Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian

BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian
Tanah  merupakan  suatu  kebutuhan  yang  mendasar  bagi  manusia.  Tanah  jika  dilihat  secara  kosmologis  merupakan  tempat  tinggal,  tempat  dari  mana  mereka berasal, dan akan kemana mereka pergi. Dalam hal ini, tanah mempunyai  dimensi ekonomi, sosial, kultural dan politik (Bernhard Limbong, 2011: 1). Tanah  dinilai sebagai suatu harta bersifat tetap yang dicadangkan untuk kehidupan yang  akan  datang.  Dilihat  dari  faktanya,  tanah  merupakan  sarana  tempat  tinggal  bagi  persekutuan hukum dan  seluruh anggotanya sekaligus memberikan penghidupan  kepada pemiliknya (I Gede A.B. Wiranata, 2005: 244).

Berdasarkan  Undang-Undang  Dasar  1945  Pasal  33  ayat  (3)  menyatakan  bahwa  “Bumi  air  dan  kekayaan  yang  terkandung  di  dalamnya  dikuasai  oleh Negara  dan  dipergunakan  untuk  sebesar-besar  kemakmuran  rakyat”.  Sesuai  dengan  amanat  dalm  pasal  tersebut  bahwa  pemanfaatan  dan  penggunaan  tanah  harus dapat memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat  Indonesia.
Ruang  lingkup  agraria,  tanah  merupakan  bagian  dari  bumi,  yang  disebut  permukaan  bumi.  Tanah  yang  dimaksudkan  disini  bukan  mengatur  tanah  dalam  segala aspeknya, melainkan melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu  tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah  sebagai bagian dari bumi  disebutkan dalam Pasal  4 ayat (1) Undang Undang Pokok Agraria  yang  disebut  sebagai  UUPA,  yaitu  “Atas  dasar  hak  menguasai  dari  Negara  sebagai  yang  dimaksud  Pasal  2  ditentukan  adanya  macam-macam  hak  atas  permukaan  bumi,  yang disebut  tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang,  baik  sendiri  maupun  bersama-sama  dengan  orang-orang  lain  serta  badan-badan  hukum.”  Dengan  demikian,  jelaslah  tanah  dalam  pengertian  yuridis  adalah  permukaan  bumi,  sedangkan  hak  atas  tanah  adalah  hak  atas  sebagian  tertentu  permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.
   Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang hak atas  tanah  diberi  wewenang  untuk  menggunakan  tanah  yang  bersangkutan,  demikian  pula  tubuh  bumi  dan  air  serta  ruang  yang  diatasnya  sekadar  diperlukan  untuk  kepentingan  langsung  yang  berhubungan  dengan  penggunaan  tanah  itu  dalam  batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi  (Urip Santoso, 2012:10).
Objek  hukum  tanah  adalah  hak  penguasaan  atas  tanah.  Yang  dimaksud  dengan  hak  penguasaan  tanah  adalah  hak  yang  berisi  serangkaian  wewenang,  kewajiban  dan/atau  larangan  bagi  pemegang  haknya  untuk  berbuat  sesuatu  mengenai  tanah  yang  dihaki.  Sesuatu  yang  boleh,  wajib  atau  dilarang  untuk  diperbuat,  yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau  tolok ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah  yang diatur dalam  hukum tanah ( Urip Santoso, 2012:11).
Dewasa  ini  sering  kali  para  pemegang  hak  penguasaan  tanah  melakukan  alih  fungsi  lahan  terhadap  tanah  yang  dikuasainya.  Sehingga  tanah  yang  seharusnya  untuk  pertanian  dialih  fungsikan  ke  dalam  pendirian  bangunan.
Ancaman rawan pangan di Indonesia terjadi begitu kuatnya. Hal ini terjadi karena  degradasi lahan pertanian yang luar biasa, sementara rehabilitasi lambat. Konversi  lahan  pertanian  ke  non  pertanian  mencapai  158.000  hektar  per  tahun  sementara  pencetakan  lahan  pertanian  tidak  sampai  5.000  hektar  per  tahun.  Kondisi  ini  diperparah dengan adanya kerusakan infrastruktur karena telah dimakan usia baik  dari  irigasi,  jalan-jalan  di  pedesaan  dan  yang  lainnya.  Selain  itu  penuaan  usia  petani Indonesia (Taufiq Yuhry, 2011:1).
Menurut Frank Ramsey dalam jurnal conversion of prime agricultural land  to non agricultural Uses in one area of the sunbelt menyatakan bahwa : “In general, people are aware of the rapid growth of urban areas, the  spread of suburban developments, urban sprawl, strip developments,  and  extensive  highway  systems,  but  they  are  seldom  aware  of  the  extent  to  which  prime  agricultural  land  has  been,  and  is  being,  diverted to these and other nonagricultural uses. By definition, prime  agricultural  land  is  land  of  the  high-est  quality  for  food  and  fiber  production. In this article, the terms prime land, prime farmland, and  prime agricultural land are used interchangeably”    Proses alih fungsi lahan sudah dipandang sebagai pemandangan yang fisik  yang biasa di dalam kehidupan kita sehari-hari. Aktifitas penggunaan lahan adalah  bentuk  fisik  dari  aktifitas  sosial-ekonomi  masyarakat  di  suatu  wilayah.  Dalam  skala nasional, dalam kurun waktu tiga dekade terakhir, setidaknya terdapat dua  trend utama proses alih fungsi lahan yang menonjol, yakni proses penggundulan  hutan dan urbanisasi-suburbanisasi (Ernan Rustiadi, 2001: 1).
Proses  penggundulan  hutan  terutama  sebagai  akibat  dari  aktifitas  loging,  pengembangan areal pertanian dan pemukiman baru (transmigrasi). Penggundulan  hutan  di  luar  Pulau  Jawa  terutama  dilakukan  oleh  konsesi-konsesi  HPH,  perkebunan  serta  program-program  transmigrasi,  dengan  demikian  pihak-pihak  swasta  dan  pemerintah  merupakan  pelaku-pelaku  utama  yang  dominan.  Di  beberapa wilayah di Pulau Jawa dan sebagian wilayah lainnya di luar Pulau Jawa,  tekanan  penduduk  lokal,  proses  perambahan  hutan  merupakan  fenomena  yang  cukup  umum.  Di  lain  pihak,  pada  daerah-daerah  seputar  perkotaan  ekspansi  aktifitas  urban  (suburbanisasi)  merupakan  faktor  utama  terjadinya  alih  fungsi  lahan-lahan  pertanian  ke  aktifitas  urban.  Dengan  demikian  sebagian  besar  kepentingan  proses  alihfungsi  lahan  berlangsung  di  kawasan  perdesaan,  khususnya pada kawasan-kawasan perbatasan kota-desa dan perbatasan kawasan  budidaya-non budidaya (Ernan Rustiadi, 2001: 1).
Permasalahan  proses  alih  fungsi  lahan  dalam  konteks  kepentingannya  merupakan  permasalahan  berskala  global  dan  regional  (antar  negara).  Dalam  konstelasi  nasional,  permasalahan-permasalahan  alih  fungsi  lahan,  terlepas  dari  skala magnitudenya, baik alih fungsi lahan berskala luas maupun kecil seringkali  memiliki permasalahan klasik berupa : 1.  Efisiensi alokasi dan distribusi sumber daya dari sudut pandang ekonomi; 2.  Keterkaitannya  dengan  masalah  pemerataan  dan  keadilan  penguasaa  sumber daya;  3.  Keterkaitannya dengan proses degradasi dan kerusakan sumber  daya alam dan  lingkungan hidup.
Ketiga masalah di  atas  memiliki keterkaitan  yang sangat  erat antara satu  dengan yang lainnya, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat     independen  dan  tidak  dapat  dipecahkan  dengan  pendekatan-pendekatan  yang  parsial  namun  memerlukan  pendekatan-pendekatan  yang  integratif  (Ernan  Rustiadi, 2001: 1).
Dini  Purbani,  2003  (Dikutip  Retno,  2001:  2)  Bahwa  beralihnya  fungsi  lahan pertanian menjadi lahan terbangun saat ini banyak disebabkan oleh tekanan  penduduk  yang  selalu  menuntut  ruang  dalam  aktivitasnya.  Aktivitas  tersebut  antara  lain  berupa  pembangunan  industri  dan  perluasan  urban  yang  berwujud  pembangunan permukiman dan sarana umum. Pemanfaatan lahan yang berlebihan  dengan  tidak  memperhatikan  norma  kelestarian  lahan  akan  menyebabkan  gangguan keseimbangan sumberdaya alam termasuk air.
Dalam  Undang-Undang  Nomor.  41  Tahun  2009  tentang  Perlindungan  Lahan  Pertanian  Pangan  Berkelanjutan  Pasal  44  ayat  (1)  menyebutkan  bahwa  lahan  yang  sudah  ditetapkan  sebagai  lahan  pertanian  pangan  berkelanjutan  dilindungi  dan  dilarang  dialihfungsikan.  Di  sini  Pemerintah  sudah  membuat  regulasi  yang  dimana  tanah  pertanian  dilarang  untuk  dialihfungsikan  menjadi  suatu  bangunan  atau  untuk  kepentingan  yang  lain,  Di  Kabupaten  Sukoharjo  termasuk  daerah  pengembangan  SUBOSUKA  (Surakarta,  Boyolali,  Sukoharjo,  dan Karanganyar). Kabupaten ini telah mendapatkan limpahan pembangunan fisik  secara  cepat.  Hal  ini  sebagai  konsekuensi  wilayah  yang  saling  berdekatan.
Indikasi  dari  limpahan  pembangunan  itu  salah  satunya  dapat  dilihat  dari  perkembangan jumlah penduduk yang pada akhirnya menuntut adanya perubahan  penggunaan lahan. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Sukoharjo rata-rata sebesar  1,3 %. Perubahan penggunaan lahan Kabupaten Sukoharjo umumnya dari tegalan  dan  sawah  mengarah  ke  2  permukiman  sekitar  81  %,  diikuti  tegalan  menjadi  industri  dengan  7,3%,  dan  lainnya  (sarana  transportasi  dan  olah  raga)  1,15%  (Retno, 2002:1).
Dalam Peraturan Daerah Nomor. 14 Tahun 2011 Pasal 50 ayat 11 huruf C  tentang perwujudan rencana pola ruang mengatakan bahwa adanya pengendalian  pertumbuhan  pembangunan  perumahan  baru.  Disini  dimaksudkan  bahwa  agar  supaya pemerintah mengendalikan perumahan baru guna pengendalian alih fungsi     lahan yang sedang marak di Kabupaten Sukoharjo yang sebetulnya lahan terse but  difungsikan untuk tanah pertanian.
Dalam  Musyawarah  Perencanaan  Pembangunan  (Musrenbang)  menjadi  persoalan yang mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo,  Pasalnya  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  (RTRW)  menjadi  isu  strategis  yang  menjadi  prioritas, kesenjangan wilayah di Sukoharjo ini masih cukup tinggi, juga  konflik  di  daerah  industri  sementara  pengendalian  pemanfaatan  ruang  masih  lemah  (http://www.edisicetak.joglosemar.co/berita/kontrol-pemanfaatan-lahan-disukoharjo-lemah-30405.html diakses 6-04-2013. 21.41 WIB) Angka jumlah lahan pertanian yang mengalami alih fungsi sejak tiga tahun  terakhir  mengalami  peningkatan.  Pada  2010  lalu  jumlah  lahan  pertanian  yang  mengalami alih fungsi hanya 1,2 %, maka pada 2013 ini naik menjadi 2 % dari  total  luas  lahan  pertanian  di  Sukoharjo  diperkirakan  sebanyak  27.000  –  28.000  hektar.  Dengan  adanya  kenaikan  jumlah  lahan  pertanian  yang  mengalami  alih  fungsi, maka membuat  Dinas Pertanian (Dispertan) mencari cara. Salah  satunya  dengan  mengandalkan  Peraturan  Daerah  (Perda)  RT/RW  yang  mengatur  mengenai lahan hijau untuk pertanian. Serta cara lain dengan mengubah lahan non  produktif  menjadi  lahan  produktif  untuk  tanaman  pangan.  Di  Kabupaten  Sukoharjo sendiri yang total memiliki luas lahan sebanyak 46.666 hektar sebesar  27.000  –  28.000  hektar  diantaranya  merupakan  lahan  pertanian.  Tapi  dalam  perjalanannya  sebesar  2  %  diantaranya  saat  ini  sudah  beralihfungsi  dari  lahan  pertanian  menjadi  kawasan  industri  pemukiman.  Lokasi  paling  banyak  yang  mengalami  alihfungsi  lahan  pertanian  tersebar  di  lima  kecamatan.  Pertama  di  Kecamatan  Mojolaban,  Kartasura,  Baki,  Polokarto   dan  Sukoharjo  Kota.  Lahan  yang sebelumnya digunakan untuk tanaman padi sekarang sudah berganti menjadi  berbagai  jenis  bangunan  (http://krjogja.com/read/165558/alihfungsi-lahanpertanian-di sukoharjomeningkat.kr diakses 7-4-2013. 21:33 WIB).
Berdasarkan  uraian  di  atas,  penulis  tertarik  untuk  membahas  mengetahui  bagaimana prosedur dalam alih fungsi lahan di Kabupaten Sukoharjo tulisan yang  berjudul  “TINJAUAN  YURIDIS  TERHADAP  ALIH  FUNGSI  LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN SUKOHARJO”.
   B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  dipaparkan  sebelumnya,  agar  permasalahan  yang  diteliti  menjadi  lebih  jelas  dan  penulisan  hukum  mencapai  tujuan yang diinginkan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian  ini:.
1. Bagaimana Prosedur alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten  Sukoharjo?.
2.  Kendala-kendala  apa  yang  terjadi  dalam  alih  fungsi  lahan  pertanian  ke  non  pertanian di Kabupaten Sukoharjo?.
C. Tujuan Penelitian.
Suatu  penelitian  harus  memiliki  tujuan  yang  jelas  sehingga  dapat  memberikan  arah  dan  mendapatkan  hasil  yang  sesuai  dalam  pelaksanaan  penelitian. Dalam penelitian terdapat dua jenis tujuan,  yaitu tujuan obyektif dan  tujuan  subyektif,  tujuan  obyektif  yaitu  tujuan  yang  berasal  dari  penelitian  itu.
Sedangkan tujuan subyektif adalah tujuan yang berasal dari penulis. Tujuan yang  hendak dicapai dari penelitian itu adalah :.
1.  Tujuan Obyektif.
a.  Untuk mengetahui  prosedur  alih fungsi lahan  pertanian ke non pertanian  di  Kabupaten Sukoharjo.
b.  Untuk  mengetahui  kendala-kendala  yang  terjadi  dalam  alih  fungsi  lahan pertanian ke non pertanian di Kabupaten Sukoharjo.
2.  Tujuan Subyektif.
a.  Untuk  memperoleh  data  maupun  informasi  sebagai  bahan  utama  dalam  menyusun karya ilmiah guna memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam  meraih  gelar  sarjana  di  bidang  Ilmu  Hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas Sebelas Maret Surakarta.
   b.  Untuk  menambah,  memperluas,  mengembangkan  pengetahuan  dan pengalaman  penulis  serta  pemahaman  aspek  hukum  di  dalam  teori  dan  pelaksanaan di lapangan hukum.
D. Manfaat Penelitian.
Di  dalam  setiap  penelitian  sangat  diharapkan  adanya  manfaat  dan  kegunaan  yang  dapat  diambil  dari  penelitian  tersebut.  Manfaat  yang  dapat  diharapkan dari penelitian ini adalah:.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis pribadi di bidang ilmu  hukum khususnya Hukum Administrasi Negara (HAN).
b.  Memberikan  masukan  bagi  perkembangan  ilmu  pengetahuan  hukum  khususnya hukum pertanahan dalam hal alih fungsi lahan.
c.  Untuk  mendalami  teori-teori  yang  telah  penulis  peroleh  selama  menjalani  kuliah  strata  satu  di  Fakultas  Hukum  Universitas  Sebelas  Maret  Surakarta  serta memberikan bahan acuan untuk penelitian lainnya yang sejenis.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis penulis  yang  berhubungan  dengan  masalah  alih  fungsi  lahan  pertanian  ke  non  pertanian di kabupaten Sukoharjo.
b.  Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta  tambahan  pengetahuan  bagi  para  pihak  yang  terkait  dengan  masalah  yang  diteliti,  dan  berguna  bagi  para  pihak  yang  berminat  pada  masalah  yang  sama, serta mampu menjawab masalah yang diteliti.

 Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non Pertanian

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi