BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Kajian Yuridis Tentang Pengelolaan Taman Kota Oleh Dinas Kebersihan Dan Pertamanan
Dewasa ini,
perkembangan masyarakat terus
mengalami pertumbuhan dan perkembangan dari waktu ke waktu. Hal tesebut, dapat dilihat dari angka jumlah penduduk di suatu negara yang terus meningkat dan
menuntut pemerintah negara untuk
selalu siap memenuhi segala sarana dan pemenuhan hidup rakyatnya baik masyarakat
pedesaan maupun masyarakat
perkotaan. Pertumbuhan penduduk yang
pesat tersebut memberi
implikasi pada tingginya
tekanan terhadap pemenuhan ruang terkait dengan semakin
sempitnya ruang untuk bergerak.
Indonesia sebagai
negara yang sedang
dan terus berusaha
melakukan pembangunan di
segala bidang kehidupan
dengan tujuan mencapai
masyarakat yang sejahtera.
Sebagai contoh, salah
satu tujuan pembangunan
nasional adalah untuk
mewujudkan suatu masyarakat
yang adil dan
makmur secara merata
baik secara materiil
maupun spiritual, dimana
pembangunan nasional merupakan pembangunan
manusia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Kota sebagai
pusat pertumbuhan, perkembangan,
dan perubahan serta pusat
berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum dan pertahanan keamanan
menempati kedudukan yang
sangat strategis dalam
tatanan nasional kita
(Tim Evaluasi Hukum,
2007:1). Sehingga, sebagai
tempat berkumpulnya penduduk cepat mengalami perkembangan arena
mempunyai daya tarik tersendiri bagi penduduk
pedesaan perkembangan kota
ini akan lebih cepat
bila didukung oleh
potensi alamiah dari
kota itu. Kota
juga merupakan lingkungan
dengan tingkat aktifitas
yang tinggi sebagai
pusat dari aktifitas masyarakat
seperti pada bidang
industri, perdagangan, pendidikan,
dan jasa kualitas
lingkungan kota sering
kali tercemar oleh
aktifitas masyarakat. Terjadinya
pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran tanah adalah
bentuk dampak yang ditimbulkan oleh tingginya
tingkat aktifitas masyarakat tersebut. Berbagai cara telah dilakukan untuk
meminimalkan dampak terhadap
lingkungan dengan pembangunan
ruang terbuka hijau.
Akibat dari meningkatnya
aktifitas yang tinggi tidak dapat
dipungkiri jika kualitas ruang kota kita
semakin menurun dan masih jauh dari standar minimum sebuah kota yang nyaman terutama pada
penciptaan maupun pemanfaatan ruang terbuka yang
kurang memadai. Penurunan
kualitas yang terjadi
antara lain disebabkan
kurangnya penataan dan
perawatan pedestrian atau
pejalan kaki, perubahan
fungsi taman hijau,
atau telah menjadi
tempat mangkal aktifitas tertentu
yang mengganggu kenyamanan
warga kota lain
untuk menikmatinya.
Demikian halnya dengan Kota Surakarta yang berkewajiban mengelola
aset kota agar dapat lebih produktif dan
efisien. Sehingga dapat mamberikan dampak yang positif
dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat demi menciptakan
kualitas tata ruang kota yang
memadai di kota ini.
Hal ini terlihat dari tantangan
yang terjadi terutama semakin meningkatnya permasalahan-permasalahan di
perkotaan. Masalah-masalah tersebut
antara lain semakin
meningkatnya permasalahan banjir
dan longsor, meningkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan,
masalah pemukiman kumuh, semakin menumpuknya
limbah padat maupun limbah cair yang mengalir tidak terkendali, berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau
di kawasan perkotaan, serta belum terpecahkannya masalah
ketidakseimbangan
perkembangan antar wilayah (Hasni, 2008:21).
Pembangunan merupakan upaya sadar
yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai kebutuhan
yang lebih baik.
Hakikat pembangunan adalah
bagaimana agar kehidupan
hari depan lebih
baik dari hari
ini. Namun demikian,
tidak dipungkiri bahwa
pembangunan akan selalu
bersentuhan dengan lingkungan (Supriadi,
2010:38). Pembangunan tidak
akan pernah berhenti
dilakukan untuk membangun
suatu kota, sehingga
kota terus tumbuh
dari yang awal
mulanya merupakan kota
kecil dengan minim
infrastruktur dan fasilitas
lainnya dan kemudian berkembang menjadi kota besar dan
terus berkembang. Alasan utama mengapa substansi hukum penataan ruang atau
kebijakan penataan ruang sangan erat kaitannya
dengan sisten pembangunan
nasional adalah, dalam
pemanfaatan ruang penyusunan
dan pelaksanaan program
pembiayaannya merupakan strategi sekaligus instrumen utama pemerintah untuk
mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai
dengan rencana tata
ruang, baik wilayah
nasional maupun dalam wilayah
daerah (Herman Hermit, 2008:15).
Penataan Ruang Kota Surakarta didasarkan pada Undang-Undang Nomor
26
Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yang
didalamnya mengatur mengenai ketentuan
pelaksanaan penataan tata
ruang wilayah kota.
Pelaksanaan dari penataan
ruang ini diperlukan
kebijakan pengendalian lingkungan
hidup yang mengupayakan adanya Ruang Terbuka
Hijau. Ruang terbuka hijau saat ini sangat diperlukan demi menjaga keseimbangan kualitas
lingkungan dalam suatu daerah khususnya
pada daerah perkotaan yang memiliki berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah penataan ruang yang begitu
kompleks.
Ruang terbuka
hijau pada dasarnya
merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan
penataan ruang kota
yang antara lain
berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota dan paru-paru
kota. Salah satu jenis ruang terbuka hijau adalah
hutan kota. Untuk
membentuk suatu ruang
terbuka hijau didahului dengan
perencanaan ruang terbuka
hijau yang didasarkan
pada pertimbangan dapat terwujudnya keseimbangan, keserasian,
dan keselamatan bangunan gedung dengan
lingkungan di sekitarnya, serta
mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung
dan ruang terbuka
hijau yang seimbang,
serasi, dan selaras dengan
lingkungan di sekitarnya.
Sebagai bagian dari
rencana tata ruang,
maka kedudukan ruang terbuka
hijau akan menjadi penentu keseimbangan lingkungan hidup dan lingkungan binaan karena ruang terbuka
hijau merupakan paru -paru kota.
Perencanaan ruang terbuka hijau
yang memperhatikan segala aspek telah menciptakan suatu
evolusi baru terhadap
pengendalian lingkungan. Tingginya pengaruh
ruang terbuka hijau
terhadap pengendalian kualitas
lingkungan menambah kebutuhan
masyarakat terhadap ruang terbuka hijau ini. Ruang terbuka hijau
dianggap mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat perkotaan
dalam hal menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik.
Perkembangan penataan ruang
diberbagai wilayah di
Indonesia yang muncul
terkait adanya kebijakan
otonomi daerah menurut
Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, yang
telah memberikan wewenang
kepada daerah untuk
menyelenggarakan penataan ruang
yang mencakup kegiatan
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan
dan pengawasan penataan
ruang, didasarkan pada
pendekatan administratif dan
dengan tingkat pemanfaatan
ruang yang berbeda.
Dengan kewenangan sebagai
pelaksanaan kebijakan otonomi
daerah tersebut, daerah
juga memiliki kewenangan
untuk mengelola sumber
daya yang tersedia
di wilayah dan
bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, sehingga jelas
bahwa menjaga keseimbangan
kualitas lingk ungan juga memerlukan
perhatian khusus dan serius oleh daerah.
Kota Surakarta
merupakan salah satu
kota besar di
Jawa Tengah yang menunjang kota-kota
lainnya seperti Semarang
maupun Yogyakarta. Wilayah Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “Kota
Solo” merupakan dataran rendah dengan
ketinggian ± 92 m dari permukaan laut. Kota
Solo berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten Boyolali, sebelah timur
dengan Kabupaten Karanganyar, sebelah selatan
dengan Kabupaten Sukoharjo
dan di sebelah
Barat dengan Kabupaten
Sukoharjo. Luas wilayah
Kota Surakarta mencapai
44,04 km² yang terbagi
dalam 5 kecamatan, yaitu: Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari. Jumlah penduduk di
Surakarta pada tahun 2011 sebanyak 501.650 jiwa (Surakarta Dalam Angka Tahun
2011).
Kota Surakarta
mempunyai beberapa Ruang
Terbuka Hijau publik
yang bisa dimanfaatkan
keberadaannya, seperti Taman
Balekambang, Taman Banjarsari, Taman Air Tirtonadi, Taman
Sekartaji, Taman Satwa Taru Jurug, dan Taman
Urban Forest III di wilayah Pucangsawit. Penyediaan ruang terbuka hijau merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
mana diwajibkan luas
ruang terbuka hijau
minimal 30% dari
luas wilayah perkotaan.
Rencana Ruang Terbuka
Hijau Kota Surakarta
yang akan dibangun dalam bentuk taman seluas 357 hektare
(ha), ruang terbuka hijau dalam bentuk
Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 50 ha, ruang terbuka hijau dalam bentuk
sempadan rel kereta
api seluas 73
ha dengan sebaran
di beberapa kecamatan. Juga terdapat Ruang Terbuka
Non Hijau (RTNH) di Kota Surakarta seluas
7 ha yang
tersebar di seluruh
kawasan kecamatan. Pembangunan
ruang terbuka hijau
ini melibatkan Dinas
Kebersihan dan Pertamanan
(DKP), Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Badan Lingkungan
Hidup (BLH). Peran dinas-dinas ini diantaranya
menyediakan tanaman produktif
(http://news.imtelkom.
ac.id/tahun-2015-solo-menjadi- kota-dalam-kebun/ diakses tanggal 25 April
2013 pukul 22.31 WIB).
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang
bahwa proporsi ruang
terbuka hijau pada
wilayah kota paling
sedikit 30 persen
dari luas wilayah
kota. Alokasi proporsi
diharapkan dapat mengatasi dampak-dampak
negatif terkait kerusakan
lingkungan. Berdasarkan data
yang telah dihimpun, Ruang Terbuka Hijau Kota Solo baru mencapai
12% dari target 30%. Alokasi anggaran
yang dikucurkan untuk penambahan ruang terbuka hijau di Kota Bengawan tahun ini dinilai belum mampu
mencapai target ruang terbuka hijau.
Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup (PKLH) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Solo, Luluk Nurhayati,
menjelaskan tahun ini terdapat sejumlah kawasan
yang bakal disasar
untuk menambah ruang
terbuka hijau di Kota Bengawan
(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/ 2013/04/20/153698/RTH-di-Solo-Baru-Mencapai-12-Persen diakses
tanggal 25 April 2013 pukul 00.12 WIB).
Skripsi Hukum: Kajian Yuridis Tentang Pengelolaan Taman Kota Oleh Dinas Kebersihan Dan Pertamanan
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi