BAB I.
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Oleh Badan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
1945 telah beberapa
kali diamandemen, namun
belum banyak pihak
yang memperhatikan kajian
atas konstitusi yang
bersinggungan dengan permasalahan lingkungan hidup, padahal hasil dari perubahan tersebut sangat dinantikan karena memberikan harapan
dan jaminan konstitusi
atas keberlangsungan lingkungan
di alam khatulistiwa.
Adapun norma yang merupakan kunci dari peraturan mengenai
lingkungan terdapat pada Pasal 28H ayat
(1) yang berbunyi : “Setiap orang
berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Selain itu peraturan mengenai
lingkungan hidup juga tertera dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi : “Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Berdasarkan kedua
Pasal di atas
maka sudah jelas
bahwa Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
1945 juga telah
mengakomodasi perlindungan konstitusi
(constitutional protection) baik
terhadap warga negaranya
untuk memperoleh lingkungan
hidup yang memadai
maupun jaminan terjaganya
tatanan lingkungan hidup
yang lestari atas
dampak negatif dari
aktivitas perekonomian nasional.
Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa setiap warga negara berhak dan
memperoleh jaminan konstitusi
(constitutional guranteee) untuk
hidup dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan
sehat untuk tumbuh dan berkembang.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 angka (2) UU No. 32
Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial,
dan budaya perlu
dilakukan berdasarkan prinsip
kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan
penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan,
sehingga lingkungan hidup
Indonesia harus dilindungi
dan dikelola dengan
baik berdasarkan asas
tanggung jawab negara,
asas keberlanjutan, dan
asas keadilan. Selain
itu di dalam
pengelolaan dan perlindungan
lingkungan perlu diadakan
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan dapat diartikan sebagai
transformasi progresif terhadap
struktur sosial dan
politik untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat dalam
memenuhi kepentingan saat
ini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kepentingan mereka (Imam Supardi, 2003:204).
Pembangunan dalam
dirinya mengandung unsur
perubahan besar, misalnya perubahan
struktur ekonomi, perubahan
struktur sosial, perubahan
fisik wilayah, perubahan pola kosumsi, perubahan sumber alam
dan lingkungan hidup, perubahan teknologi,
perubahan sistem nilai dan kebudayaan (Emil Salim, 1993:11). Pendapat Emil Salim juga dikutip oleh Supriadi dalam
buku hukum lingkungan di Indonesia, dinyatakan bahwa
sungguhpun pembangunan telah
berjalan ratusan tahun
di dunia, namun baru pada permulaan tahun tujuh puluhan
dunia baru sadar dan cemas akan pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup
sehingga mulai menanganinya
secara sungguh-sungguh sebagai
masalah dunia (Supriadi, 2006:39).
Salah satu dampak
negatif pembangunan yang
menonjol adalah timbulnya berbagai
macam pencemaran, akibat
penggunaan mesin-mesin dalam industri maupun
mesin-mesin sebagai hasil
produksi dari industri
tersebut. Pencemaran bukanlah
sesuatu yang asing
di telinga masyarakat
dunia, sebab tiap
hari media menyuguhkan
berita tentang terjadinya
pencemaran. Berbagai usaha-usaha
telah dilakukan oleh
masyarakat dunia termasuk
Indonesia, guna menanggulangi permasalahn ini.
Apapun kenyataannya pencemaran
tidak bisa dicegah, tidak bisa dihilangkan dan akan terus terjadi, sebab manusia tidak
dapat menghindar untuk tidak mencemari lingkungannya
terlebih alampun sulit untuk diprediksi. Oleh sebab itu, mempertajam perbedaan definisi-definisi teknis maupun
pelaksanaannya menjadi suatu yang baku terkadang wajib
adanya. Sebab dalam
tataran implementasi justru
permasalahan lingkungan senantiasa
berputar-putar dan berkutat
dalam perdebatan tanpa
ujung mengenai pengertian
“satu kata” –contoh
: pencemaran -
sementara perusakan dan pencemaran
lingkungan tengah dan terus berlangsung (Ashabul Kahpi,2012:163) Penaatan
hukum di bidang
lingkungan hidup oleh
para pelaku kegiatan dibidang lingkungan hidup mutlak diperlukan
untuk mencegah dampak negatif dari kegiatan yang
dilakukan. Hukum lingkungan
adalah hukum fungsional
karena bertujuan untuk
menanggulangi pencemaran, pemanfaatan
lingkungan secara tidak bertanggung jawab
dan perusakan lingkungan.
Di Indonesia penegakan
hukum lingkungan juga
melibatkan berbagai instansi
pemerintah seperti polisi,
jaksa, pemerintah daerah,
pemerintah pusat serta
swasta. Karena hukum
lingkungan berkaitan dengan
cabang hukum yang lain, maka penegakan
hukum lingkunganpun dapat ditegakkan
dengan berbagai instrumen seperti administratif, perdata atau pidana (herliana,2011:98).
Apabila dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur berbagai aspek
lingkungan, maka panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan tersebut
tergantung daripada apa
yang dipandang sebagai
“environmental concern”(Koesnadi Hardjasoemantri, 2002:36).
Menurut Siti Sundari
Rangkuti, bahwa “hukum
lingkungan sebagai hukum
yang fungsional yang
merupakan potongan melintang
bidang-bidang hukum klasik
sepanjang berkaitan dan/atau relevan dengan masalah lingkungan hidup” (Alvi
Syahrin, 1997:1). Artinya, hukum lingkungan mencakup
aturan-aturan hukum administrasi,
hukum perdata hukum pidana dan
hukum internasional sepanjang
aturan-aturan itu mengenai
upaya pengelolaan lingkungan
hidup.
Law enforcement
atau penegakan hukum
lingkungan terhadap pencemaran dan perusak
lingkungan diperlukan sebagai
salah satu jaminan
untuk mewujudkan dan
mempertahankan kelestarian fungsi
lingkungan. Dalam penegakan
hukum lingkungan keadilan
harus diperhatikan. Namun
demikian hukum tidak
identik dengan keadilan,
karena hukum itu
sifatnya umum, mengikat
setiap orang, dan menyamaratakan. Penegakkan
hukum lingkungan dapat
ditempuh melalui tiga alternatif, yaitu
administratif, perdata dan
pidana. Undang-undang Perlindungan Lingkungan
Hidup menempatkan penerapan
sanksi pidana sebagai
upaya yang terakhir (ultimum remedium).
Akan tetapi
persoalan lingkungan sudah
sedemikian mengkhawatirkan, sehingga
ketentuan sanksi pidana
terhadap pencemaran lingkungan
seharusnya dirubah dari
ketentuan yang sifatnya
ultimum remidium, yang
menganggap bahwa pelanggaran
hukum lingkungan belum
merupakan persoalan yang
serius menjadi premium
remidium yang menjadikan
sanksi pidana sebagai
instrumen yang diutamakan
dalam menangani tindak
perbuatan pencemaran atau
perusakan lingkungan. Seperti
yang dikemukakan oleh Jan H Jans and Hans H B Vedder dalam The Expanding Criminalization of Environmental
Laws Volume 30, No. 2.
That significant
imprisonment and large
fines are appropriate
penalties for “environmental
criminals,” another objective
is the deterrent effect
of an environmental criminal case on other
companies and individuals. Many government officials
and agents believe
that the harsh
penalties associated with
environmental crimes positively
affect environmentally related business decisions and, consequently, promote greater compliance with environmental
laws.
Penjara yang signifikan dan denda besar tersebut
merupakan hukuman yang tepat
untuk "penjahat lingkungan," tujuan
lainnya yaitu efek
jera dari kasus
pidana lingkungan terhadap
perusahaan lain dan
individu. Banyak pejabat
pemerintah dan agen
percaya bahwa sanksi-sanksi
keras yang terkait
dengan kejahatan lingkungan positif mempengaruhi keputusan bisnis yang
berhubungan dengan lingkungan hidup dan, akibatnya,
meningkatkan kepatuhan yang
lebih besar dengan
Undang-undang lingkungan.
Selain itu,
dalam mengatasi pencemaran
lingkungan perlu adanya
penataan lingkungan, penaatan
lingkungan ini mencakup:
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
dan pengembangan kapasitas
pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
Permasalahanlingkungan hidup sudah lama terdapat di Tanah Air
kita, namun penanganannya
menurut pendekatan ekosistem
masih baru.
Sedangkan kunci
berhasilnya program pengembangan
lingkungan hidup berada ditangan
manusia dan masyarakat.
Karena itu, sangat
penting menumbuhkan pengertian, penghayatan dan motivasi
dikalangan masyarakat untuk ikut serta dalam mengembangkan lingkungan hidup (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2002:113).
Di Indonesia
kewenangan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat,
dan pelaku pembangunan.
Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat
nasional dilaksanakan secara
terpadu terpadu oleh
perangkat kelembagaan yang
dikoordinasikan oleh menteri.
Dan dalam hal
ini menteri yang berwanang ialah
Menteri Lingkungan Hidup.
Untuk mewujudkan keterpaduan
dan keserasian pelaksanaan
kebijakan nasional tentang
pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dapat melimpahkan wewenang tertentu
mengenai pengelolaan lingkungan hidup
kepada perangkat di wilayah dan mengikut sertakan peran pemerintah daerah untuk
membantu pemerintah pusat.
Hal ini sesuai
dengan apa yang
diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun
2004 tentang Otonomi
Daerah Pasal 1bahwa
untuk pengendalian lingkungan
hidup diserahkan pada
Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Pengelolaan lingkungan hidup yang
dapat dilakukan di daerah adalah dengan dibentuknya Badan
Lingkungan Hidup. Badan
Lingkungan Hidup ini
terdapat di Propinsi, Kabupaten, maupun kota. Badan lingkungan
hidup Propinsi pada dasarnya memiliki tugas
pokok yaitu membantu
Gubernur dalam melaksanakan
sebagian kewenangan daerah di
bidang pengelolaan lingkungan hidup serta tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah.
Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada o 3’-o 12’
Lintang Selatan dan 11o 00’-11o 50’ Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2.
Wilayahadministratif DIY terdiri dari kota dan 4 kabupaten, 78 kecamatan dan
438 kelurahan/desa. bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan
fisiografi sebagai berikut: 1. Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api
hingga dataran fluvial
gunung api termasuk
juga bentang lahan
vulkanik, meliputi Sleman,
Kota Yogyakarta dan
sebagian Bantul. Daerah
kerucut dan lereng
gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini
terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi
yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai obyek penelitian,
pendidikan, dan pariwisata.
2. Satuan
Pegunungan Selatan atau
Pegunungan Seribu, yang
terletak di wilayah Gunungkidul,
merupakan kawasan perbukitan
batu gamping (limestone)
dan bentang alam
karst yang tandus
dan kekurangan air
permukaan, dengan bagian tengah
merupakan cekungan Wonosari
(Wonosari Basin) yang
telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga
terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi
Wonosari). Satuan ini
merupakan bentang alam
hasil proses solusional (pelarutan),
dengan bahan induk
batu gamping dan
mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup
sangat jarang.
3. Satuan Pegunungan Menoreh Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural
denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan
lereng curam dan potensi air tanah kecil.
4. Satuan
Dataran Rendah, merupakan
bentang lahan fluvial
(hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh
dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY,
mulai dari Kulon
Progo sampai Bantul
yang berbatasan dengan Pegunungan
Seribu. Satuan ini
merupakan daerah yang
subur. Termasuk dalam satuan ini
adalah bentang lahan
marin dan eolin
yang belum didayagunakan, merupakan
wilayah pantai yang
terbentang dari Kulon
Progo sampai Bantul.
Khusus bentang lahan marin dan
eolin di Parangtritis Bantul.
Kondisi fisiografi
membawa pengaruh terhadap
persebaran penduduk, ketersediaan
prasarana dan sarana
wilayah, dan kegiatan
sosial ekonomi penduduk, serta
kemajuan pembangunan antar
wilayah yang timpang.
Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta,
dan Kabupaten Bantul
(khususnya di wilayah
Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta)
adalah wilayah dengan
kepadatan penduduk tinggi
dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga
merupakan wilayah yang lebih maju dan
berkembang, namun juga banyak terjadi pencemaran lingkungan (Laporan SLHD DIY,2012 Bab I1).
Dengan kondisi
fisiografi tersebut, peran
Badan Lingkungan Hidup
di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta sangat dibutuhkan. Melalui Peraturan
Daerah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2008, BLH Daerah Istimewa Yogyakarta
mempunyai tugas untuk
melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah
di bidang lingkungan
hidup, melakukan pengendalian
dan pengawasan terkait pencemaran
lingkungan yang terjadi di Propinsi DIY.
Berdasarkan uraian
tersebut diatas, maka
untuk itulah penulis
tertarik untuk meneliti dan
mengangkatnya di dalam
suatu penulisan skripsi
dengan judul: “PELAKSANAAN
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH
BADAN LINGKUNGAN HIDUP
DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah.
Perumusan masalah
dapat diartikan sebagai
suatu pernyataan yang
lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan
pembatasan masalah. Perumusan
masalah merupakan hal
yang sangat penting dalam
setiap tahapan penelitian.
Perumusan masalah yang
jelas akan menghindari pengumpulan
data yang tidak
perlu, dapat menghemat
biaya, waktu, tenaga
dan penelitian akan lebih terarah
pada tujuan yang ingin dicapai (Abdulkadir Muhammad, 2004:62).
Berdasarkan latar belakang yang
telah dipaparkan diatas, Penulis merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci.
Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : .
1. Bagaimana
pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian pencemaran lingkungan oleh Badan Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa
Yogyakarta ?.
2. Apa
hambatan dalam pelaksanaan
pengawasan dan pengendalian
pencemaran lingkungan oleh
Badan Lingkungan Hidup di Daerah Istimewa
Yogyakarta serta bagaimana
solusinya ?.
C. Tujuan Penelitian .
Dalam suatu kegiatan penelitian
pasti terdapat suatu tujuan yang jelas. Tujuan penelitian
ini adalah untuk
memberi arah dalam
melangkah sesuai dengan
maksud penelitian sekaligus
untuk menyajikan data-data
hukum yang akurat
dan memiliki validitas
untuk menjawab permasalahan,
sehingga mendatangkan kemanfaatan
bagi pihak-pihak yang
terkait dengan penelitian
ini. Berdasarkan hal
tersebut, maka Penulis
mengkategorikan tujuan penelitian
ke dalam kelompok
tujuan obyektif dan tujuan
subyektif sebagai berikut :.
a. Tujuan Obyektif .
1) Untuk
mengetahui Pelaksanaan Pengawasan
dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup oleh Badan Lingkungan Hidup
di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
2) Untuk
mengetahui hambatan hambatan
pengawasan dan pengendalian pencemaran
Lingkungan oleh Badan
Lingkungan Hidup di
Wilayah Daerah Istimewa yogyakarta dan solusinya.
b. Tujuan Subyektif .
1) Memperoleh
bahan hukum dan
informasi sebagai bahan
utama dalam menyusun
penulisan hukum untuk
memenuhi persyaratan yang
diwajibkan dalam meraih gelar
kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2) Menambah,
memperluas, mengembangkan pengetahuan,
dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam
teori dan praktek lapangan hukum, khususnya
dalam bidang hukum
administrasi negara, khususnya hukum lingkungan 3)
Memberi gambaran dan
sumbangan pemikiran bagi
ilmu hukum agar
dapat memberi manfaat
bagi penulis sendiri
khususnya dan masyarakat
pada umumnya.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Oleh Badan Lingkungan Hidup
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi