Senin, 08 Desember 2014

Skripsi Hukum: Penyelesaian Perjanjian Pembayaran Hutang Piutang Dengan Bilyet Giro

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Penyelesaian Perjanjian Pembayaran Hutang Piutang Dengan Bilyet Giro
Seiring dengan perkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan  nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan  perkembangan pembangunan nasional ke arah yang lebih baik. Perkembangan  tersebut dapat dilihat dari adanya pola kehidupan masyarakat, yang salah satunya  dari segi keuangan atau financialnya. Dilihat dari sisi perekonomian, manusia  dalam memenuhi kebutuhan hidupnya semakin meningkat, sedangkan alat  pemuas kebutuhan sendiri terbatas.

Sebagai contoh, dengan munculnya berbagai alat dan sarana pembayaran  yangmemudahkan seseorang untuk bertransaksi tanpa harus membawa sejumlah  uang, bahkan denganteknologi internet yang maju, seseorang dapat mengadakan  transaksi dengan rekanan bisnisnyatanpa harus bertemu secara langsung, atau  cukup dengan perangkat elektronik saja.
Kesejahteraan umat manusia dapat tercipta ketika kebutuhan dasar  hidupnya telah terpenuhi seperti sandang dan papan. Usaha meningkatkan  kesejahteraan manusia dibutuhkan pekerjaan yang layak untuk memenuhi  kebutuhan dasarnya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan  kesejahteraan, salah satunya dengan melakukan pinjaman kredit pada pihak lain  misalnya pada bank. Pinjaman tersebut dapat terjadi ketika telah terjadi  kesepakatan antara peminjam (Debitur) dengan pihak yang memberi pinjaman  (Kreditur).
Pinjaman kredit pada umumnya dilakukan dengan membuat suatu  perjanjian terlebih dahulu. Menurut pasal 1313 KUH Perdata “Perjanjian adalah  suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap  satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Mengenai isi Pasal 1313 KUH perdata tersebut R Subekti menyebutkan “Suatu  perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau          dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (R. Subekti,  1989:1).
Dari pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa perjanjian yang  dilakukan itu menimbulkan hubungan hukum yang mengikat antara para pihak  yang membuatnya. Pada prinsipnya setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak  harus memenuhi kewajibannya secara timbal balik yaitu pihak yang pertama  berkewajiban memberikan hak terhadap prestasi tersebut. Terhadap hal ini Ahmad  Ichsan memberika ulasannya sebagai berikut: “perjanjian adalah suatu hubungan  atas dasar hukum kekayaan (vermogenis rechtelijke bertrokhing) antara dua pihak  atau lebih atau lebih dalam mana pihak yang satu berkewajiban memberikan suatu  prestasi atas mana pihak yang lainnya mempunyai hak terhadap prestasi  tersebut”.Dari pengertian tersebut M. Yahya Harapkan berpendapat sebagai  berikut: “ Suatu hubungan harta kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih  yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan  sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.Dari beberapa  pengertian perjanjian yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa untuk lahirnya  suatu perjanjian haruslah tercapainya kata sepakatnya hubungan hukum antara  para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan masing-masing pihak terikat  satu sama lainnya. Terhadap hal ini, R. Subekti mengataka bahwa:  Dengan sepakat atau yang dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa  kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau  seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan  itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak juga dikehendaki oleh pihak lain  mereka mekehendaki sesuatu yang sama secar timbal balik, sepenjuan  menginginkan sejumlah uang sedangkan sipembeli menginginkan sesuatu  barang dari sipenjual.
Dengan kata sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian, maka kedua  pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri bentuk perjanjian. Hal ini  sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam KUH Perdata. Dalam buku ketiga  para pihak dapat menyngkirkan pasal-pasal hukum perjanjian jika mereka  menghendakinya.Umumnya suatu perjanjian dibuat dalam bentuk tulisan sehingga  dapat diketahui dengan jelas apa yang mereka sepakati. Disamping itu juga  bergguna untuk pembuktian jika suatu saat terjadi perselisihan antara mereka yang          membuat perjanjian. (Tjoet Nyak Nuroel Izzatie. 2001. Perjanjian Pinjam  Meminjam dan Wanprestasi Menurut Ketentuan PerundangUndangan.http://tjoetnyakkkkk.blogspot.com/2011/01/perjanjian-pinjammeminjam-dan.htmldiakses pada tanggal 02 April 2013, pukul 22:04:15)  Perjanjian hutang piutang dalam masyarakat daerah sering diadakan  dengan kesepakatan kedua belah pihak untuk berjanji akan menepati segala aturan  yang ditetapkan dalam perjanjian yang telah dibuat. Bilamana kedua belah pihak  sudah ada kata sepakat, dan disaksikan oleh sejumlah saksi, maka dianggap  perjanjian sudah lahir seketika itu. Pada umumnya bukti adanya kesepakatan  seperti akta otentik dalam perjanjian tidak terlalu diperhatikan, yang terpenting  bagi para pihak yang melakukan perjanjian adalah telah adanya itikad baik dan  saling percaya satu sama lain, sehingga menganggap bahwa kedua belah pihak  yang terkait dalam perjanjian akan menepati janji sesuai dengan yang  diperjanjikan.
Dalam perjanjian hutang piutang masyarakat juga sering menggunakan  harta benda.Hal tersebut juga dilakukan atas dasar kepercayaan dan sepakat untuk  menyerahkan sejumlah harta benda milik debitur. Pembelian jaminan tersebut  adalah dengan maksud sebagai tambahan dalam perjanjian hutang piutang  tersebut, dan berguna sebagai bentuk itikad baik dari pihak debitur bahwa ia akan  menepati janji atau prestasinya kepadakreditur sehingga memperkuat kedudukan  kreditur.
Para pihak yang mengadakan perjanjian terikat untuk patuh terhadap  perjanjian yang dibuat sesuai asas pacta sunt servandadan segala hal yang telah  disepakati tersebut berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak dalam  perjanjian.Akan tetapi perjanjian yang dibuat dalam bentuk lisan mengandung  banyak resiko jika dibandingkan dengan perjanjian yang dibuat secara  tertulis.Apabila dibuat secara tertulis, maka hal ini dapat dipakai sebagai alat bukti  apabila terjadi perselisihan.Permasalahan seperti ini sering ditemukan dan dialami  oleh masyarakat di daerah-daerah pelosok Indonesia karena wawasan hukumnya  masih rendah akibatnya sering pula terjadi konflik antar anggota masyarakat  karena adanya ingkar janji atau wanprestasi.
        Pinjaman kredit dapat dijumpai dengan berbagai macam cara atau bentuk  diantaranya yaitu pinjaman dengan melalui bilyet giro. Bilyet giro sendiri adalah  surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana  untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada  rekening pemegangyang disebut namanya. Bilyet giro sendiri tidak diatur dalam  KUHD, melainkan dalam SE BI no28/332/UPG/1995.
Penggunaan bilyet giro semakin hari semakin meningkat bahkan dapat  diperkirakan melampaui penggunaan warkat lainnya. Semakin tingginya  penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran tidak diiringi dengan pengaturan  secara tegas, hal ini berbeda dengan cek sebagai alat pembayaran giral yang telah  diatur dalam KUHD. Mengingat fungsi bilyet giro sebagaisurat perintah nasabah  kepada bank untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang  bersangkutan kepada pihak penerima di bank yang sama atau di bank lain sangat  bermanfaat sebagai alat pembayaran,  dirasakan pentingnya ketentuan dan  pengaturan mengenai prosedur penggunaan secara tegas dalam undangundang.(Zaky. 2012.  Definisi Bilyet Giro.
http://zakyways.blogspot.com/2012/04/definisi-bilyet-giro.htmldiakses pada  tanggal 01 Desember 2012, Pukul 21:30:28)  Beberapa tata cara atau kriteria penolakan oleh bank tertarik dalam hal  penarikan bilyet giro apabila memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan  diantaranya saldo rekening giro atau rekening khusus tidak cukup, rekening giro  atau rekening khusus telah ditutup, syarat formal bilyet giro sebagaimana diatur  dalam Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR  tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat jumlah  Dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkaplengkapnya.
Perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro yang akan diteliti,  dilakukan secara lisan dimana diadakan atas dasar kepercayaan tanpa ada bukti  tertulis. Hal ini menyebabkan berbagai masalah yang timbul dikemudian hari  karena perjanjian secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat  seperti perjanjian tertulis. Sebagai contoh, terdapat kasus mengenai wanprestasi          dalam suatu perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro yang terjadi di  kota Surakarta tepatnya di wilayah hukum pengadilan negeri Surakarta. Yaitu  kesepakatan antara penggugat dan tergugat dalam suatu perjanjian dengan  jaminan berupa bilyet giro oleh tergugat kepada penggugat. Pada awalnya  pembayaran berjalan lancar, namun sejak Bilyet Giro milik tergugat I yang  diberikan pada penggugat sebagai jaminan kurang lebih 5 (lima) bulan yang lalu  ternyata belum ada yang cair dan sudah dikliringkan tidak ada dananya, maka  Penggugat menghentikan pencairan pinjaman pada tergugat I untuk membayar  bervariatif, biasanya waktu yang diberikan sekitar 1 bulan sejak dana diserahkan.
Penggugat mulai merasa bahwa Tergugat 1 mulai kesulitan untuk membayar  hutangnya, padahal seluruh pinjaman/hutang Tergugat 1 sudah jatuh tempo,  sehingga akibat dari tidak dibayarkannya hutang atau pinjaman Tergugat tersebut mengakibatkan kerugian. Kerugian tersebut berupa pinjaman pokok dan  kerugian yang dialami Penggugat adalah tidak dibayarkan bunga pinjaman dari  pinjaman pokok tersebut. Melihat dari kasus-kasus pada umumnya mengenai  wanprestasi terhadap suatu perjanjian dengan menggunakan jaminan, jaminan  yang digunakan dapat berupa sertifikat tanah, BPKB kendaraan bermotor atau  jaminan lain. Bilyet Giro jarang sekali digunakan sebagai jaminan hutang, karena  tidak semua orang mengetahui apa itu Bilyet Giro.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan  penelitian dengan judul : PENYELESAIAN PERJANJIAN PEMBAYARAN  HUTANG PIUTANG DENGAN BILYET GIRO DI PENGADILAN  NEGERI SURAKARTA (Studi Putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska).
B.  Rumusan Masalah .
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi  permasalahan yang ingin dikaji, dengan rumusan masalah sebagai berikut:.
1.  Mengapa terjadi wanprestasi dalam perjanjian pembayaran hutang piutang  denganbilyet giro di Pengadilan  Negeri Surakarta (Studi Putusan  No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska)? .
        2.  Bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian pembayaran hutang  piutang dengan bilyet giro di Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan  putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska?.
C. Tujuan Penelitian .
Pada dasarnya tujuan dalam suatu penelitian yaitu bersifat obyektif  dansubyektif. Untuk itu sesuai dengan  rumusan masalah dalam penelitian ini,  penulis mempunyai tujuan diantaranya:.
2.  Tujuan Obyektif .
a. Untuk mengetahui terjadinya wanprestasidalam perjanjian pembayaran  hutang piutang dengan bilyet giro di Pengadilan Negeri Surakarta (Studi  Putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska).
b. Untuk mengetahui penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian pembayaran  hutang piutang dengan bilyet giro di Pengadilan Negeri Surakarta  berdasarkan putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska .
3.  Tujuan Subyektif .
a. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan wawasan,  pengetahuan serta kemampuan analitis dibidang ilmu hukum khususnya  lingkup hukum perdata.
b. Untuk memperdalam berbagai teori hukum yang telah penulis dapatkan  selama dibangku kuliah.
c. Untuk melengkapi persyaratan akademisguna mencapai gelar kesarjanaan  ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
        D. Manfaat Penelitian.
Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan secara  praktis, yaitu: .
1.  Manfaat teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran  dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin ilmu hukum, khususnya  hukum perdata.
b. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai  penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang dengan jaminan  bilyet giro .
c. Dapat bermanfaat bermanfaat sebagai bahan informasi dan juga sebagai  literatur atau bahan informasi ilmiah.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi masyarakat pada  umumnya tentang bentuk-bentuk wanprestasi pada kasus wanprestasi  secara khusus.
b.  Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait  dalammenyelesaikan permasalahan wanprestasi yang timbul dalam  pelaksanaan perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro.
c.  Pelaksanaan penelitian dapat menambah dan mengembangkanpengetahuan  serta pengalaman penulis dalam bidang hukum khususnya mengenai  wanprestasi dan perjanjian.

 Skripsi Hukum: Penyelesaian Perjanjian Pembayaran Hutang Piutang Dengan Bilyet Giro

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi