BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman yang merdeka
Eksistensi hukum
di negeri ini
mendapat sorotan tajam
dalam berbagai kasus
dan peristiwa belakangan
ini. Pandangan-pandangan yang
muncul dari masyarakat
selalu bernada sumbang.
Hal ini dapat
dimaklumi, karena reputasi aparatur
penegak hukum, entah
polisi, jaksa, maupun
hakim yang cenderung buruk. Tidak saja karena kurangnya penguasaan
terhadap hukum materiil maupun formil, namun
juga profesionalitas para
penegak hukum tersebut
dalam menegakkan hukum
yang dianggap masih
jauh dari kategori
baik. Yang sering terjadi
adalah, penyalahgunaan wewenang
untuk kepentingan pribadi
(personal gain), korupsi,
baik berupa uang
atau pemberian fasilitas
lain yang dapat mempengaruhi
dalam ikhtiar penegakan hukum.
Korupsi seolah
telah menjadi, hal
yang wajar dan
melekat pada institusi penegak
hukum di negara
ini. Dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
1945 setelah perubahan
Pasal 1 ayat
(3) menyatakan, “
Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Hal
ini menjelaskan bahwa
sebagai negara hukum
maka segala hal
yang menyangkut kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan segala permasalahannya diatur oleh
hukum. Korupsi penegak hukum amat membahayakan bagi
kelangsungan negara hukum,
demokrasi, dan hak
asasi manusia. Penegak hukum yang
korup akan membuka lebar jalan kejahatan. Angka kejahatan
yang seharusnya tereduksi
serendah mungkin berganti
menjadi tetap tumbuh,
bahkan meningkat, jauh
dari ekspektasi paling
minimal sekalipun.
Korupsi tidak
akan pernah menjadi
sesuatu yang menakutkan
di negeri ini.
Proyeksi teoretik bahwa pidana
yang dijatuhkan akan menimbulkan efek jera, baik bagi
pelaku maupun pada
masyarakat (bahwa korupsi
itu tidak enak,
karena hukumannya begitu pahit)
tidak akan tercapai.
Sangat ironis ketika beberapa
waktu yang lalu, Heru Kisbandono hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak menggunakan
kekuasaan untuk mengekstraksi terdakwa kasus
korupsi APBD Grobogan
demi keuntungan diri dan hakim
lain.
Belum lagi
kasus yang menjerat
Wakil Ketua Pengadilan
Negeri Bandung Setyabudi
Tejocahyono. Betapa korupsi
telah akut menginfiltrasi proses penegakan
hukum di negara
ini, terlebih dalam
proses peradilan. Kinerja
hakim sekali lagi
menjadi salah satu
sorotan. Bagaimana bisa
seorang yang notabene adalah hakim tipikor wilayah hukum lain dapat
mempengaruhi putusan hakim di wilayah
hukum Pengadilan tertentu, terlebih lagi intervensi terhadap hakim yang menangani
perkara dengan cara
memberikan suap, yang
pada akhirnya berpengaruh pada hasil putusan.
Terkait dengan
permasalahan diatas, maka
yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sebenarnya pelaksanaan
independensi hakim dan sejauh mana akuntabilitas hakim
di negara ini.
Melihat bahwa pada
kenyataannya banyak gangguan
terhadap independensi hakim
itu sendiri, tidak
hanya dari lingkungan eksternal institusi peradilan, namun juga dari internal institusi peradilan tersebut.
Jelas bahwa kekuasaan kehakiman
sebagai salah satu penegak hukum berhak dan wajib
untuk menegakkan segala
aturan ataupun melakukan
tindakan yang dianggap perlu demi tegaknya keadilan.
Independensi kekuasaan kehakiman
merupakan bagian dari prinsip negara hukum
yang demokratis, prinsip tersebut diperlukan untuk melindungi kekuasaan kehakiman dari intervensi, bujukan, rayuan,
paksaan maupun pengaruh lembaga, teman sejawat,
atasan atau pihak-pihak
lain, sehingga hakim
dalam memutus perkara hanya demi keadilan berdasarkan hukum,
rasa keadilan dan hati nurani.
Kekuasaan kehakiman
sendiri diatur dalam
Pasal 24 Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Dalam
Pasal 24 ayat
(1) menyatakan “kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum
dan keadilan”. Untuk meyelenggarakan peradilan
yang seadil-adilnya demi
menegakkan hukum, jelas dibutuhkan
adanya independensi.
Amandemen Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yang terjadi sebanyak empat kali pada tahun
1999 hingga tahun 2002 yang lalu memiliki
pengaruh yang cukup
besar pada kekuasaan
kehakiman di Indonesia.
Namun perubahan ketentuan
mengenai Kekuasaan Kehakiman saat ini dirasakan tidak berdampak banyak perubahan kondisi
peradilan, khususnya badan peradilan yang berada
dibawah Mahkamah Agung.
Kebebasan lembaga pengadilan, kebebasan
hakim sebagai ketentuan
konstitusionil yang kemudian
digariskan dalam
perundang-undangan disebut sebagai salah satu aspek esensil, bahkan unsur fundamental
dan conditio qua
non dalam negara
hukum bagi Indonesia
(Oemar Seno Adji.
1985: 251). Dijabarkan
lebih lanjut oleh
Barda Nawawi Arief mengenai kekuasaan
kehakiman ini sangatlah
luas, tidak hanya
terbatas pada kekuasaan
mengadili, namun mencakup
kekuasaan menegakkan hukum
dalam seluruh proses
penegakan hukum. Hal
ini mencakup pula
pada dataran administratif, keuangan, dan personilnya dalam segala proses
penegakan hukum di negeri ini (Barda Nawawi Arief, 1999: 3).
Aspek lain
dari jaminan independesi
kekuasaan kehakiman adalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban.
Keberadaan akuntabilitas penting artinya untuk
memastikan bahwa Independesi
kekuasaan kehakiman tidak
digunakan untuk hal-hal
lain diluar kepentingan
menegakkan hukum dan
keadilan, hal ini menjadi
salah satu parameter penting tentang terwujud atau tidaknya Independesi kekuasaan
kehakiman dalam praktek
penegakan hukum. Bila
tidak ada mekanisme ini, maka lembaga peradilan akan
menjadi lembaga yang tak tersentuh (antouchable)
atau bahkan menjadi tirani yudisial, yang pada akhirnya justru akan merobohkan prinsip Independesi kekuasaan
kehakiman itu sendiri. Akuntabilitas sesungguhnya untuk
menjaga hakim dan
pengadilan dari praktek-praktek penyalahgunaan
kekuasaan kehakiman untuk
kepentingan pribadi dan/atau kelompok
sehingga dengan demikian
akan menegakkan prinsip
Independensi kekuasaan kehakiman
itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan tentang
Pelaksanaan Independensi dan
Akuntabilitas Kekuasaan Kehakiman
Yang Merdeka (Studi
Terhadap Kinerja Hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang).
B. Rumusan Masalah.
Berangkat dari
latar belakang yang
telah diuraikan sebelumnya,
penulis menyusun sebuah
rumusan masalah untuk
dikaji dalam pembahasan.
Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah :.
1. Bagaimanakah
pelaksanaan independensi dan
akuntabilitas hakim di Pengadilan
Tipikor Semarang ?.
2. Faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi
independensi hakim dalam melaksanakan
prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam lingkungan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi?.
C. Tujuan Penelitian.
Suatu penelitian
harus mempunyai tujuan
yang jelas sehingga
dapat memberikan arah
dalam pelaksanaan penelitian
tersebut. Adapun tujuan
yang ingin dicapai melalui
penelitian ini adalah :.
1. Tujuan Obyektif.
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
independensi dan akuntabilitas hakim pengadilan
tindak pidana korupsi,
berdasarkan kinerjanya dalam menangani
perkara korupsi; dan.
b. Untuk mengetahui faktor
– faktor yang dapat mempengaruhi
independensi hakim dalam
melaksanakan prinsip kekuasaan
kehakiman yang merdeka dalam lingkungan pengadilan tindak pidana
korupsi.
2. Tujuan Subyektif.
a. Untuk
memperoleh data-data dan
informasi yang dibutuhkan
terkait penyelesaian skripsi
sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan
gelar kesarjanaan di
bidang ilmu hukum
pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Surakarta; dan.
b. Untuk
menambah dan memperluas
wawasan penulis dalam
menerapkan teori-teori dan
pengetahuan yang telah diperoleh serta dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri, maupun
masyarakat pada umumnya.
3. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Penelitian ini diharapkan membawa manfaat
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dalam Hukum Tata
Negara khususnya dalam
memberikan sumbangan ilmu
berkaitan dengan upaya pemerintah daerah terkait dengan penanggulangan kemiskinan.
b. Penelitian
ini diharapkan membawa
manfaat untuk dapat
memperkaya referensi dan
literatur dalam dunia
kepustakaan, khususnya mengenai Pelaksanaan
Independensi dan Akuntabilitas
Kekuasaan Kehakiman di Pengadilan
Tipikor Semarang.
c. Penelitian ini diharapkan membawa manfaat
untuk dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis
untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Memberikan
sumbangan pemikiran dalam
pelaksanaan independensi dan akuntabilitas hakim
dalam penanganan perkara
korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang.
b. Hasil
penelitian diharapkan dapat
memberikan masukan kepada
semua pihak untuk
mempertimbangkan terkait pelaksanaan
independensi dan akuntabilitas hakim serta dapat dipakai sarana
efektif dalam mempelajari dan memahami
ilmu hukum pada khususnya Hukum Tata Negara.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan independensi dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman yang merdeka
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi