BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Tinjauan Tentang Pelaksanaan Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Terhadap Pengemudi Di Bawah Umur
Kehidupan dan
kegiatan manusia, pada
hakikatnya mengandung berbagai
hal yang menunjukkan
sifat hakiki dari
kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki
yang dimaksud di
sini adalah suatu
sifat “tidak kekal”
yang selalu menyertau
kehidupan dan kegiatan
manusia pada umumnya.
Sifat tidak kekal
termaksud, selalu meliputi
dan menyertai manusia,
baik ia sebagai pribadi, maupun ia dalam kelompok atau
dalam bagian kelompok masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatannya.
Seiring dengan
era global dewasa
ini, sarana transportasi merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dibidang lalu lintas
dan transportasi, ternyata
tidak hanya memberikan
manfaat dan pengaruh
positif terhadap perilaku kehidupan masyarakat, namun juga membawa
dampak negatif antara lain timbulnya masalah-masalah di
bidang lalu lintas
seperti kecelakaan lalu lintas.
Korban kecelakaan lalu lintas baik luka ringan maupun luka berat dan ahli waris korban meninggal dunia sangat
membutuhkan biaya untuk keperluan
pengobatan maupun biaya pemakaman. Inilah yang merupakan keadaan
tidak kekal yang
merupakan sifat alamiah
yang mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat
diramalkan terlebih dahulu secara tepat dan
pasti (Ngadina, 2009:2).
Keadaan yang tidak
pasti terhadap setiap kemungkinan yang dapat terjadi baik
dalam bentuk peristiwa yang belum tentu
menimbulkan rasa tidak
aman yang lazim
disebut sebagai risiko (Sri Rejeki Hartono, 2001:2).
Ada berbagai
macam risiko yang
mungkin terjadi dalam kehidupan manusia.
Orang yang hidup
memiliki risiko kematian.
Orang yang sehat memiliki risiko
mengalami sakit. Pengguna sarana transportasi memiliki
risiko mengalami kecelakaan.
Orang yang memiliki
harta kekayaan memiliki
risiko mengalami berbagai
kerugian yang terjadi 1 akibatkebakaran,
banjir, tanah longsor, gempa bumi, kemalingan maupun risiko-risiko
lainnya yang mungkin
terjadi. Abdulkadir Muhammad mengatakan
bahwa risiko merupakan
ancaman bahaya yang
akan terus dapat terjadi selama manusia memiliki kekayaan
dan selama manusia itu hidup (Abdulkadir
Muhammad, 2002:117).
Pada dasarnya
risiko-risiko di atas,
timbul dari peristiwa
tidak pasti, tidak
terprediksi dan tidak
mungkin terhindarkan karena keterbatasan
kemampuan yang dimiliki
manusia itu sendiri.
Untuk menghadapi risiko
tersebut, maka manusia
dapat melakukan manajemen risiko
guna mengatasi risiko
agar manusia tidak
terhambat dalam mencapai kesejahteraannya. Menurut Emmet J.
Vaughan dan Therese M.
Vaughan dalam
bukunya yang berjudul
Essential of Insurance
: A Risk Management Perspective
mengemukakan beberapa cara
yang dapat dilakukan
untuk meminimkan risiko
kerugian yaitu dengan
menghindari risiko (risk
avoidance), menahan risiko
(risk retention), memindahkan risiko
(risk transfer), membagi
risiko (risk sharing),
dan mengurangi risiko (risk reduction) (Kun Wahyu Wardana,
2009:24).
Manusia dapat
saja menerima risiko
yang dihadapinya, yakni apabila kerugian
yang dialaminya tidak
terlalu besar dan
dapat ditutup dengan kekayaan simpanan yang dimiliki,
sehingga kerugian yang dialami tidak
begitu terasa (Wirjono Prodjodikoro, 1979:6). Namun, bila kerugian yang
ditimbulkan akibat risiko
tersebut besar, maka
manusia akan sulit menerima karena
sejatinya manusia memiliki
keterbatasan dalam hidup.
Keterbatasan tersebut
juga menyulitkan manusia
untuk menghindari maupun
mencegah risiko karena
tidak seluruh risiko
dapat dihindari maupun dicegah oleh manusia.
Usaha yang
dapat dilakukan manusia
untuk menghadapi risiko dengan
baik adalah melakukan
manajemen risiko secara
tepat, yakni mengalihkan
atau setidak-tidaknya membagi
risiko yang dihadapinya karena
manusia tidak ingin
menderita kerugian atas
hal apapun dalam hidupnya. Manajemen
risiko dapat dilakukan
dengan mengasuransikan kepentingan
manusia yang mungkin
akan menderita kerugian
apabila terkena bencana.
Menurut Wirjono Prodjodikoro,
asuransi bertujuan memperkecil
risiko yang dihadapi
manusia, sehingga kerugian
yang diderita akibat terjadinya
peristiwa yang tidak pasti terjadi tersebut dapat ditutup melalui pengalihan atau pembagian
risiko (Wirjono Prodjodikoro, 1979:4-6).
Apabila ditinjau berdasarkan
tujuan asuransi, maka asuransi dapat dibagi menjadi
asuransi komersial yang
diadakan perusahaan asuransi sebagai
bisnis untuk memperoleh
keuntungan dan asuransi
sosial yang diadakan
tidak dengan tujuan
memperoleh keuntungan, namun
memberi jaminan sosial (social security) kepada masyarakat (Man S. Sastrawidjaja, 2003:87). Terdapat perbedaan mendasar dalam
kedua asuransi tersebut.
Asuransi komersial
yang juga dikenal
sebagai private insurance diadakan
atas kehendak pribadi
dengan maksud melindungi
dirinya dari kemungkinan
menderita kerugian akibat
peristiwa yang tidak
pasti (Man S.
Sastrawidjaja, 2003:89-94). Berbeda
dengan asuransi komersial, asuransi sosial menurut Emmy Pangaribuan
Simanjuntak bertujuan untuk menyediakan suatu bentuk jaminan tertentu
kepada seseorang atau anggota masyarakat yang
menderita kerugian dalam
memperjuangkan hidupnya dan keluarganya, sehingga tujuan akhir
asuransi sosial adalah terciptanya kesejahteraan
masyarakat yang penyelenggaraannya bersifat wajib (Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1980:106) Dalam
alinea ke empat pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dimuat tujuan negara yaitu
untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
disebutkan bahwa: “setiap orang berhak
atas jaminan sosial
yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai
manusia bermanfaat”. Jaminan
sosial yang diberikan oleh negara dapat berupa asuransi
sosial. Kemunculan asuransi sosial
sifatnya wajib dilakukan oleh pihak tertanggung karena hal tersebut diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan misalnya
asuransi wajib kecelakaan,
asuransi wajib keselamatan
kerja, asuransi wajib
kesehatan, asuransi wajib tanggung
jawab hukum terhadap
penumpang, pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga.
WHO mencatat
setiap tahun kecelakaan
lalu lintas telah menyebabkan rata-rata
1,24 juta jiwa
meninggal dunia seta
50 juta jiwa mengalami luka-luka
dan cacat tetap.
Polri mencatat jumlah
korban meninggal dunia
karena kecelakaan lalu
lintas di Indonesia
pada tahun 2010
sebesar 31.244 jiwa.
Tahun 2011, sebesar
32.657 jiwa dan
2012 adalah sebesar
27.441 jiwa. Sementara
itu pada 2013,
korban meninggal dunia
akibat kecelakaan lalu
lintas menurun, yakni
sebesar 25.157 jiwa (http://m.tribunnews.com/nasional/2014/01/26/jumlah-korban-tewasakibat-kecelakaan-lalu-lintas-tahun-2013-menurun diakses
Senin, 17 Maret 2014 pukul 20.59 WIB).
Pelaksanaan asuransi kecelakaan
lalu lintas merupakan suatu upaya pemerintah dalam
memberikan perlindungan jaminan
sosial kepada masyarakat khususnya korban kecelakaan lalu
lintas. Asuransi kecelakaan lalu
lintas yang diadakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, merupakan
jenis asuransi yang
bersifat wajib yang
dikelola secara monopoli
oleh BUMN yang
ditunjuk pemerintah yaitu
PT. Jasa Raharja (Persero).
Asuransi kecelakaan lalu
lintas dilaksanakan secara
wajib (compulsory) terhadap
seluruh pemilik kendaraan
bermotor untuk memiliki
asuransi yang menjamin
tanggung jawab hukum
pemilik kendaraan dengan
membayar Sumbangan Wajib
setiap tahunnya bersamaan dengan membayar PKB (Pajak Kendaraan
Bermotor) di Kantor Bersama Sistem
Administrasi Manunggal di
Bawah Satu Atap (SAMSAT).
Asuransi kecelakaan
lalu lintas jalan
bertujuan memberi perlindungan kepada pengguna jalan yang
menjadi korban kecelakaan lalu lintas di
luar alat angkutan
lalu lintas yang
menimbulkan kecelakaan karena
mengalami kerugian akibat
kecelakaan yang terjadi.
Asuransi kecelakaan lalu
lintas mewajibkan pemilik
kendaraan bermotor untuk membayar sumbangan
wajib setiap tahun
sebagai jaminan kepada
pihak ketiga yang
menderita kerugian akibat
penggunaan kendaraan tersebut.
Jaminan diberikan terbatas pada
cidera, cacat tetap atau meninggal dunia.
Kecelakaan lalu
lintas di jalan
raya disebabkan berbagai
faktor.
Namun tiga penyebab utama adalah
manusia, lingkungan dan kendaraan.
Berbagai kecelakaan
lalu lintas yang
terjadi sering kali
disebabkan oleh faktor
kelalaian manusia (pengemudi)
atau yang sering
dikenal dengan istilah
human error dalam
kecelakaan. Selain itu,
masalah kelayakan kendaraan
dan masalah lingkungan,
seperti minimnya kualitas infrastruktur
jalan juga menjadi
penyebab kecelakaan lalu
lintas pada umumnya.
Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat mencatat bahwa 93,52%
kecelakaan disebabkan oleh pengemudi, 2,76 % disebabkan oleh kendaraan,
3.23% disebabkan oleh
keadaan jalan, dan
0,49% karena lingkungan.
Dapat dilihat bahwa
factor pengemudi (human
error) menduduki peringkat
pertama (www.dephub.go.id/ diakses
Selasa, 25 Maret 2014 pukul 23.24 WIB).
Berdasarkan data
Satuan Lalu Lintas
Kepolisian Resor Kota Surakarta, angka
kecelakaan lalu lintas
(laka lantas) di
Surakarta selama tahun 2013
terakhir masih cukup tinggi,
yaitu 533 kecelakaan (Lampiran Data Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di
Surakarta). Ironisnya, korban dan pelaku kecelakaan lalu lintas mayoritas korban merupakan usia
produktif, yakni beusia
16 tahun hingga
25 tahun. Dari
data tersebut dapat
dilihat bahwa pelaku
dalam rentang umur
16 hingga 25
tahun menjadi penyumbang
terbesar kecelakaan lalu
lintas sebanyak 178
orang (Lampiran Data Jumlah
Pelaku Kecelakaan Lalu
Lintas di Surakarta, sedangkan
korban dalam rentang
usia 16 hinga
25 tahun sebanyak
173 orang (Lampiran
Data Jumlah Korban
Kecelakaan Lalu Lintas
di Surakarta). Kematangan
cara berpikir dan
mental pengemudi sangat berpengaruh dan berperan penting saat
berkendara di jalan raya.
Maraknya pengemudi kendaraan
bermotor di bawah
umur tidak lepas dari peran orangtua atau wali sebagai
pihak yang bertanggung jawab atas anak.
Orangtua beralasan bahwa
mereka mengizinkan si
anak mengendarai kendaran
bermotor, karena tidak nyaman menaiki kendaraan umum. Bahkan ada juga orang tua yang
menyatakan bahwa anak diizinkan membawa kendaraan
sendiri agar lebih
praktis, efektif dan
efisien jika harus diantar orangtuanya.
Semakin banyak
anak-anak di bawah
umur yang mengendarai kendaraan bermotor akan diiringi dengan
meningkatnya kecelakaan yang disebabkan
oleh pengemudi di
bawah umur. Kecelakaan
lalu lintas jalan yang
disebabkan oleh pengemudi di bawah umur adalah
kecelakaan mobil di Tol Jagorawi
KM 8+200 pada tanggal 8 September 2013 dini hari yang dialami
Abdul Qodir Jailani
(AQJ), putra bungsu
dari musisi kenamaan Ahmad
Dhani dan Maia
Estianty yang baru
berusia 13 tahun.
Saat itu, AQJ mengemudikan mobil Mitsubishi Lancer
dengan nomor polisi B 80 SAL bersama
seorang rekannya dengan
kecepatan tinggi mencapai
176 km/jam. AQJ kemudian hilang
kendali hingga membanting setir ke kanan dan menabrak
guard rail dan masuk ke jalur tol yang berlawanan. Mobil AQJ kemudian menabrak Daihatsu Grand Max yang
ditumpangi 13 orang.
Tujuh orang
penumpang Grand Max
meninggal dunia dan
enam orang luka.
Seluruh korban luka-luka
dan meninggal dalam
peristiwa naas ini ditanggung kerugiannya
oleh PT. Jasa
Raharja,termasuk AQJ sebagai penyebab kecelakaan.
Kecelakaan yang disebabkan oleh
pengemudi di bawah umur juga terjadi di Karesidenan Surakarta, tepatnya di
Kabupaten Sragen. Handika Duwitasari berumur
16 tahun sedang
mengendarai sepeda motor
Honda Beat berada didepan dan
mendadak membelok ke kanan sehingga sepeda motor Honda Supra yang berada di belakanganya tidak dapat
menguasai laju kendaraan
dan menabrak sepeda
motor yang dikendarai
Handika Duwitasari. Dalam laporan
polisi, korban Handika Duwitasari ditetapkan sebagai
penyebab kecelakaan karena
mengendarai sepeda motor
tanpa dilengkapi Surat
Ijin Mengemudi, serta
kurang hati-hati dalam mengendarai
sepeda motor.
Didalam Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 1964 hanya mengatur pemberian
santunan terhadap korban
mati atau cacat
tetap akibat kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan
lalu lintas. Untuk menutup kerugian yang
dialami penyebab kecelakaan
yang turut sebagai
korban dalam tabrakan dua
kendaraan bermotor atau lebih, dalam pelaksanaan PT.
Jasa Raharja
memberikan santunan kepada
penyebab kecelakaan, termasuk kepada pengemudi di bawah umur..
Secara yuridis
dengan berdasarkan pada
Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965, pemilik
kendaraan yang dikemudikan oleh pengemudi di bawah umur sebagai penyebab
kecelakaan adalah pihak yang bertanggung
jawab karena membiarkan
anak di bawah
umur mengemudikan kendaraan
bermotor yang berada
dalam pengawasannya.
Untuk itu, pemilik kendaraan
berkewajiban membayar kerugian yang telah dikeluarkan
oleh PT. Jasa
Raharja terhadap korban
kecelakaan yang disebabkan oleh alat angkutan miliknya.
Berdasarkan permasalahan
diatas penulis tertarik
untuk menganalisis dan mengkaji
lebih dalam terkait hal tersebut dalam sebuah penelitian
hukum dengan judul
“TINJAUAN TENTANG PELAKSANAAN
ASURANSI KECELAKAAN LALU
LINTAS JALAN TERHADAP
PENGEMUDI DI BAWAH
UMUR SEBAGAI PENYEBAB
KECELAKAAN (Studi di
PT. Jasa Raharja Surakarta)”.
Skripsi Hukum: Tinjauan Tentang Pelaksanaan Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Terhadap Pengemudi Di Bawah Umur
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi