BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Perkawinan Beda Agama Antar Warga Negara Indonesia Di Luar Negeri Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perdata Internasional
Suatu kodrat
manusia yang berlainan
jenis untuk hidup
bersama, maka kedua jenis insan
tersebut wajar dan layak melangsungkan perkawinan untuk hidup
bersama membentuk suatu
keluarga bahagia bertujuan mengumpulkan dan mengembangkan
keturunannya agar kehidupan manusia tidak terputus
dan dapat lestari
serta berkesinambungan. Negara
Indonesia sebagai negara berdasarkan
Pancasila, dimana sila
Pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka
perkawinan mempunyai hubungan erat dengan
keagamaan atau kerohanian
sehingga perkawinan bukan
saja mempunyai unsur
lahiriyah atau jasmaniah,
tetapi unsur batin
atau rohani juga mempunyai peran utama.
Aturan tata-tertib
perkawinan sudah ada
sejak masyarakat sederhana yang
dipertahankan
anggota-anggota masyarakat dan
para pemuka masyarakat
adat atau para
pemuka agama. Aturan
tata-tertib itu terus berkembang maju
dalam masyarakat yang
mempunyai kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara (Hilman
Hadikusuma, 2003:1). Oleh karena itu pengaturan
mengenai perkawinan dalam
suatu negara tidak
lepas dari pengaruh
budaya dan lingkungan
dimana masyarakat itu
berada serta pergaulan masyarakatnya seperti pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan
yang dianut masyarakat.
Aturan perkawinan
diIndonesia adalah Undang-Undang
Perkawinan (Selanjutnya disebut
Undang-Undang Perkawinan dalam
penulisan ini), yang berlaku secara
resmi sejak tanggal diundangkan, yaitu tanggal 2 Januari 1974, kemudian
berlaku secara efektif
pada tanggal 1
Oktober 1975, melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun
1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Undang-undang tersebut
sudah berlaku secara
formal yuridis bagi
bangsa Indonesia, dan
telah menjadi bagian
dari hukum positif.
Undang-Undang Perkawinan ini,
selain meletakkan asas-asas,
sekaligus menampung prinsipprinsip dan memberikan landasan hukum
perkawinan di Indonesia.
Rumusan pengertian perkawinan
Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami
istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan
perkawinan tersebut dinyatakan
dengan tegas bahwa pembentukan keluarga
(rumah tangga) yang
bahagia dan kekal
itu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa perkawinan
harus didasarkan pada
agama dan kepercayaan
masing-masing. Seperti yang tercantum pada
Pasal 2 ayat
(1) Undang-Undang Perkawinan
dimana perkawinan adalah
sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
Landasan hukum
agama dalam melaksanakan
sebuah perkawinan merupakan
hal yang sangat
penting dalam Undang-Undang
Perkawinan, sehingga penentuan
boleh tidaknya perkawinan
tergantung pada ketentuan agama. Hukum agama menyatakan perkawinan tidak
boleh maka tidak boleh pula menurut
hukum negara. Jadi dalam perkawinan berbeda agama,menjadi boleh
tidaknya tergantung pada
ketentuan agama. Perkawinan
beda agama bagi
masing-masing pihak menyangkut
akidah dan hukum
sangat penting bagi seseorang. Hal
ini berarti menyebabkan
tersangkutnya dua peraturan berlainan mengenai syarat-syarat
dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing.
Prosentase perkawinan
beda agama yakni
hasil sensus tahun
1990 dan 2000
di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY)
yang merupakan melting
pot atau wadah
peleburan identitas budaya
menunjukkan bahwa di DIY terjadi
fluktuasi. Pada tahun
1980, paling tidak
terdapat 15 kasus perkawinan beda
agama dari 1000
kasus perkawinan yang
tercatat. Pada tahun 1990, naik menjadi 18 kasus dan trendnya
menurun menjadi 12 kasus pada tahun
2000. Tahun 1980 rendah, lalu naik tahun
1990, kemudian turun lagi
tahun 2000 (http://Islamlib.com/?site=1&aid=678&cat=content&cid=12&title=faktaempiris-nikah-beda-agama diakses
pada tanggal 11
Desember 2013 pukul 23.00WIB).
Tabel 1. Sensus kasus perkawinan
beda agama Agama 1980 1990
200Pria Wanita Pria
Wanita Pria Wanita 1. Islam 0.7
0.6 0.9 0.9
0.5 0.2. Protestan 6.0
8.6 10.6 13.8
5.1 3.3. Khatolik 13.3
15.4 11.4 8.7
6.9 13.4. Hindhu 19.0*
9.6* 16.3 2.7
60.0 -5. Budha -
- 37.5 21.9 - -6. Lain-lain
- - 35.5
0 - -Jumlah
24677 24677 28668
28668 2673 267*
Untuk Sensus Penduduk
1980, Hindhu, Budha
dan lain-lain disatukan untuk analisis.
Sumber: Sensus 1980, 1990 dan 200Hasil
dari tabel diatas didukung dengan penulisan yang dilakukan oleh Ahmad
Nurcholish yakni Direktur
Pelaksana Indonesian Conference
on Religion and Peace(ICRP) sejak bulan November 2004 sampai Maret 2012 dengan
melakukan konseling kepada
1.109 yang berkeinginan
untuk melangsungkan perkawinanbeda agama.
Hasil dari penulisan
tersebut ialah beberapa
pasangan yang berhasil
melangsungkan nikah beda
agama, sejak 2005 sampai dengan Maret 2012 adalah sebanyak
282 pasangan. Dari angka tersebut maka
jumlah pasangan terbesar
yang melangsungkan nikah
beda agama adalah
dari agama Islam-Kristen
(148 pasangan) dan
Islam-Khatolik (127
pasangan) (http://icrp-online.org/042012/post-1783.html diakses
pada tanggal 11
Desember 2013 pukul
23.02 WIB).Dari data
penulisan tersebut dapat
diketahui bahwa tingkat
pelaksanaan perkawinan beda
agama dari tahun
ke tahun semakin
meningkat. Selain itu
ketidakjelasan pengaturan mengenai
perkawinan beda agama di Indonesia
menyebabkan banyak Warga Negara
Indonesia beda agama
memilih melangsukan perkawinan
di luar negeri
agar dapat melangsungkan
perkawinan mereka. Salahsatu
kasus perkawinan beda
agama antar Warga
Negara Indonesia di
luar negeri ialah pasangan artis Titi
Kamal dan Christian Sugiono yang
melangsungkan perkawinandi sebuah
masjid di Perth,
Australia. Christian Sugiono
dan Titi Kamal
melaksungkan perkawinannya pada
6 Februari 2009
di Sydney, Australia
(http://log.viva.co.id/news/read/34045-titi_kamal_christian_menikah,
diakses padatanggal 21 November 2013
pukul 22.27 WIB).
Berikut beberapa kasus
perkawinan antar Warga
Negara Indonesia beda
agama yang dilangsungkan
di luar negeri
antara lain Frans Mohede (Kristen
Protestan) dengan Amara (Islam),
menikah pada tanggal 1 Desember 1999
di Hongkong, Cornelia
Agatha (Kristen) - Sony
Lalwani(Islam), menikah 18 Maret 2006 di Hongkong, Rio
Febrian (Kristen) dan
Sabria Kono (Islam),
menikah di Bangkok
pada 3 Februari 2010danRuhut
Sitompul (Kristen) dan
Anna Rudhiantiana Legawati (Islam),menikah di
Sydney, Australia (http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/10-pasangan-selebriti-inibahagia-meski-beda-keyakinan-b74b8c-6.html, diakses
pada tanggal 21 November
2013 pukul 22.32 WIB).
Pokok permasalahan
dari kasus-kasus perkawinan
beda agama diluarnegeri
ialah keabsahan perkawinan
pasangan berbeda agama
yang dilangsungkan di luar
negeri tersebut di Indonesia. Jika memperhatikan Pasal 8 huruf
(f) Undang-Undang Perkawinan,
tentang larangan perkawinan yaitu : perkawinan dilarang
antara dua orang
mempunyai hubungan yang
oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku, dilarang kawin. Sehingga
dalam hal ini pada Pasal 2 ayat (1) dan
Pasa l8 huruf (f)Undang-Undang Perkawinan secara tegas
dikatakan bahwa sahnya
perkawinan di Indonesia
adalah berdasarkan agama.
Penyelesaian kasus
perkawinan beda agama
kemudian biasanya dilakukan melalui
pencatatan perkawinan di
Kantor Catatan Sipil.
Hal tersebut tertera
pada Pasal 20
Undang-Undang Perkawinan, secara
implisit memperbolehkan Pegawai
Pencatat Perkawinan melangsungkan dan mencatat perkawinan
beda agama atau
berdasarkan Pasal 21
menyebutkan bahwa proses itu
harus melalui prosedur
Pengadilan Negeri terlebih
dahulu untuk memperoleh keputusan yang mengikat. Pencatatan
tersebut dilakukan sebagai aspek
administratif demi ketertiban
sebagai warga negara.
Pada sisi lain, perkawinan di
luar Indonesia yang
hanya memperhatikan aspek keperdataannya saja,
maka sahnya perkawinan
hanya semata-mata berdasarkan
kesepakatan dan seterusnya
dicatat secara administratif
(O.S Eoh, 2001:139).
Tanpa mengabaikan kemungkinan
bahwa sahnya perkawinan
di luar Indonesia,
berdasarkan hukum setempat
adalah juga berdasarkan agama, tetapi sejumlah indikasi
telah menunjukan bahwa maksud utama perkawinan
di luar Indonesia
yang dilakukan oleh
Warga Negara Indonesia,
pada umumnya terbentur
pada persoalan di
Indonesia. Artinya, bagi Warga Negara Indonesia
akan melangsungkan perkawinan, tetapi kedua belah
pihak berbeda agama,
ternyata dapat diselesaikan
secara cepat dan sederhana
di luar wilayah Indonesia.
Pelaksanaan perkawinan
dinyatakan sebagai sah antara Warga Negara Indonesia
berbeda agama di
luar negeri hanya
berdasarkan pencatatan, menjadi
pertanyaan apakah memiliki
legitimasi kuat untuk
dianggap sah mengingat
di Indonesia hanya
aspek agama saja
yang dapat mengesahkan perkawinan
menurut Undang-Undang Perkawinan
sedangkan pasangan tersebut
melangsungkan perkawinan di
luar negeri karena
hukum Indonesia tidak mengatur
perkawinan beda agama,
berdasarkan tindakan tersebut
bisa dikatakan bahwa tindakan
pasangan beda agama yang menikah di luar negeri dilakukan
untuk menghindari pelaksanaan
aturan yang berlaku
dalam Undang-Undang Perkawinan.
Menurut Bayu
Seto Hardjowahono (2006:128)
menjelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan disuatu negara asing
dan diakui sah di negara asing itu, akan
dapat dibatalkan oleh
forum atau tidak
diakui oleh forum
jika perbuatan itu dilaksanakan
di negara asing yang bersangkutan dengan tujuan untuk
menghindarkan diri dari
aturan-aturan lex fori
yang akan melarang perbuatan
semacam itu dilaksanakan
di wilayah forum
disebut dengan penyelundupan hukum
(Evasion Of Law).
Penyelundupan hukum terjadi karena
kepada kehendak para
subjek hukum diberikan
keleluasaan untuk merubah
titik-titik taut yang
menentukan dalam proses
pencarian hukum harus
dipergunakan dalam memecahkan
suatu peristiwa Hukum
Perdata Internasional.
Berdasarkan penelitian
sebelumnya, dilakukan oleh
Hartini (2003:20) berjudul
“Implementasi Perkawinan Berbeda
Agama di Luar
Negeri”, menyimpulkan bahwa pada
dasarnya perkawinan telah
diatur oleh negara tetapi
pelaksanaan berkaitan dengan
aspek-aspek hukum agama,
diserahkan kepada masing-masing
individu untuk mengikuti
atau menafsirkan karena perkawinan
menurut hakikatnya merupakan
persoalan yang masuk
dalam ranah privat
bukan publik. Sedangkan
perkawinan beda agama
yang dilangsukan di
luar negeri dilakukan
karena ada halangan
perkawinandi Indonesia.Apabila ada
konsistensi dengan sistem
hukum yang ada
secara esensial, perkawinan
tersebut dapat dikatakan
tidak mempunyai validasi material
(Lex Loci Celebration)
meskipun telah memenuhi
validasi formal (Lex regit actum) menurut Hukum Perdata
Internasional.
Dari uraian diatas penulis
tertarik melakukan kajian yang mendalam terhadap pelaksanaan perkawinan beda agama
antar Warga Negara Indonesia di luar
negeri terkait dengan
keabsahannya berdasarkan Undang-Undang Perkawinan
berkaitan dengan tindakan
penghindaran hukum yang
dapat disebut sebagai
penyelundupan hukum yang
dapat mengkibatkan batalnya perkawinan
yang di laksanakan
di luar negeri
tersebut berdasarkan normanorma Hukum Perdata Internasional.
B. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang masalah telah
diuraikan diatas, maka, rumusan
masalah akan dibahas yaitu:.
1. Apakah
perkawinan beda agama
antar Warga Negara
Indonesia di luar negeri sah
menurut Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974
tentang Perkawinan? .
2. Apakah
perkawinan beda agama
antar Warga Negara
Indonesia di luar negeri merupakan
bentuk penyelundupan hukum
dalam perspektif Hukum Perdata Internasional?.
C. Tujuan Penulisan.
Tujuan suatu penulisan ialah
upaya untuk memecahkan masalah (Lexy J.
Moleong, 2007:94) yang menjadi tujuan
dari penulisan hukum ini adalah sebagai
berikut:.
1. Tujuan Objektif.
a. Mengetahui
keabsahan perkawinan beda
agama antar Warga
Negara Indonesia di
luar negeri menurut
Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.
b. Mengetahui
kebenaran pelaksanaan perkawinan
beda agama antar Warga Negara
Indonesia di luar
negeri merupakan bentuk penyelundupan hukum dalam perspektif Hukum
Perdata Internasional.
2. Tujuan Subjektif.
a. Memenuhi
persyaratan akademis guna
memperoleh gelar starta
1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu
Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta (UNS).
b. Menerapkan
ilmu dan teori-teori
hukum yang telah
penulis peroleh agar dapat dapat memberi manfaat bagi penulis
dan masyarakat pada umumnya serta
memberi kontribusi positif
bagi perkembangan ilmu pengetahuan
di bidang hukum.
c. Memperdalam
pengetahuan, pengalaman, dan
pemahaman aspek hukum
didalam teori dan
praktek menulis, khususnya
dalam bidang Hukum Perdata.
Skripsi Hukum: Perkawinan Beda Agama Antar Warga Negara Indonesia Di Luar Negeri Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perdata Internasional
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi