Senin, 08 Desember 2014

Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Tentang Klausula Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Leasing Penulisan Hukum

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Tentang Klausula Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Leasing Penulisan Hukum
Dalam  usaha  mewujudkan  pembangunan  nasional,  segala  aspek  kehidupan  masyarakat diharapkan mampu berperan aktif demi tercapainya kesejahteraan rakyat. Khususnya  dari  bidang  ekonomi,  salah  satu  upaya  mensejahterakan  rakyat  adalah  dengan  dipenuhinya  kebutuhan  hidup  dan  peningkatan  pendapatan.  Sesuai  dengan  sistem  terbuka  (open  system)  dan  asas  kebebasan  berkontrak  yang  terdapat  dalam  ketentuan  Buku  III  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Perdata  (KUH  Perdata)  tentang  Perikatan,  maka  dalam  hal  memenuhi  kebutuhan  masyarakat  dimana  konsumen  membutuhkan  pembiayaan  barang  modal  sedangkan  pelaku  usaha  mengharapkan  produk  yang  dijualnya  dapat  laku  di  pasaran  dengan  mudah,  dibentuklah  lembaga  pembiayaan non-perbankan yang disebut dengan istilah leasingatau sewa guna usaha  apabila diartikan dalam bahasa Indonesia.

KUH  Perdata  dalam  Pasal  1338  Ayat  (1)  menggolongkan leasing kedalam  jenis  perjanjian innominaat atau  perjanjian  tidak  bernama.  Perjanjian innominaat merupakan  suatu  jenis  perjanjian  yang  pengaturannya  tidak  dikenal  dalam  KUH  Perdata tetapi dapat ditemukan dalam tingkat Keputusan Menteri, maupun peraturanperaturan lain dibawahnya. Adapun  pengaturan hukum mengenai perjanjian leasing salah  satunya  diatur  dalam  Keputusan  Menteri  Keuangan  Nomor  :  1169/KMK.01.1991  Tentang  Kegiatan  Sewa  Guna  Usaha.  Berbeda  dengan  pembiayaan  oleh  lembaga  perbankan, leasing memberikan  fasilitas  pembiayaan  dalam bentuk barang modal dimulai dari yang terbilang cukup mahal, seperti pesawat  terbang,  hingga  leasing barang  modal  dengan  harga  yang  lebih  murah  untuk  keperluan sehari-hari, misalnya mobil, atau sepeda motor.
Sebagaimana  perjanjian-perjanjian  kredit  pada  umumnya,  para  pihak  dalam  perjanjian leasingyaitu lessor selaku perusahaan pembiayaan leasingserta lessee   yaitu konsumen atau masyarakat yang mengajukan fasilitas pembiayaan, akan terikat  dalam sebuah perjanjian leasing. Sesungguhnya masih terdapat satu pihak lain yang  berperan sebagai penyedia barang leasing,  yaitu supplier. Perlu diperhatikan bahwa  meskipun supplier memiliki  peranan  dalam  menyediakan barang leasing,  namun ia  tidak  menjadi  pihak  yang  terlibat  dalam  perjanjian leasing sebagaimana lessor dan  lessee. Hal ini disebabkan karena supplierhanya berkedudukan sebagai pihak diluar  mekanisme perjanjian leasing.
Melihat pada bentuk  perjanjiannya, perjanjianleasing merupakan salah satu  jenis  perjanjian  yang  berbentuk  baku  atau standart  contract.  Istilah  kontrak  baku  tersebut dapat diartikan sebagai suatu perjanjian atau kontrak tertulis yang dibuat oleh  hanya salah satu pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat dalam perjanjian. Dalam  hal  ini  berarti  seluruh  materi  kontrak leasing meliputi  substansi  dan  perumusan  klausula-klausula  perjanjian  dibuat  secara  sepihak  oleh lessor  sebagai  lembaga  pembiayaan leasing  dalam  sebuah  formulir  perjanjian yang  untuk  selanjutnya  formulir  tersebut  diberikan  kepada  setiap  lessee yang  mengajukan  permohonan  leasing.
Dalam  penulisan  hukum  ini,  penulis  kemudian  mengambil  beberapa  contoh  perjanjian leasing yang ada, dimana salah satunya akan disajikan dalam pembahasan  lebih  lanjut  dipilih  dari  perjanjian  leasing PT  ORIX  Indonesia  Finance  (ORIF)  sebagaimana  tercantum  dalam  buku  Perkembangan  Hukum  Kontrak Innominaat di  Indonesia karangan Salim H.S (2010:149).
Berdasarkan  sifat  baku  dari  perjanjian leasing sebagaimana  dijelaskan  sebelumnya,  terlihat  bahwa  lessor  memiliki  kebebasan  dalam  membuat  dan  menyusun materi kontrak leasing, sehingga menyebabkan lessor seringkali bertindak  seolah-olah  dapat  mengimplementasikan  asas  kebebasan  berkontrak  sebagai  bebas  tanpa  batas  dalam  membuat  dan  menyusun  klausula-klausula  baku  pada  perjanjian leasing (http://hukum.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Jurnal-IjazahSuprawito.pdf diakses Selasa 4 Juni 2013. Pukul 16.06 wib).
  Pada prinsipnya, perjanjian baku menyebabkan pihak yang lebih lemah harus  menghadapi suatu  kondisi  “take  it  or  leave  it”.Dalam  hal  perjanjian leasing, pihak  yang lemah berada pada posisi lesseeatau konsumen, dimana mereka hanya memiliki  pilihan  untuk  menerima  atau  menolak  isi  perjanjian leasing yang  diberikan  tanpa  memperoleh kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul baku yang telah  dibuat (Munir Fuady, 2003:76).
Perlu  diingat  bahwa  sebagai  konsumen  seharusnya lessee memperoleh  perlindungan  hukum.  Akan  tetapi,  untuk  memperoleh  fasilitas  pembiayaan,  mereka  justru  harus  mengikuti  klausula-klausula  perjanjian  yang  telah  ditetapkan  secara  sepihak  oleh  lessor padahal  tidak  jarang  isi  klausula  tersebut  mencerminkan  ketidakseimbangan  hak  dan  kewajiban  bagi  masing-masing  pihak  dalam  perjanjian  (Dharu T,dkk,Vol 12,No.1 Juni, 2010:52-53).
Ketimpangan  hak  dan  kewajiban  antara lessor dan lessee dapat  secara  jelas  terlihat  dalam  rumusan  klausula-klausula  baku  yang  ditetapkan  oleh lessor dalam  perjanjian leasing khususnya  dalam  hal  terjadinya  wanprestasi.  Sebelumnya, lessor telah  merumuskan  klausula-klausula  yang  membebankan  kewajiban-kewajiban  kepada lessee dengan  tanpa  memperhatikan  hak-hak lessee yang masih  tetap  harus  dilindungi meskipun memanglessee telah wanprestasi. Sebagai contoh ketika lessee wanprestasi, lessordapat dengan leluasa menarik obyek leasing yang masih berada di  tangan  lessee secara  sepihak  atau  tanpa  melalui  putusan  hakim  di  pengadilan.
Keadaan  demikian  tentu  sangat  bertentangan  dengan  apa  yang  telah  diatur  dalam  KUH Perdata mengenai bezit, dan fungsi polisionil yang terkandung didalamnya.
Dalam  beberapa  situs  internet  ditemukan  bahwa lessee menderita  banyak  kerugian akibat dari tindakan sepihak yang dilakukan oleh perusahaan leasing.Dalam  situs  Radar  Online  (http://www.radaronline.co.id/berita/read/berita/read/21249/2012/FIF-Sita-SepedaMotor-Nasabah.diakses Selasa,  4  Juni  2013.  Pukul  16.20  wib), dijelaskan  seorang  nasabah perusahaan leasing FIF harus merelakan sepeda motornya ditarik paksa oleh    debt  collectorakibat  penunggakan  angsuran  kredit,  namun  ketika  nasabah  tersebut  beritikad baik untuk membayar sejumlah biaya tunggakan dengan maksud agar dapat  memperoleh kembali sepeda motornya yang telah ditarik, justru nasabah dibebankan  dengan  tambahan  biaya  penarikan  sepeda  motor  sebesar  Rp  1.650.000,- ,  dan  mendapati  kenyataan  bahwa  sepeda  motornya  tetap  tidak  dapat  dikembalikan  kepadanya.  Tidak  hanya  itu,  bahkan  ia  harus  membayar  seluruh  jumlah  angsuran  secara lunas.
Ditemukan pula dalam penarikan paksa obyek leasing yang dilakukan dengan  bantuandebt  collectortelah  menimbulkan  tekanan  psikis  yang  berlebihan  hingga  menyebabkan seorang nasabah yang bekerja sebagai tukang ojek di desa Maracang,  Purwakarta  meninggal  akibat  gantung  diri  karena  merasa  tertekan  terus-menerus  didatangi  oleh  penagih  leasing dan  oknum  aparat  dalam  penagihan  tersebut  (http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/03/28/leasing-sepeda-motor-dinilai-semenamena diakses Selasa, 4 Juni 2013. Pukul 16.12 wib).
Tindakan  penarikan  paksa  obyek leasing sebagaimana  dijelaskan  diatas  ternyata juga dilakukan dengan tanpa adanya surat teguran atau peringatan (somasi)  terlebih dahulu kepadalessee, sehingga hal ini juga tidak sesuai dengan aturan hukum  perdata tentang somasi  atauingebrekestelling sebagaimana yang diatur dalam Pasal  1238 KUH Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata.
Dapat  ditemukan  pula  dalam  suatu  klausula  akibat  wanprestasi  yang  perumusannya  berisi  pemberian  hak  dan  kuasa  mutlak  dari lessee kepada lessor seluas-luasnya  dan  tidak  dapat  dicabut  atau  dibatalkan  kembali  dengan  cara  dan  alasan apapun. Mencermati pada rumusan isi klausula baku tersebut, terlihat bahwa  dalam  perjanjian leasing,  berlaku  suatu  klausula  eksonerasi  dalam  hal  terjadi  wanprestasi.
Pasal  18  Ayat  (1),  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1999  Tentang  Perlindungan  Konsumen  mengatur  bahwa  pencantuman  klausula  baku  yang  salah  satunya  berisi  pernyataan  untuk  mengalihkan  tanggung  jawab  atau  menggeser    tanggung  jawab  dari  pelaku  usaha  kepada  konsumen  merupakan  contoh  klausula  baku  yang  dilarang.  Sehingga  jelas  disini,  perjanjian leasing yang  didalamnya  dirumuskan  klausula  eksonerasi  dalam  hal  terjadi  wanprestasi  adalah  melanggar  ketentuan  Pasal  18  Ayat  (1),  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1999  Tentang  Perlindungan Konsumen.
Selanjutnya masih dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1), Undang-Undang No 8  Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, juga menegaskan bahwa pelaku usaha  dilarang  mencantumkan  klausula  baku  yang  memungkinkan  pelaku  usaha  tersebut  melakukan  tindakan  sepihak  atas  barang  yang  dibeli  konsumen  secara  angsuran.
Akibat  hukumnya  jika  debitur  wanprestasi,  kreditur  seharusnya  dilarang  menarik  barang  dari  pembeli  sewa  tanpa  memperoleh  putusan  pengadilan  terlebih  dahulu  (Suharnoko, 2009:80).
Perjanjian  pada  prinsipnya  dibuat  dengan  harapan  dapat  tercapainya  tujuan  dari masing-masing pihak yang terlibat didalamnya. Perlu diingat bahwa tujuan yang  didapat  harus  berlandaskan  kepastian  hukum  dan  sesuai  dengan  ketentuan  hukum  yang  berlaku,  oleh  sebab  itu  uraian substansi  serta  klausula-klausula  yang  dimuat  juga  harus  mencerminkan  keseimbangan  hak  dan  kewajiban  bagi  para  pihak.
Berdasarkan  pemaparan  tersebut,  kemudian  menjadikan  penulis  tertarik  untuk  melakukan  penulisan  hukum  (skripsi)  dengan  judul  :  “TINJAUAN YURIDIS  TENTANG  KLAUSULA  AKIBAT  WANPRESTASI  DALAM  PERJANJIAN  LEASING”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan  pada  uraian  latar  belakang  yang  telah  dipaparkan  diatas,  maka  penulis  merumuskan  beberapa  permasalahan  yang  akan  dikaji  lebih  lanjut  sebagai  berikut :.
1. Apakah bentuk  dan  isi  dari  perjanjian  leasing telah  memberikan  perlindungan hukum bagi lessee?.
  2. Apa  sajakah bentuk-bentuk  wanprestasi  yang  dilakukan  oleh lessee menurut perjanjian leasing, serta akibat hukumnya jika ditinjau dari segi  yuridis?.
3. Apakah aspek  yuridis  dari  klausula  akibat  wanprestasi  berkaitan  dengan  perlindungan hukum bagi lesseedalam perjanjian leasing?.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan  penelitian  bermanfaat  untuk  mengarahkan  penulis  dalam  melaksanakan  penelitian  menuju  sasaran  yang  akan dicapai.  Untuk  itu,  tujuan  penelitian harus jelas. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :.
1. Tujuan Obyektif.
a. Mendiskripsikan bentuk dan isi dari suatu perjanjianleasing.
b. Menjelaskan  apa  sajakah  bentuk-bentuk  wanprestasi  yang  dilakukan  oleh lessee dalam sebuah perjanjianleasing serta akibat hukum atas wanprestasi  tersebut.
c. Menguraikan  aspek  yuridis  dari  suatu  klausula  yang  mengatur  akibat  wanprestasi dalam perjanjianleasing.
2. Tujuan Subyektif.
a. Memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  Sarjana  Hukum  pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Memperluas  wawasan  dan  pengetahuan  penulis  dalam  bidang  ilmu  hukum  perdata, terkait hukum perjanjian pada umumnya dan perjanjian leasingpada  khususnya.
D. Manfaat Penelitian.
Dengan terjawabnya rumusan masalah serta tercapainya tujuan penelitian ini,  diharapkan  mampu  membawa  manfaat  yang  baik  bagi  penulis  sendiri,  pembaca,    maupun  bagi  dunia  akademis  dan  praktis.  Adapun  manfaat  yang  dapat  diperoleh  diantaranya sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Dapat  membawa  kontribusi  dalam  menambah  pengetahuan  serta  mengembangkan  wawasan  ilmu  hukum  pada  umumnya  dan  hukum  perdata  terkait hukum kontrak (perjanjian) pada khususnya.
b. Menambah  literatur kepustakaan  dan  memperkaya  referensi  menyangkut  analisis  tentang  perjanjian  leasing,  terutama  terhadap  klausula  akibat  wanprestasi dalam perjanjian tersebut.
2. Manfaat Praktis.
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang dikaji.
b. Meningkatkan kemampuan analisis, berpikir kritis, dan mengembangkan ilmu  yang telah penulis dapatkan kedalam sebuah penulisan hukum (skripsi).
c. Menjadi sumbangan  pemikiran dan  tambahan  pengetahuan bagi pihak-pihak  yang selanjutnya akan melakukan penelitian yang sejenis.

 Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Tentang Klausula Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Leasing Penulisan Hukum

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi