Sabtu, 06 Desember 2014

Skripsi Hukum: Pelaksanaan independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman yang merdeka

  BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman yang merdeka
Eksistensi  hukum  di  negeri  ini  mendapat  sorotan  tajam  dalam  berbagai  kasus  dan  peristiwa  belakangan  ini.  Pandangan-pandangan  yang  muncul  dari  masyarakat  selalu  bernada  sumbang.  Hal  ini  dapat  dimaklumi,  karena  reputasi  aparatur  penegak  hukum,  entah  polisi,  jaksa,  maupun  hakim  yang  cenderung  buruk. Tidak saja karena kurangnya penguasaan terhadap hukum materiil maupun  formil,  namun  juga  profesionalitas  para  penegak  hukum  tersebut  dalam  menegakkan  hukum  yang  dianggap  masih  jauh  dari  kategori  baik.  Yang  sering  terjadi  adalah,  penyalahgunaan  wewenang  untuk  kepentingan  pribadi  (personal  gain),  korupsi,  baik  berupa  uang  atau  pemberian  fasilitas  lain  yang  dapat  mempengaruhi dalam ikhtiar penegakan hukum.

Korupsi  seolah  telah  menjadi,  hal  yang  wajar  dan  melekat  pada  institusi  penegak  hukum  di  negara  ini.  Dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  1945  setelah  perubahan  Pasal  1  ayat  (3)  menyatakan,  “  Negara  Indonesia  adalah  negara  hukum”.  Hal  ini  menjelaskan  bahwa  sebagai  negara  hukum  maka  segala  hal  yang  menyangkut  kehidupan  berbangsa  dan  bernegara  dengan segala permasalahannya diatur oleh hukum. Korupsi penegak hukum amat  membahayakan  bagi  kelangsungan  negara  hukum,  demokrasi,  dan  hak  asasi  manusia. Penegak hukum yang korup akan membuka lebar jalan kejahatan. Angka  kejahatan  yang  seharusnya  tereduksi  serendah  mungkin  berganti  menjadi   tetap  tumbuh,  bahkan  meningkat,  jauh  dari  ekspektasi  paling  minimal  sekalipun.
Korupsi  tidak  akan  pernah  menjadi  sesuatu  yang  menakutkan  di  negeri  ini.
Proyeksi teoretik bahwa pidana yang dijatuhkan akan menimbulkan efek jera, baik  bagi  pelaku  maupun  pada  masyarakat  (bahwa  korupsi  itu  tidak  enak,  karena  hukumannya begitu pahit) tidak akan tercapai.
Sangat ironis ketika beberapa waktu yang lalu, Heru Kisbandono hakim ad  hoc Pengadilan Tipikor Pontianak menggunakan kekuasaan untuk mengekstraksi  terdakwa  kasus  korupsi  APBD  Grobogan  demi  keuntungan  diri  dan  hakim  lain.
Belum  lagi  kasus  yang  menjerat  Wakil  Ketua  Pengadilan  Negeri  Bandung    Setyabudi  Tejocahyono.  Betapa  korupsi  telah  akut  menginfiltrasi  proses  penegakan  hukum  di  negara  ini,  terlebih  dalam  proses  peradilan.  Kinerja  hakim  sekali  lagi  menjadi  salah  satu  sorotan.  Bagaimana  bisa  seorang  yang  notabene  adalah hakim tipikor wilayah hukum lain dapat mempengaruhi putusan hakim di  wilayah hukum Pengadilan tertentu, terlebih lagi intervensi terhadap hakim yang  menangani  perkara  dengan  cara  memberikan  suap,  yang  pada  akhirnya  berpengaruh pada hasil putusan.
Terkait  dengan  permasalahan  diatas,  maka  yang  menjadi  pertanyaan  adalah bagaimana sebenarnya pelaksanaan independensi hakim dan sejauh mana  akuntabilitas  hakim  di  negara  ini.  Melihat  bahwa  pada  kenyataannya  banyak  gangguan  terhadap  independensi  hakim  itu  sendiri,  tidak  hanya  dari  lingkungan  eksternal institusi peradilan, namun juga  dari internal institusi peradilan tersebut.
Jelas bahwa kekuasaan kehakiman sebagai salah satu penegak hukum berhak dan  wajib  untuk  menegakkan  segala  aturan  ataupun  melakukan  tindakan  yang  dianggap perlu demi tegaknya keadilan.
Independensi kekuasaan kehakiman merupakan bagian dari prinsip negara  hukum yang demokratis, prinsip tersebut diperlukan untuk melindungi kekuasaan  kehakiman dari intervensi, bujukan, rayuan, paksaan maupun pengaruh lembaga,  teman  sejawat,  atasan  atau  pihak-pihak  lain,  sehingga  hakim  dalam  memutus  perkara hanya demi keadilan berdasarkan hukum, rasa keadilan dan hati nurani.
Kekuasaan  kehakiman  sendiri  diatur  dalam  Pasal  24  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  1945.  Dalam  Pasal  24  ayat  (1)  menyatakan  “kekuasaan  kehakiman  merupakan  kekuasaan  yang  merdeka  untuk  menyelenggarakan  peradilan  guna  menegakkan  hukum  dan  keadilan”.  Untuk  meyelenggarakan  peradilan  yang  seadil-adilnya  demi  menegakkan  hukum,  jelas  dibutuhkan adanya independensi.
Amandemen  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  1945  yang terjadi sebanyak empat kali pada tahun 1999 hingga tahun 2002  yang lalu  memiliki  pengaruh  yang  cukup  besar  pada  kekuasaan  kehakiman  di  Indonesia.
Namun perubahan ketentuan mengenai Kekuasaan Kehakiman saat ini dirasakan  tidak berdampak banyak perubahan kondisi peradilan, khususnya badan peradilan    yang  berada  dibawah  Mahkamah  Agung.  Kebebasan  lembaga  pengadilan,  kebebasan  hakim  sebagai  ketentuan  konstitusionil  yang  kemudian  digariskan  dalam perundang-undangan disebut sebagai salah satu aspek esensil, bahkan unsur  fundamental  dan  conditio  qua  non  dalam  negara  hukum  bagi  Indonesia  (Oemar  Seno  Adji.  1985:  251).  Dijabarkan  lebih  lanjut  oleh  Barda  Nawawi  Arief  mengenai  kekuasaan  kehakiman  ini  sangatlah  luas,  tidak  hanya  terbatas  pada  kekuasaan  mengadili,  namun  mencakup  kekuasaan  menegakkan  hukum  dalam  seluruh  proses  penegakan  hukum.  Hal  ini  mencakup  pula  pada  dataran  administratif, keuangan,  dan personilnya dalam segala proses penegakan  hukum  di negeri ini (Barda Nawawi Arief, 1999: 3).
Aspek  lain  dari  jaminan  independesi  kekuasaan  kehakiman  adalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban. Keberadaan akuntabilitas penting artinya  untuk  memastikan  bahwa  Independesi  kekuasaan  kehakiman  tidak  digunakan  untuk  hal-hal  lain  diluar  kepentingan  menegakkan  hukum  dan  keadilan,  hal  ini  menjadi salah satu parameter penting tentang terwujud atau tidaknya Independesi  kekuasaan  kehakiman  dalam  praktek  penegakan  hukum.  Bila  tidak  ada  mekanisme ini, maka lembaga peradilan akan menjadi lembaga yang tak tersentuh  (antouchable) atau bahkan menjadi tirani yudisial, yang pada akhirnya justru akan  merobohkan prinsip Independesi kekuasaan kehakiman itu sendiri. Akuntabilitas  sesungguhnya  untuk  menjaga  hakim  dan  pengadilan  dari  praktek-praktek  penyalahgunaan  kekuasaan  kehakiman  untuk  kepentingan  pribadi  dan/atau  kelompok  sehingga  dengan  demikian  akan  menegakkan  prinsip  Independensi  kekuasaan kehakiman itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan  penulisan  tentang  Pelaksanaan  Independensi  dan  Akuntabilitas  Kekuasaan  Kehakiman  Yang  Merdeka  (Studi  Terhadap  Kinerja  Hakim  Pengadilan  Tindak  Pidana Korupsi Semarang).
  B.  Rumusan Masalah.
Berangkat  dari  latar  belakang  yang  telah  diuraikan  sebelumnya,  penulis  menyusun  sebuah  rumusan  masalah  untuk  dikaji  dalam   pembahasan.  Adapun  rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :.
1.  Bagaimanakah  pelaksanaan  independensi  dan  akuntabilitas  hakim  di  Pengadilan Tipikor Semarang ?.
2.  Faktor-faktor  apakah  yang  mempengaruhi  independensi  hakim  dalam  melaksanakan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam lingkungan  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi?.
C.  Tujuan Penelitian.
Suatu  penelitian  harus  mempunyai  tujuan  yang  jelas  sehingga  dapat  memberikan  arah  dalam  pelaksanaan  penelitian  tersebut.  Adapun  tujuan  yang  ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :.
1.  Tujuan Obyektif.
a.  Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan independensi dan akuntabilitas  hakim  pengadilan  tindak  pidana  korupsi,  berdasarkan  kinerjanya  dalam  menangani perkara korupsi; dan.
b.  Untuk mengetahui  faktor  –  faktor yang dapat mempengaruhi independensi  hakim  dalam  melaksanakan  prinsip  kekuasaan  kehakiman  yang  merdeka  dalam lingkungan pengadilan tindak pidana korupsi.
2.  Tujuan Subyektif.
a.  Untuk  memperoleh  data-data  dan  informasi  yang  dibutuhkan  terkait  penyelesaian  skripsi  sebagai  salah  satu  syarat  untuk  mendapatkan  gelar  kesarjanaan  di  bidang  ilmu  hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas  Sebelas Maret Surakarta; dan.
b.  Untuk  menambah  dan  memperluas  wawasan  penulis  dalam  menerapkan  teori-teori dan pengetahuan yang telah diperoleh serta dapat memberikan  manfaat baik bagi penulis sendiri, maupun masyarakat pada umumnya.
  3.  Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat  yang diperoleh dari penulisan hukum ini adalah sebagai  berikut :.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Penelitian ini diharapkan membawa manfaat untuk  mengembangkan ilmu  pengetahuan  dalam  Hukum  Tata  Negara  khususnya  dalam  memberikan  sumbangan ilmu berkaitan dengan upaya pemerintah daerah terkait dengan  penanggulangan kemiskinan.
b.  Penelitian  ini  diharapkan  membawa  manfaat  untuk  dapat  memperkaya  referensi  dan  literatur  dalam  dunia  kepustakaan,  khususnya  mengenai  Pelaksanaan  Independensi  dan  Akuntabilitas  Kekuasaan  Kehakiman  di  Pengadilan Tipikor Semarang.
c.  Penelitian ini diharapkan membawa manfaat untuk  dapat dipakai sebagai  acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Memberikan  sumbangan  pemikiran  dalam  pelaksanaan  independensi  dan  akuntabilitas  hakim  dalam  penanganan  perkara  korupsi  di  Pengadilan  Tipikor Semarang.
b.  Hasil  penelitian  diharapkan  dapat  memberikan  masukan  kepada  semua  pihak  untuk  mempertimbangkan  terkait  pelaksanaan  independensi  dan  akuntabilitas hakim serta dapat dipakai sarana efektif dalam mempelajari  dan memahami ilmu hukum pada khususnya Hukum Tata Negara.

 Skripsi Hukum: Pelaksanaan independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman yang merdeka

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi