BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Kebijakan Perizinan Minimarket Di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011
Petumbuhan ekonomi Indonesia yang
baik membuka peluang usaha
disegala sektor menjadi
berkembang termasuk di
bidang perdagangan dan pertokoan. Pusat perbelanjaan dan toko modern
seperti minimarket, supermaket,
departemen store, hypermarket, mall, plaza dan shopping
centre yang menjamur
menjadi salah satu
indikator berkembangnya perekonomian negara ini.Perkembangan positif ini
harus disambut dengan
baik karena dapat
meningkatkan derajat kehidupan masyarakat Indonesia itu sendiri.
Pertumbuhan pusat
perbelanjaan dan toko
modern tidak hanya terjadi diibukota
dan kota-kota besar
saja, tapi pertumbuhannya sudah sampai kedaerah-daerah, seperti
halnya toko modern
yang berbentuk minimarket.
Perkembangannya tidak hanya
dikota atau kabupaten
saja tetapi sudah
sampai tingkat kecamatan.Lokasinya pun di tempat-tempat strategis dan ada yang yang berdekatan dengan
pasar tradisional. Sebagai toko modern,
minimarket yang melakukan
penjualan barang-barang kebutuhan
sehari-hari secara eceran
langsung kepada konsumen
dengan cara pelayanan mandiri
(swalayan) ada yang beroperasi 24 jam.
Dilain sisi,
menurut M. Fuad
usaha kecil memegang
peranan penting dalam
pembangunan
nasional.Pengalaman di beberapa
negara maju (Amerika, Inggris,
Jepang dan lain sebagainya) menunjukan bahwa komunitas usaha kecil memberikan kontribusi
yang perlu diperhitungkan dibidang produksi,
pajak, penyedia lapangan
kerja dan lain sebagainya.Seringkali usaha
kecil muncul gagasan-gagasan baru
yang merupakan terobosan
penting dalam kondisi
perekonomian yang tidak menguntungkan (Moch.
Najib Imanullah dan
Munawar Kholil, 2004:1088).
Menurut Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil, dalam pasal 5 ayat (1) menyebutkan
bahwa : 1. Memiliki kekayaan
bersih paling banyak
Rp 200.000.00,00-, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; 2.
Memiliki hasil hasil penjualan Rp 1.000.000.000,00-; 3. Milik warga negara Indonesia; dan 4. Berdiri
sendiri, bukan merupakan
anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau
berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah
dan usaha besar.
Ada kajian yang menyebut bahwa
pasar tradisionalkini mengalami ancaman serius
dari masifnya penetrasi
dan ekspansi pusat
perbelanjaan dan retail
modern.Studi UGM mengkonfirmasi menurunnya
omset pedagang di
pasar tradisional maupun
toko-toko lokal.Secara umum terdesaknya pedagang
pasar tradisional atau
pembinis retail lokal
di antaranya dalam
penurunan omset penjualan.
Penelitian ini menemukan penurunan
rata-rata sebesar -5,9%, namun
penurunan yang lebih
besar dialami oleh
kelompok pedagang dengan asset
antara Rp. 5-15
juta, Rp.
15-25 juta
dan di atas
Rp. 25 juta, yang
masing-masing mengalami penurunan
sebesar -14,6%, -11% dan -20,5%.
Berdasarkan kewilayahan, penurunan omset tertinggi dialami oleh
pedagang di kota Yogyakarta dan kabupaten Sleman,
masing-masing sebesar -25,5% dan -22,9%. Lebih khusus, penelitian ini juga menemukan bahwa
yang paling terkena dampak adalah mereka
yang pasokan dagangannya
berasal dari industri/pabrikan dan lokasinya berdekatan dengan toko
modern.Sementara pedagang yang lebih
banyak menjual barang mentah atau produk pertanian atau industri desa cenderung tidak separah kelompok di atas.
Penelitian ini mengungkap bahwa pedagang
pasar tradisional yang menjual produk pabrikan sebesar 34%,
produk pabrikan dan produk
desa sebesar 18%,
produk impor 3% dan
produk desa sebesar 45%.
Pada tingkat
nasional, saat ini 28 ritel
modern utama menguasai 31%
pangsa pasar ritel
dengan total omset
sekitar Rp. 70,5
trilyun. Ini artinya bahwa satu perusahaan rata-rata
menikmati Rp. 2,5 trilyun omset ritel/tahun atau
Rp. 208,3 milyar/bulan.
Padahal kalau ditelusuri
omset ritel modern
tersebut terkonsentrasi pada
10 ritel inti,
yakni minimarket Indomaret
dan Alfamart (83,8%),
supermarket Hero, Carrefour, Superindo,
Foodmart, Yogya dan
Ramayana (75%) dan hypermarket Carrefour (48,7%), Hypermart (22%), Giant
(17,7%), Makro (9,5%) dan Indrogrosir
(1,9%).Hal ini kontras dengan ritel tradisional yang memiliki total omset sebesar Rp. 156,9 trilyun namun
dibagi kepada sebanyak 17,1 juta
pedagang, yang 70%nya masuk kategori
informal. Dengan demikian satu
usaha pedagang tradisional rata-rata hanya menikmati omset sebesar Rp. 9,1
juta/tahun atau Rp.
764,6 ribu/bulan (http://tulisantugas.
blogspot.com/2011/04/artikel-jurnal-ekonomi-rakyat.html,
diakses tanggal 2 Maret 2013 Pukul 20.10
WIB).
Kondisi menjamurnya
pusat perbelanjaan dan
toko modern juga terjadi
di kabupaten Sukoharjo.Keberadaan toko
modern khusus minimarket
di Sukoharjo tidak dapat
terhindarkan lagi.Minimarket dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja, tetapi
minimarket juga perlu
mendapatkan perhatian yang
cukup serius dari regulator setempat. Pasalnya, keberadaan
minimarket ada yang tidak sesuai dengan
peraturan seperti di Kateguhan Rt. 01 Rw. 01, Kateguhan, Tawangsari
yang jaraknya dengan
minimarket yang lain
dan pasar tradisional
tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah Nomor
3 Tahun 2011 tentang Penataan
dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern Pasal 5 ayat (3) huruf a, yang
berbunyi : “jarak lokasi pendirian toko
modern dengan pasar
tradisional paling dekat
1000m (seribu meter)kecuali di
kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi”
dan huruf b,
yang berbunyi :
“jarak lokasi pendirian
toko modern satu
dengan toko modern
lainnya paling dekat 1000m (seribu meter)
kecuali di kawasanstrategis untuk
kepentingan pertumbuhan ekonomi”.
Selain jarak, minimarket yang buka selama 24 jam seperti di jalan raya Telukan no. 52, desa Telukan, kecamatan
Grogol ternyata tidak sesuai dengan
Pasal 16 ayat (1) yang berbunyi : 1.
Untuk hari Senin
sampai dengan Jumat,
pukul 10.00 sampai
dengan pukul 22.00 WIB; dan 2. Untuk hari Sabtu dan Minggu, pukul 10.00
sampai dengan pukul 23.00 WIB.
Keberadaan minimarket
yang tidak sesuai
dengan Perda dan mengancam keberadaan
pasar tradisional serta
para pengusaha kecil menarik
perhatian Penulis untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam yang akan
dituangkan dalam bentuk
penulisan hukum yang
berjudul: “KEBIJAKAN
PERIZINAN MINIMARKET DI
KABUPATEN SUKOHARJO BERDASARKAN
PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011”.
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Bagaimana pelaksanaan perizinan minimarket di
Kabupaten Sukoharjo berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011?.
2. Apakah
yang menjadi kendala
dalam pelaksanaan perizinan minimarket di Kabupaten Sukoharjo ?.
C. TUJUAN PENELITIAN.
Tujuan dari penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengkaji perlaksanaan perizinan minimarket
di Kabupaten Sukoharjo.
b. Untuk
mendiskripsikan kendala dalam
pelaksanaan perizinan minimarket di Kabupaten Sukoharjo.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk
memenuhi syarat guna
meraih gelar kesarjanaan
dalam bidang ilmu hukum.
b. Untuk menambah pengetahuan
yang lebih lengkap dalam perizinan membuka
suatu usaha.
D. MANFAAT PENELITIAN.
Dalam sebuah penelitian tentunya
diharapkan adanya manfaat yang dapat
diperoleh antara lain:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan
ilmu hukum khususnya terkait dengan hukum perizinan.
b. Bagi
pemerintah daerah Kabupaten
Sukoharjo,penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengelolaan toko
modern.
2. Manfaat Praktis.
Hasil penelitian
ini dapat dipergunakan
untuk memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan dan
sebagai referensi bagi
para pihak yang
ingin meneliti permasalahan
yang sama khususnya
mengenai perizinan toko modern.
Skripsi Hukum: Kebijakan Perizinan Minimarket Di Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011
Download lengkap Versi PDF
Kami RAJA RAK INDONESIA menyediakan berbagai macam RAK, seperti RAK MINIMARKET, RAK TOKO, RAK SUPERMARKET dan RAK GUDANG. Website kami di : http://www.rajarakminimarket.com, http://www.rajaraksupermarket.com, http://www.rakgudangjakarta.com, Telp: 021-87786434
BalasHapus