah Sakit
Umum PKU Muhammadiyah Delanggu
sedang mengembangkan pelayanan
kesehatan dengan memperbanyak sub-sub
pelayanan yang ditangani
sehingga bertambah banyak
pula resiko bagi para
tenaga kerjanya. Oleh karena itu Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu memerlukan adanya pelaksanaan
mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja
untuk memenuhi hak bagi para tenaga kerja di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu.
Namun dalam
peraturan di Rumah
Sakit Umum PKU
Muhammadiyah Delanggu belum
mempunyai program mengenai
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
yang berarti berdasarkan
Undang-Undang No 13
tahun 2003 tentang Ketenagaakerjaan, Rumah
Sakit Umum PKU
Muhammadiyah belum memenuhi hak
pekerja/ buruh untuk
memperoleh perlindungan atas
Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Berdasarkan
hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka penulisan skripsi dengan judul
” PELAKSANAAN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA SEBAGAI
UPAYA PEMENUHAN HAK TENAGA KERJA
DI RUMAH SAKIT
UMUM PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU”.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Sebagai Upaya Pemenuhan Hak Tenaga Kerja
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi