BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Upaya badan narkotika nasional dalam menghentikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
Penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika
dari tahun ke
tahun menunjukkan
kecenderungan yang semakin
meningkat, bahkan sampai
saat ini penyalahgunaan narkotika
di dunia tidak
pernah kunjung berkurang.
Menurut United Nations Office
on Drugs and
Crime (UNODC), yaitu organisasi
PBB yang menengani masalah narkotika dan kriminalitas memperkirakan
bahwa pada tahun 2011 penduduk dunia telah mencapai tujuh triliun, dan sekitar
230 milyar menggunakan narkotika
secara tidak legal, paling tidak
sekali dalam setahun.
Pada usia antara 15 – 64 tahun
diperkirakan satu diantara 20 orang menggunakan narkotika tidak legal.
Pernyataan UNODC dalam bahasa Inggris dikutip sebagai berikut: “The world
population has reached 7 billion people. Of these, the United Nations Office on
Drugs and Crime
estimates that about
230 million use an
illegal drug at least once a year. This represents about 1 in 20 persons
between the ages of 15 and 64”. ( United Nations Office on Drugs and Crime.
2012 : 59 ).
Masalah narkotika di
Indonesia bukanlah hal
baru, namun telah ada sejak jaman
penjajahan. Hal ini
terbukti dengan adanya
peraturan yang ada pada
saat itu. Pada
jaman Hindia Belanda
telah diterbitkan Verdoovende Middelen
Ordonatie (V.M.O) Stbl. 1927 No.278 Jo. no.536 yang telah diubah dan ditambah yang
dikenal dengan Undang-Undang
Obat Bius. Peraturan
tersebut karena sudah tidak
mengikuti perkembangan permasalahan
narkotika dan teknologi maka
diganti dengan Undang-Undang
nomor 9 tahun
1976 tentang Narkotika (UU No.
9 Tahun 1976: Pertimbangan huruf d).
Undang-Undang nomor 9 tahun 1976 digunakan sebagai pedoman
penanggulangan tindak pidana narkotika selama kurang lebih 21 tahun, dan
dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Undang-Undang
nomor 22 tahun
1997, selanjutnya
UndangUndang Narkotika yang terbaru
dan berlaku di Indonesia sekarang adalah UU No. 35
tahun 2009. Undang-Undang narkotika
yang baru ini
memberlakukan korban
sebagaimana orang sakit
yang harus disembuhkan,
tidak dipand ang sebagai pelaku
pidana, namun sebaliknya bagi pengedar dan petugas yang terlibat peredaran
gelap narkotika harus diberikan hukuman seberat-beratnya.
Penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika di Indonesia tidak pernah surut. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas
Indonesia (UI) yang dilakukan
setiap empat tahun
sekali mengemukakan data bahwa pada tahun 2004 terdapat prevalensi
sebanyak 1,7% kemudian pada tahun 2008 terdapat prevalensi 1,99% dan terakhir
tahun 201sebanyak 2,20%. Prevalensi
penyalahgunaan narkotika dihitung
berdasarkan persentase dari jumlah pengguna dibandingkan dengan jumlah
penduduk rentan yaitu berumur 10 – 59 tahun.
Dari hasil
penelitian 2011 diperkirakan
sebanyak 9,6 sampai 12,9
juta orang atau 5,9% dari populasi
yang berusia 10-59
tahun di Indonesia
pernah mencoba pakai narkoba minimal satu kali sepanjang hidupnya, atau
sekitar 1 dari 17 orang di Indonesia yang berusia 10-59 tahun pernah pakai
narkotika sepanjang hidupnya. Dari sejumlah itu, ada sekitar 3,7 sampai 4,7
juta orang (2,2%) yang masih menggunakan narkoba dalam satu tahun terakhir atau
ada 1 dari 45 orang yang masih pakai
narkoba. (Badan Narkotika
Nasional Bekerjasama dengan Pusat Penelitian KesehatanUniversitas
Indonesia, 2011 : 19).
Penggunaan narkotika
tidak legal tersebut
berdampak pada kerugian sosial ekonomi, sehingga
mengakibatkan terhambatnya program
pembangunan.
Prakiraan kerugian sosial ekonomi
akibat dari kasus-kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika di Indonesia
adalah sebesar Rp.23,6
trilyun pada tahun 2004 meningkat
menjadi Rp.32,4 trilyun pada tahun 2008 dan pada tahun 2011 sebanyak
48,2 trilyun (Badan
Narkotika Nasional Bekerjasama
dengan Pusat Penelitian KesehatanUniversitas Indonesia, UI, 2004,
2008, dan 2011).
Total kerugian pada tahun 2011
meliputi 44,4 trilyun biaya pribadi dan 3,8 triyun biaya sosial. Pada biaya
pribadi sekitar 39% diperuntukkan bagi biaya konsumsi narkoba. Pada biaya
sosial sebagian besar (90%) digunakan untuk biaya kematian dini akibat narkotika. Anggaran sebesar itu
hilang begitu saja, tidak bisa untuk membangun.
Menyikapi semakin
meningkatnya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, maka
Pemerintah Republik Indonesia
bertekat mewujudkan negara Indonesia bebas dari penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika pada tahun 2015 (Drug Free 2015). Untuk
mewujudkan Drug Free 2015 Presiden Republik Indonesia telah
mengeluarkan Instruksi Presiden
No. 12 tahun
2011 tentang Pelaksanaan Kebijakasanaan dan
Strategi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba Tahun
2011 -2015.
Untuk melaksanakan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di Indonesia telah
dibentuk Badan Narkotika Nasional (BNN).
Selanjutnya di setiap
provinsi dibentuk Badan
Narkotika Nasional Provinsi
(BNNP) sebagai perwakilan BNN di setiap provinsi. Pada tahun 201telah dibentuk
Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BNNP DIY).
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
salah satu Propinsi dari 33 Propinsi di wilayah Indonesia, terdiri dari empat
kabupaten dan satu wilayah kota. Secara keseluruhan luas
Daerah Istimewa Yogyakarta
3.185,80 km2, dengan
jumlah penduduk hasil sensus
tahun 2010 diperkirakan
sebanyak 3.452.390 jiwa.
Sebagian besar penduduknya adalah
usia muda terutama pelajar yang berasal dari berbagai wilayah di
Indonesia. Selain itu
Daerah Istimewa Yogyakarta
dikenal juga sebagai daerah wisata yang menarik wisatawan lokal maupun
mancanegara.
Daerah Istimewa
Yogyakarta ditengarai sebagai
daerah yang sangat rawan
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba. Dari hasil penelitian BNN
dengan Lembaga Penelitian
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pada
tahun 2008, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY)
ditem patkan pada urutan 27 dari 33 provinsi di Indonesia untuk kategori
pemasok, yang saat itu terdapat 44 tersangka
dari 2,537,100 jumlah penduduk
yang rentan di DIY.
Berarti setiap 57,661 orang
terdapat satu pemasok / pengedar. Sedangkan untuk kategori
pemakai, DIY ditempatkan
pada urutan ke
dua dengan prevalensi 2.72%, yaitu
terdapat sejumlah 68,980
orang pemakai narkoba
dari 2,537,10jumlah penduduk
yang rentan. Berarti
setiap 36 orang
penduduk terdapat satu pemakai
narkoba (Badan Narkotika
Nasional Bekerjasama dengan
Pusat Penelitian KesehatanUniversitas Indonesia, 2008: 13). Selain dari
pada itu di DIY diproyeksikan penyalahgunaan narkotika dari tahun 2008 hingga
20013 sebagai berikut 688.691 pada tahun 2008, 73.662 pada tahun 2009, 78.508 pada tahun 2010, 83.514 pada tahun
2011, 88.691 pada tahun 2012 dan 94.031
pada tahun 2013 (Badan Narkotika Nasional, 2009: 69) Hasil penelitian tahun
2011 di DIY didapatkan angka prevalensi 2,8 yang diperkirakan jumlah pengguna
narkoba sebanyak antara 45.062 – 94.337 dengan titik tengah 69.699
dari jumlah penduduk rentan
diperkirakan 2.998.25orang.(Badan Narkotika
Nasional Bekerjasama dengan
Pusat Penelitian KesehatanUniversitas
Indonesia, 2011: 25) Keberadaan BNNP DIY
yang relatif masih baru telah dituntut untuk semaksimal mungkin dapat
menekan prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di DIY.
Proyeksi penyalahgunaan narkotika yang diperkirakan pada tahun 2008,
untuk kurun waktu
hingga tahun 201mencapai 83.514 orang
namun setelah diadakan
penelitian diketemukan angka 69.699 orang. Data tersebut
menunjukkan keberhasilan DIY
dalam upaya P4GN, oleh
karena itu penulis
tertarik dan ingin
memahami bagaimana cara BNNP
DIY berupaya menyelesaikan
permasalahan Narkotika dalam mendukung
terwujudnya Indonesia bebas
dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tahun 2015. Oleh karena itu penulis mengajukan
penelitian dengan judul “UPAYA
BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
DALAM PENCEGAHAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN
PEREDARAN GELAP NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 35
TAHUN 200TENTANG NARKOTIKA”.
B. Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian
di atas, dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai
berikut:.
1. Bagaimanakah upaya
pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
di wilayah hukum
Badan Narkotika Nasional Provinsi
Yogyakarta (DIY)?.
2. Apakah hambatan-hambatan dalam
pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika
di wilayah hukum Badan Narkotika Nasional Provinsi
Yogyakarta (DIY)?.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian
untuk memberikan arah
yang tepat dalam
penelitian, sehingga
penelitian dapat berjalan
dengan terarah dan
menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Tujuan dari penelitian ini adalah:.
1 Tujuan obyektif.
a. Untuk mengetahui
upaya Badan Narkotika
Nasional Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika berdasarkan undang undang no.35
tahun 2009.
b. Untuk mengetahui
hambatan Badan Narkotika
Nasional Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dalam pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika
berdasarkan undang undang no.35
tahun 2009 untuk
dicarikan jalan keluarnya.
c. Untuk mengetahui
hal-hal positif yang
dilaksanakan Badan Narkotika Nasional
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika yang memungkinkan
untuk dapat dikembangkan
sebagai model.
2. Tujuan Subyektif.
a. Sebagai sarana
untuk meningkatkan pengetahuan
penulis tentang pelaksanaan UU
No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, agar dapat memberikan masukan secara tepat
dalam penanganan suatu kasus pidana narkotika.
b. Untuk memberikan sumbangan
pemikiran baik kepada pemerintah, praktisi
hukum, dan akademisi,
dan masyarakat pada
umumnya dalam bidang ilmu hukum terkait dengan narkotika.
c. Untuk memenuhi
persyaratan bagi penulis
untuk menyelesaikan perkuliahan dan
sekaligus mendapatkan gelar
sarjana dibidang ilmu hukum
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:.
a. Manfaat Teoritis.
Mengembangkan dan
memperkaya pemikiran di
bidang hukum pidana terutama
yang berhubungan dengan
upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
b. Manfaat Praktis.
1) Bagi BNNP DIY maupun BNNP
lainnya dapat sebagai masukan dalam mengembangkan
upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika.
2) Bagi penulis
sebagai tambahan pengetahuan
dalam bidang hukum pidana
terkait dengan Badan
Narkotika Nasional Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dalam upaya pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
3) Bagi para peneliti dapat
diambil manfaat dari penelitian ini sebagai dasar penelitian lebih lanjut
ataupun sebagai dasar perbandingan.
Skripsi Hukum: Upaya badan narkotika nasional dalam menghentikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi