BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Penyelesaian Perjanjian Pembayaran Hutang Piutang Dengan Bilyet Giro
Seiring dengan perkembangan zaman
pada saat ini, adanya pembangunan nasional
ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional ke arah yang
lebih baik. Perkembangan tersebut dapat
dilihat dari adanya pola kehidupan masyarakat, yang salah satunya dari segi keuangan atau financialnya. Dilihat
dari sisi perekonomian, manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya semakin meningkat, sedangkan alat pemuas kebutuhan sendiri terbatas.
Sebagai contoh, dengan munculnya
berbagai alat dan sarana pembayaran yangmemudahkan
seseorang untuk bertransaksi tanpa harus membawa sejumlah uang, bahkan denganteknologi internet yang
maju, seseorang dapat mengadakan transaksi
dengan rekanan bisnisnyatanpa harus bertemu secara langsung, atau cukup dengan perangkat elektronik saja.
Kesejahteraan umat manusia dapat
tercipta ketika kebutuhan dasar hidupnya
telah terpenuhi seperti sandang dan papan. Usaha meningkatkan kesejahteraan manusia dibutuhkan pekerjaan
yang layak untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kesejahteraan, salah satunya dengan melakukan
pinjaman kredit pada pihak lain misalnya
pada bank. Pinjaman tersebut dapat terjadi ketika telah terjadi kesepakatan antara peminjam (Debitur) dengan
pihak yang memberi pinjaman (Kreditur).
Pinjaman kredit pada umumnya
dilakukan dengan membuat suatu perjanjian
terlebih dahulu. Menurut pasal 1313 KUH Perdata “Perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Mengenai isi Pasal 1313 KUH
perdata tersebut R Subekti menyebutkan “Suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang
berjanji kepada orang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (R. Subekti, 1989:1).
Dari pengertian tersebut di atas
dapat dipahami bahwa perjanjian yang dilakukan
itu menimbulkan hubungan hukum yang mengikat antara para pihak yang membuatnya. Pada prinsipnya setiap
perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus
memenuhi kewajibannya secara timbal balik yaitu pihak yang pertama berkewajiban memberikan hak terhadap prestasi
tersebut. Terhadap hal ini Ahmad Ichsan
memberika ulasannya sebagai berikut: “perjanjian adalah suatu hubungan atas dasar hukum kekayaan (vermogenis
rechtelijke bertrokhing) antara dua pihak atau lebih atau lebih dalam mana pihak yang
satu berkewajiban memberikan suatu prestasi
atas mana pihak yang lainnya mempunyai hak terhadap prestasi tersebut”.Dari pengertian tersebut M. Yahya
Harapkan berpendapat sebagai berikut: “
Suatu hubungan harta kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak
untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.Dari beberapa pengertian perjanjian yang disebutkan di atas
menunjukkan bahwa untuk lahirnya suatu
perjanjian haruslah tercapainya kata sepakatnya hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut
dan masing-masing pihak terikat satu
sama lainnya. Terhadap hal ini, R. Subekti mengataka bahwa: Dengan sepakat atau yang dinamakan perizinan,
dimaksudkan bahwa kedua subjek yang
mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam
perjanjian yang diadakan itu. Apa yang
dikehendaki oleh pihak juga dikehendaki oleh pihak lain mereka mekehendaki sesuatu yang sama secar
timbal balik, sepenjuan menginginkan
sejumlah uang sedangkan sipembeli menginginkan sesuatu barang dari sipenjual.
Dengan kata sepakat untuk
mengadakan suatu perjanjian, maka kedua pihak
mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri bentuk perjanjian. Hal ini sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam
KUH Perdata. Dalam buku ketiga para
pihak dapat menyngkirkan pasal-pasal hukum perjanjian jika mereka menghendakinya.Umumnya suatu perjanjian dibuat
dalam bentuk tulisan sehingga dapat
diketahui dengan jelas apa yang mereka sepakati. Disamping itu juga bergguna untuk pembuktian jika suatu saat
terjadi perselisihan antara mereka yang membuat perjanjian. (Tjoet Nyak Nuroel
Izzatie. 2001. Perjanjian Pinjam Meminjam
dan Wanprestasi Menurut Ketentuan
PerundangUndangan.http://tjoetnyakkkkk.blogspot.com/2011/01/perjanjian-pinjammeminjam-dan.htmldiakses
pada tanggal 02 April 2013, pukul 22:04:15) Perjanjian hutang piutang dalam masyarakat
daerah sering diadakan dengan
kesepakatan kedua belah pihak untuk berjanji akan menepati segala aturan yang ditetapkan dalam perjanjian yang telah
dibuat. Bilamana kedua belah pihak sudah
ada kata sepakat, dan disaksikan oleh sejumlah saksi, maka dianggap perjanjian sudah lahir seketika itu. Pada
umumnya bukti adanya kesepakatan seperti
akta otentik dalam perjanjian tidak terlalu diperhatikan, yang terpenting bagi para pihak yang melakukan perjanjian
adalah telah adanya itikad baik dan saling
percaya satu sama lain, sehingga menganggap bahwa kedua belah pihak yang terkait dalam perjanjian akan menepati
janji sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam perjanjian hutang piutang
masyarakat juga sering menggunakan harta
benda.Hal tersebut juga dilakukan atas dasar kepercayaan dan sepakat untuk menyerahkan sejumlah harta benda milik
debitur. Pembelian jaminan tersebut adalah
dengan maksud sebagai tambahan dalam perjanjian hutang piutang tersebut, dan berguna sebagai bentuk itikad
baik dari pihak debitur bahwa ia akan menepati
janji atau prestasinya kepadakreditur sehingga memperkuat kedudukan kreditur.
Para pihak yang mengadakan
perjanjian terikat untuk patuh terhadap perjanjian
yang dibuat sesuai asas pacta sunt servandadan segala hal yang telah disepakati tersebut berlaku sebagai
Undang-Undang bagi para pihak dalam perjanjian.Akan
tetapi perjanjian yang dibuat dalam bentuk lisan mengandung banyak resiko jika dibandingkan dengan
perjanjian yang dibuat secara tertulis.Apabila
dibuat secara tertulis, maka hal ini dapat dipakai sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan.Permasalahan
seperti ini sering ditemukan dan dialami oleh masyarakat di daerah-daerah pelosok
Indonesia karena wawasan hukumnya masih
rendah akibatnya sering pula terjadi konflik antar anggota masyarakat karena adanya ingkar janji atau wanprestasi.
Pinjaman kredit dapat dijumpai dengan berbagai
macam cara atau bentuk diantaranya yaitu
pinjaman dengan melalui bilyet giro. Bilyet giro sendiri adalah surat perintah dari nasabah kepada bank
penyimpan dana untuk memindahbukukan
sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegangyang disebut namanya. Bilyet
giro sendiri tidak diatur dalam KUHD,
melainkan dalam SE BI no28/332/UPG/1995.
Penggunaan bilyet giro semakin
hari semakin meningkat bahkan dapat diperkirakan
melampaui penggunaan warkat lainnya. Semakin tingginya penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran
tidak diiringi dengan pengaturan secara
tegas, hal ini berbeda dengan cek sebagai alat pembayaran giral yang telah diatur dalam KUHD. Mengingat fungsi bilyet
giro sebagaisurat perintah nasabah kepada
bank untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima di bank
yang sama atau di bank lain sangat bermanfaat
sebagai alat pembayaran, dirasakan
pentingnya ketentuan dan pengaturan
mengenai prosedur penggunaan secara tegas dalam undangundang.(Zaky. 2012. Definisi Bilyet Giro.
http://zakyways.blogspot.com/2012/04/definisi-bilyet-giro.htmldiakses
pada tanggal 01 Desember 2012, Pukul
21:30:28) Beberapa tata cara atau
kriteria penolakan oleh bank tertarik dalam hal penarikan bilyet giro apabila memenuhi salah
satu atau lebih alasan penolakan diantaranya
saldo rekening giro atau rekening khusus tidak cukup, rekening giro atau rekening khusus telah ditutup, syarat
formal bilyet giro sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro tidak
dipenuhi, yaitu tidak terdapat jumlah Dana
yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkaplengkapnya.
Perjanjian hutang piutang dengan
jaminan bilyet giro yang akan diteliti, dilakukan
secara lisan dimana diadakan atas dasar kepercayaan tanpa ada bukti tertulis. Hal ini menyebabkan berbagai masalah
yang timbul dikemudian hari karena
perjanjian secara lisan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti perjanjian tertulis. Sebagai contoh,
terdapat kasus mengenai wanprestasi dalam
suatu perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro yang terjadi di kota Surakarta tepatnya di wilayah hukum
pengadilan negeri Surakarta. Yaitu kesepakatan
antara penggugat dan tergugat dalam suatu perjanjian dengan jaminan berupa bilyet giro oleh tergugat
kepada penggugat. Pada awalnya pembayaran
berjalan lancar, namun sejak Bilyet Giro milik tergugat I yang diberikan pada penggugat sebagai jaminan
kurang lebih 5 (lima) bulan yang lalu ternyata
belum ada yang cair dan sudah dikliringkan tidak ada dananya, maka Penggugat menghentikan pencairan pinjaman pada
tergugat I untuk membayar bervariatif,
biasanya waktu yang diberikan sekitar 1 bulan sejak dana diserahkan.
Penggugat mulai merasa bahwa
Tergugat 1 mulai kesulitan untuk membayar hutangnya, padahal seluruh pinjaman/hutang
Tergugat 1 sudah jatuh tempo, sehingga
akibat dari tidak dibayarkannya hutang atau pinjaman Tergugat tersebut
mengakibatkan kerugian. Kerugian tersebut berupa pinjaman pokok dan kerugian yang dialami Penggugat adalah tidak
dibayarkan bunga pinjaman dari pinjaman
pokok tersebut. Melihat dari kasus-kasus pada umumnya mengenai wanprestasi terhadap suatu perjanjian dengan
menggunakan jaminan, jaminan yang
digunakan dapat berupa sertifikat tanah, BPKB kendaraan bermotor atau jaminan lain. Bilyet Giro jarang sekali
digunakan sebagai jaminan hutang, karena tidak semua orang mengetahui apa itu Bilyet
Giro.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul : PENYELESAIAN PERJANJIAN PEMBAYARAN HUTANG PIUTANG DENGAN BILYET GIRO DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi
Putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska).
B. Rumusan Masalah .
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, maka penulis membatasi permasalahan
yang ingin dikaji, dengan rumusan masalah sebagai berikut:.
1. Mengapa terjadi wanprestasi dalam perjanjian
pembayaran hutang piutang denganbilyet
giro di Pengadilan Negeri Surakarta
(Studi Putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska)?
.
2.
Bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian pembayaran hutang piutang dengan bilyet giro di Pengadilan
Negeri Surakarta berdasarkan putusan
No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska?.
C. Tujuan Penelitian .
Pada dasarnya tujuan dalam suatu
penelitian yaitu bersifat obyektif dansubyektif.
Untuk itu sesuai dengan rumusan masalah
dalam penelitian ini, penulis mempunyai
tujuan diantaranya:.
2. Tujuan Obyektif .
a. Untuk mengetahui terjadinya
wanprestasidalam perjanjian pembayaran hutang
piutang dengan bilyet giro di Pengadilan Negeri Surakarta (Studi Putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska).
b. Untuk mengetahui penyelesaian
wanprestasi dalam perjanjian pembayaran hutang
piutang dengan bilyet giro di Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan putusan No.90/Pdt.G/2011/PN.Ska .
3. Tujuan Subyektif .
a. Untuk menambah, memperluas dan
mengembangkan wawasan, pengetahuan serta
kemampuan analitis dibidang ilmu hukum khususnya lingkup hukum perdata.
b. Untuk memperdalam berbagai
teori hukum yang telah penulis dapatkan selama
dibangku kuliah.
c. Untuk melengkapi persyaratan
akademisguna mencapai gelar kesarjanaan ilmu
hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian.
Manfaat dari hasil penelitian
dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis, yaitu: .
1. Manfaat teoritis.
a. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin
ilmu hukum, khususnya hukum perdata.
b. Memberikan wawasan dan
pengetahuan bagi penulis mengenai penyelesaian
wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang dengan jaminan bilyet giro .
c. Dapat bermanfaat bermanfaat
sebagai bahan informasi dan juga sebagai literatur atau bahan informasi ilmiah.
2. Manfaat Praktis.
a. Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi
masyarakat pada umumnya tentang
bentuk-bentuk wanprestasi pada kasus wanprestasi secara khusus.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para
pihak yang terkait dalammenyelesaikan
permasalahan wanprestasi yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian hutang piutang dengan
jaminan bilyet giro.
c. Pelaksanaan penelitian dapat menambah dan
mengembangkanpengetahuan serta
pengalaman penulis dalam bidang hukum khususnya mengenai wanprestasi dan perjanjian.
Skripsi Hukum: Penyelesaian Perjanjian Pembayaran Hutang Piutang Dengan Bilyet Giro
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi