Jumat, 05 Desember 2014

Skripsi Hukum: Kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi oleh komisi pemberantasan korupsi

   BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah .
Skripsi Hukum: Kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi oleh komisi pemberantasan korupsi
Kelangsungan  dan  keberhasilan  pembangunan  nasional  sangat  tergantung  pada  berbagai  macam  faktor.  Di  bidang  hukum  misalnya  faktor  yang  sangat  dominan  bagi  keberhasilan  pembangunan  hukum  di  Indonesia  adalah adanya kepastian hukum yang mampu mengayomi masyarakat.

Dalam  suatu  pembangunan  itu  terdapat  unsur  pembaharuan  dan  juga  terdapat  unsur  yang  bersifat  negatif.  Hal  ini  disebabkan  karena  masyarakat  Indonesia  adalah  masyarakat  yang  heterogen  sehingga  terdapat  pula  bermacam-macam kepentingan dan seringkalikepentingan  yang satu dengan  yang  lain  bertentangan. Dengan  adanya  masalah  tersebut,  maka  tindak  kejahatan  di  Indonesia  semakin  meningkat  baik  itu  yang  dilakukan  secara  individu ataupun kelompok. Kejahatan  yang dilakukan semakin berkembang  seiring dengan perkembangan jaman.
Pembangunan  Nasional  bertujuan  mewujudkan  manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera,  dan  tertib  berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  1945.  Untuk  mewujudkan masyarakat Indonesiayang adil, makmur, dan sejahtera tersebut,  perlu  secara  terus  menerus  ditingkatkan  usaha-usaha  pencegahan  dan  pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada  khususnya.
Bangsa  Indonesia  yang  sedang  giat  dalam  melaksanakan  reformasi  pembangunan  sangat  membutuhkan  suatu  kondisi  yang  dapat  mendukung  terciptanya  tujuan  pembangunan  nasional  yaitu  masyarakat  yang  adil  dan  makmur berdasarkan Pancasila. Salah satu kondisi tersebut adalah penegakan  supremasi  hukum  yang  merupakan  syarat  mutlak  bagi  kelangsungan  dan  berhasilnya pelaksanaan pembangunan nasional sesuai dengan jiwa reformasi.
Untuk  mewujudkan  hal  tersebut  perlu  ditingkatkan  usaha-usaha  untuk     memelihara  ketertiban,  keamanan,  kedamaian  dan  kepastian  hukum  yang  mampu mengayomi masyarakat Indonesia.
Bangsa  Indonesia  telah  ikut  aktif  dalam  upaya  masyarakat  internasional  untuk  pencegahan  dan  pemberantasan  tindak  pidana  korupsi  dengan telah menandatangani United Nations Convention Against Corruption,  2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) Korupsi  merupakan salah  satu  masalah  terbesar  yang  dihadapi  oleh  Indonesia dewasa ini. Setiap penguasa baru pada awalnya selalu menjanjikan  akan  melakukan  tindakan  hukum  yang  tegas  terhadap  para  koruptor.
Termasuk  dalam  hal  ini  adalah  penguasa  baru  Indoensia.  Umumnya  janji  tersebut  tidak  pernah  dilaksanakan  dan  dipenuhi  secara  sungguh-sungguh.
Namun  janji-janji  serupa  yang  dibuat  oleh  penguasa,  tetap  disambut  dengan  satu  harapan  bahwa  janji  disebut  dapat  dilaksanakan  secara  serius.  Meski  upaya pemberantasan korupsi semakin meningkat dalam tahun-tahun terakhir,  harus  diakui  belum  terlihat  tanda-tanda  yang  menyakinkan  bahwa  masalah  korupsi dapat segera diatasi. Indonesia masih tetap termasuk dalam peringkat  lima Negara tertinggi tingkat korupsinya di seluruh dunia.
Usaha pemberantasan korupsi jelas tidak mudah. Kesulitan itu terlihat  semakin  rumit,  karena  korupsi  kelihatan  benar-benar  telah  menjadi  budaya  pada  berbagai  level  masyarakat.  Meski  demikian,  berbagai  upaya  tetap  dilakukan,sehingga secara bertahap korupsi setidak-tidaknya bisa dikurangi,  jika tidak dilenyapkan sama sekali.
Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  1999  tentang  Pemberantasan  Tindak Pidana Korupsi memuat ketentuan pembuktian yang menyimpang dari  ketentuan  pembuktian  perkara  pidana  biasa.  Ketentuan-ketentuan  tersebut  adalah :     1.  Untuk  kepentingan  penyidikan,  tersangka  wajib  memberi  keterangan  tentang  seluruh  harta  bendanya  dan  harta  benda  isteri  atau  suami,  anak,  dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang  diduga  mempunyai  hubungan  dengan  tindak  pidana  korupsi  yang  dilakukan tersangka (Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Jo  Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
2.  Untuk  kepentingan  penyidikan,  penuntutan,  atau  pemeriksaan  di  sidang  pengadilan,  penyidik,  penuntut  umum,  atau  hakim  berwenang  meminta  keterangan  kepada  bank  tentang  keadaan  keuangan  tersangka  atau  terdakwa. Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksudkan  dalam  ayat  (1)  diajukan  kepada  Gubernur  BankIndonesia  sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku.  Gubernur  Bank  Indonesia  berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam  ayat  (2)  dalam  waktu  selambat-lambatnya  3  (tiga)  hari  kerja,  terhitung  sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap (Pasal 29 ayat (1) jo.
ayat  (2)dan  (3)  Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  1999 Jo  UndangUndang No. 20 Tahun 2001).
3.  Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk  memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwayang diduga  hasil  korupsi.  Dalam  hal  hasil  pemeriksaan  terhadap  tersangka  atau  terdakwa  tidak  diperoleh  bukti  yang  cukup,  atas  permintaan  penyidik,  penuntut  umum,  atau  hakim,  bank  pada  hari  itu  juga  mencabut  pemblokiran  (Pasal  29  ayat  (4)  jo.  ayat  (5)  Undang-Undang  Nomor  31  Tahun 1999Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
4.  Penyidik  berhak  membuka,  memeriksa  dan  menyita  surat  dan  kiriman  melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai  hubungan  dengan  perkara  tindak  pidana  korupsi  yang  sedang  diperiksa     (Pasal 30 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Jo Undang-Undang No.
20 Tahun 2001).
5.  Setiap  orang  wajib  memberi  keterangan  sebagai  saksi  atau  ahli,  kecuali  ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, isteri atau suami, anakdan cucu  dari  terdakwa.  Orang  yang  dibebaskan  sebagai  saksi  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1),  dapat  diperiksa  sebagai  saksi  apabila  mereka  menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa (Pasal 35 ayat (1)  jo.  ayat  (2)  Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  1999 Jo  Undang-Undang  No. 20 Tahun 2001).
6.  Kewajiban  memberi  kesaksian  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  35  berlaku  juga  terhadap  mereka  yang  menurut  pekerjaan,  harkat  dan  martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas  agama  yang  menurut  keyakinannya  harus  menyimpan  rahasia  (Pasal  36  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Jo Undang-Undang No. 20 Tahun  2001).
7.  Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan  tindak pidana korupsi (Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun  1999Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
8.  Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak  pidana korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yang  menguntungkan  baginya  (Pasal  36  ayat  (2)  Undang-Undang  Nomor  31  Tahun 1999Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
9.  Terdakwa wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan  harta  benda  isteri  atau  suami,  anak,  dan  harta  benda  setiap  orang  atau  korporasi  yang  diduga  mempunyai  hubungan  dengan  perkara  yang  bersangkutan (Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999Jo  Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
   10. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaannya yang  tidak  seimbang  dengan  penghasilannya  atau  sumber  penambahan  kekayaannya,  maka  keterangan  tersebut  dapat  dipergunakan  untuk  memperkuat alat bukti  yang sudah  ada bahwa terdakwa telah melakukan  tindak pidana korupsi (Pasal 37 ayat (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun  1999Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
11. Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang  pengadilan  tanpa  alasan  yang  sah  maka  perkara  dapat  diperiksa  dan  diputus tanpa kehadirannya (Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31  Tahun 1999Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  (UU  No.  30  Tahun  2002)  mengamanatkan  pembentukan  Komisi  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  (KPK)  dan  Pengadilan  Khusus  Korupsi.  Pembentukan  dua  institusi  ini  merupakan  salah  satu  upaya  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  dan  legislative  dalam  pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun, dalam pelaksanaannya ternyata  tidak  semudah  yang  tertulis  dalam  peraturan  perundang-undangan.  Karena  dalam  praktek,  baik  yang  sudah  terjadi  atau  baru  diprediksikan  akan  terjadi,  ternyata pelaksanaan kerja KPK dan terbentuknya Pengadilan Khusus Korupsi  terbentur  banyak  permasalahan.  Permasalahan  tersebut  antara  lain  adalah  hubungan kordinasi  antara  KPK  dengan  pihak  Kepolisian  dan  Kejaksaaan  sebagai sub sistemdari Peradilan Pidana Terpadu dan juga tugas dan peranan  KPK itu sendiri sebagai “super body”.
Dalam rangka membangun kembali kepercayaan publikterhadap peran  dan citra lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum seperti Kepolisian,  Kejaksaan  dan  Komisi  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi,  maka  salah     satu  mekanisme  dalam  sub  sistem  peradilan  pidana  yaitu  penyidikan  dan  penuntutan, perlu untuk diberdayakan secara lebih optimal.
Komisi  Pemberantasan  Korupsi  atau  disingkat  menjadi  KPK  merupakan suatu komisi khusus  yang dasar pendiriannya diatur dalam Pasal  43  Undang-Undang  Nomor  31  Tahun  1999  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  (UU  No.  31/1999)  dan  secara  lebih  dalam  diatur  dalam  UU  No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berawal  dari  permasalahan  tersebut,  penulis  sangat  tertarik  mengangkat mengenai  kebijakan  penanggulangan tindak  pidana  korupsi  dikaitkan  dengan  kinerja  KPK  sebagai  badan  khusus  yang  menangani  kasus  tindak  pidana  korupsi.  Untuk  itu  penulis  mengangkatnya  dalam  sebuah  Penulisan  Hukum   dengan  judul  :  “ KEBIJAKAN  PENANGGULANGAN  TINDAK  PIDANA  KORUPSI  OLEH KOMISI  PEMBERANTASAN  KORUPSI”.
B.  Rumusan Masalah .
Dalam  hal  mempelajari hukum dan  kebijakan  sangatlah  luas  baik  permasalahan  maupun  lingkupnya  yang  sangat  menarik  untuk  dikaji  antara  lain  proses  pembuatan  kebijakan,  metodologi  analis  kebijakan,  tipe  model  kebijakan  begitu  juga  mengenai  aspek  ilmu  hukum  dan  lain  sebagainya.
Namun  dalam  rangka  penulisan  hukum,  penulis  ingin  memfokuskan  permaslaahan penelitian sebagai berikut :.
1.  Bagaimana kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi oleh KPK di  Indonesia?.
2.  Apa hambatan yuridis dalam penanggulangan tindak pidana korupsi oleh  KPK ? .
   C. Tujuan Penelitian .
Suatu  penelitian  pasti  mempunyai  tujuan  yang  hendak  dicapai.  Dari  sudut tujuan penelitian ini adalah untuk :.
1.  Tujuan Obyektif .
a.  Untuk  mengetahui kebijakan penanggulangan  tindak  pidana  korupsi  oleh KPK di Indonesia.
b.  Untuk  mengetahui  hambatan yuridis dalam  penanggulangan  tindak  pidana korupsi oleh KPK.
2.  Tujuan Subyektif .
a.  Untuk menambah pengetahuan dan  wacana dalam aspek hukum baik  secara teori maupun di lapangan.
b.  Untukmemperoleh data  yang lengkap dan jelas sebagai bahan untuk  menyusun penulisan hukum sebagai persyaratan dalam mencapai galar  kesarjanaan  dibidang  ilmu  hukum  di  Fakultas  Hukum  Universitas  Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum dan  sistem hukum di Indonesia, dalam hal ini kaitannya dengan kebijakan  penanggulangan tindak pidana korupsi oleh KPK sampai saat ini.
b.  Memperkaya  referensi  penelitian  khususnya  tentang  kajian  mengenai  penanggulangan tindak pidana korupsi oleh KPK di Indonesia.
2.  Manfaat Praktis .
a.  Dengan  memperoleh  deskripsi  dan  penjelasan  yang  komprehensif  tentang kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi oleh KPK di  Indonesia.      b.  Menambah  perbendaharaan  khasanah  kepustakaan  yang  berhubungan  dengan penelitian dibidang hukum dan merupakan aspek pemahaman  mengenai kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi oleh KPK.

 Skripsi Hukum: Kebijakan penanggulangan tindak pidana korupsi oleh komisi pemberantasan korupsi

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi