Rabu, 03 Desember 2014

Skripsi Sastra: Campur Kode Dalam Crita Cekak Jagad Jawa Solopos (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

  BAB I .
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Sastra: Campur Kode Dalam Crita Cekak Jagad Jawa Solopos (Suatu Kajian Sosiolinguistik)
Bahasa  sebagai  sistem  lambang  bunyi  yang  dipergunakan  oleh  para  anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi  diri  (Harimurti  Kridalaksana,  2008:  24).  Bahasa  dipergunakan  oleh  manusia  dalam segala aktivitas kehidupan. Dengan demikian, bahasa merupakan hal yang  paling  hakiki  dalam  kehidupan  manusia.  Bahasa  dapat  menggantikan  peristiwa  atau kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh individu atau kelompok dan bahasa  mempunyai  sistem  yang  sifatnya  mengatur.  Bahasa  merupakan  suatu  lembaga  yang memiliki pola-pola atau aturan yang dipatuhi dan digunakan oleh pembicara  dalam komunitas saling menghormati.

Sebagai  alat  komunikasi  dan  alat  interaksi  yang  hanya  dimiliki  oleh  manusia,  bahasa  dapat  dikaji  secara  internal  maupun  secara  eksternal.  Kajian  secara  internal,  artinya  pengkajian  itu  hanya  dilakukan  terhadap  struktur  intern  bahasa itu saja, seperti struktur fonologinya, struktur morfologinya, atau struktur  sintaksisnya.  Kajian  secara  internal  ini  akan  menghasilkan  perian-perian  bahasa  itu  saja  tanpa  ada  kaitannya  dengan  masalah  lain  di  luar  bahasa.  Sebaliknya,  kajian secara eksternal, berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal atau faktorfaktor  yang  berada  di  luar  bahasa  yang  berkaitan  dengan  pemakaian  bahasa  itu  oleh para penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan (Abdul  Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 1).
  Sosiolinguistik  memandang  bahasa  sebagai  sistem  sosial  dan  sistem  komunikasi  serta  merupakan  bagian  dari  masyarakat  dan  kebudayaan  tertentu,  sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa yaitu bentuk interaksi sosial  yang  terjadi  dalam  situasi  kongkret  Appel  (dalam  Suwito,  1983:  2).  Dengan  demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat  sebagai  sarana  interaksi  atau  komunikasi  di  dalam  masyarakat.  Sosiolinguistik  mempelajari  bahasa  dan  hubungannya  dengan  masyarakat,  dan  sering  menggunakan hasil-hasil kajian masyarakat seperti sosiologi, antropologi, politik,  agama,  ekonomi,  dan  sebagainya  untuk  menerangkan  masalah-masalah  bahasa  dalam suatu masyarakat.
Salah  satu  fenomena  sosiolinguistik  yang  terjadi  di  masyarakat  adalah  tentang campur kode. Campur kode timbul akibat dari penggunaan bahasa dalam  berkomunikasi.  Hal  ini  terjadi  dalam  masyarakat  multilingual  yaitu  masyarakat  yang  menggunakan  dua  bahasa  atau  lebih  dalam  berkomunikasi.  Campur  kode  digunakan bersama tanpa alasan dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Apabila  terjadi  dalam  situasi  formal,  biasanya  terjadi  karena  ketiadaan  ungkapan  yang  harus digunakan dalam bahasa yang sedang dipakai.
Objek  penelitian  ini  adalah  Crita  Cekak  Jagad  Jawa  Solopos.  Solopos  merupakan  salah  satu  perusahaan  surat  kabar  yang  berada  di  Surakarta.  Berdiri  pada tanggal 19 September 1997 dan mempunyai tenaga kerja yang handal.  Crita  Cekak  adalah salah satu bagian dari  Jagad Jawa  Solopos  yang terbit setiap hari  Kamis.  Crita  Cekak  berisi  tentang  suatu  kejadian  yang  telah  dialami  oleh  seseorang. Bahasa yang digunakan dalam kalimat-kalimatnya menggunakan lebih    dari dua bahasa. Berikut ini pemakaian campur kode yang terdapat dalam  Crita  Cekak Jagad Jawa Solopos: Data 1 (CC/JJ/SP/305/07/2013) Sanadyan  mung  anake  pegawe  ngisoran,  nanging  Ningsih,  anake  tansah bisa dadi bintang pelajar ing sekolahan.
„Meskipun  hanya  anaknya  pekerja  bawahan,  namun  Ningsih,  menjadi anak terpandai atau juara kelas di sekolahan.‟ Tuturan  pada  data  (1)  mengalami  peristiwa  campur  kode  ditandai  masuknya  unsur  bahasa  Indonesia  bintang  pelajar  „murid  terpandai‟  ke  dalam  tuturan  bahasa  Jawa.  Fungsi  campur  kode  frasa  tersebut  adalah  penutur  menegaskan  sesuatu  yang  dibicarakan.  Faktor  yang  melatarbelakangi  campur  kode tersebut yaitu adanya keinginan untuk menjelaskan sesuatu agar lebih mudah  dimengerti.
Data 2 (CC/JJ/SP/306/07/2013) Hla wong yen guneman wae luwih kerep liwat HP utawa internet.
„Kalau  berbicara  tentu  lebih  sering  lewat  telpon  genggam  atau  internet. „ Tuturan  pada  data  (2)  terdapat  bentuk  campur  kode  berupa  kata  dari  bahasa  Inggris  ke  dalam  bahasa  Jawa  yaitu  HP  (handphone)  „telpon  genggam‟  dan  kata  internet  „internet‟.  Kata  HP  (handphone)  „telpon  genggam‟  dan  kata  internet „internet‟ bila dipadankan dengan kata yang ada dalam bahasa Jawa tidak  ada padanan yang sesuai. Kecenderungan yang ditimbulkan yaitu campur kode ke  luar  atau  outer  code-mixing.  Fungsi  campur  kode  tersebut  adalah  untuk  lebih    bergengsi  atau  prestise.  Faktor  yang  mempengaruhi  adanya  keinginan  penutur  untuk memperoleh ungkapan yang sesuai dan kesantaian dari penuturnya.
Berdasarkan  contoh  di  atas  menandakan  bahwa  perkembangan  jaman  memaksa  masyarakat  bahasa  untuk  tidak  menguasai  satu  atau  dua  bahasa  saja.
Terutama  pada  masyarakat  Jawa  yang  tidak  hanya  menguasai  bahasa  Jawa  dan  Indonesia saja. Selain itu ada bahasa Inggris, Arab yang  diajarkan sejak usia dini.
Hal  tersebut  yang  menyebabkan  terjadinya  keanekaragaman  bahasa  yang  terjadi  pada masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya hierarkhi kebahasaan yang dimulai  dari “bahasa” sebagai level yang paling atas disusul dengan kode yang terdiri dari  varian-varian dan ragam-ragam, serta gaya dan register sebagai sub-sub kodenya  (Suwito, 1983:68).
Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain: 1.  Campur  Kode  dalam  Rubrik  Gayeng  Kiyi  Jagad  Jawa  Solopos (Suatu  Kajian  Sosiolinguistik),  oleh  Ika  Yuliana  Putri  (2013)  mengkaji  mengenai  bentuk  campur  kode,  fungsi  campur  kode,  dan  faktor  yang  melatarbelakangi  penggunaan  campur  kode  dalam  Rubrik  Gayeng  Kiyi  Jagad  Jawa Solopos.  Bentuk campur kode yang ditemukan yaitu berupa kata, frasa, dan  klausa. Fungsi campur kode dalam penelitian tersebut yaitu (1) lebih prestise atau  untuk  bergengsi,  (2)  lebih  mudah  diucapkan  dan  dimengerti,  (3)  lebih  cepat  digunakan, (4) tidak adanya padanannya, (5) menegaskan suatu maksud tertentu,  (6) memengaruhi proses pembicaraan. Faktor yang melatarbelakangi campur kode  yaitu (1) tidak adanya ungkapan yang tepat atau sesuai dalam bahasa asli penutur,  (2) faktor kebiasaan, (3) faktor peranan atau keadaan sosial kemasyarakatan yang    dimiliki,  (4)  adanya  keinginan  untuk  menjelaskan  sesuatu  agar  lebih  mudah  dimengerti.
2.  Campur  Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa Kalangan  Pemuda di  Kecamatan  Karanganyar  Kabupaten  Karanganyar  (Suatu  Kajian  Sosiolinguistik),  oleh  Dewi  Kartika  Sari  (2012)  mengkaji  mengenai  bentuk  campur  kode,  fungsi  campur  kode  dan  faktor  yang  melatarbelakangi  terjadinya  campur  kode  dalam  tuturan  bahasa  Jawa  kalangan  pemuda  di  Kecamatan  Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Bentuk campur kode yang ditemukan yaitu  berupa kata, frasa, klausa, ungkapan dan baster. Campur kode yang lebih dominan  adalah  campur  kode  yang  berupa  kata.  Fungsi  campur  kode  dalam  penelitian  tersebut yaitu (1) lebih mudah diucapkan, (2) lebih nyaman digunakan dan lebih  mudah  dimengerti,(3)  lebih  mudah  diingat,  (4)  lebih  komunikatif,  (5)  lebih  singkat,  (6)  lebih  prestise,  dan  (7)  lebih  tepat  atau  lebih  pas  untuk  digunakan.
Fungsi  campur  kode  yang  lebih  dominan  yaitu  lebih  komunikatif  karena  untuk  mempermudah  penyampaian  maksud  penutur  kepada  mitra  tutur.  Faktor  yang  melatarbelakangi campur kode ditemukan dengan delapan komponen tutur  yang  disingkat dengan SPEAKING.
3.  Alih Kode dan Campur Kode dalam Cerbung  Dolanan Geni  karya  Suwardi Endraswara (Suatu Kajian Sosiolinguistik),  oleh Etik Yuliati (2010) mengkaji mengenai wujud alih kode, wujud campur  kode, serta fungsi alih kode  dan campur alih kode. Alih kode yang ditemukan ada 10 alih kode. Campur kode  yang ditemukan berjumlah 120. Fungsi  alih kode  yaitu (1) membangkitkan rasa  humor,  (2)  menghormati  mitra  tutur,  (3)  pada  saat  berganti  suasana  atau  dalam    suasana  berbeda  dari  awal  tuturan  berlangsung,  (4)  untuk  bergengsi,  (5)  karena  pengaruh  mitra  tutur.  Fungsi  campur  kode  yaitu  (1)  untuk  menghormati  mitra  tutur  atau  objek  yang  dibicarakan,  (2)  memudahkan  jalannya  komunikasi  antara  penutur dan mitra tutur jika sulit mencari padanan dalam bahasa Jawa, (3) untuk  menunjukkan  keakraban  antara  penutur  dan  mitra  tutur,  (4)  untuk  sekadar  bercanda,  (5)  meluapkan  perasaan  gembira,  (6)  menunjukkan  rasa  syukur,  (7)  mempermudah  penyampaian  maksud  penutur  kepada  mitra  tutur,  (8)  menunjukkan  bahwa  penutur  adalah  kalangan  intelek,  (9)  untuk  memperhalus  tuturan,  (10)  menunjukkan  kemesraan,  (11)  faktor  kebiasaan,  (12)  karena  faktor  spontanitas.     Berdasarkan  penelitian  tersebut,  menunjukkan  bahwa  penelitian  tentang  pemakaian  campur  kode  yang  terdapat  pada  Crita  Cekak  Jagad  Jawa  Solopos belum pernah dilakukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti “Campur  Kode dalam Crita Cekak Jagad Jawa  Solopos” (Sebuah Kajian Sosiolinguistik).
Adapun  alasan  peneliti  untuk  melakukan  penelitian  ini  yaitu:  (1)  Crita  Cekak  Jagad  Jawa  Solopos  merupakan  media  bahasa  tulis  yang  menggunakan  bahasa  Jawa,  berisi  tentang  kisah  kehidupan  sehari-hari  atau  kisah  nyata  yang  dialami  masyarakat sosial, masyarakat Surakarta dan sekitarnya, sehingga ada perbedaan  dialek yang digunakan dengan crita cekak  yang lainnya, (2) campur kode dalam  Crita  Cekak  Jagad  Jawa  Solopos  banyak  ditemukan,  sehingga  sangat  produktif  dan menarik untuk  digunakan sebagai  objek kajian dalam penelitian, (3) kata  no merupakan  ciri  yang menjadi kekhasan dalam cerita itu dapat dicontohkan pada  kalimat  lha witikna yen  ora ngono ketuwane  ya  langsung nonjok aku  no  „kalau    tidak begitu ketuanya langsung memukul sa ya‟. Ada juga kata  nek  dalam kalimat  mengko  nek  krungu  dirasani  gek-gek  mutung  „apabila  nanti  dengar  dibicarakan  tahu-tahu  putus  asa‟.  Kata  yang  lain  seperti:  rak,  gek,  thok,  dan  kata  lho  juga  banyak  ditemukan.  (4)  Selain  itu  bahasa  Jawa  yang  digunakan  sederhana  dan  mudah dimengerti, sehingga akan menarik para pembaca.
Campur  kode  dalam  Crita  Cekak  Jagad  Jawa  Solopos  menunjukkan  campur  kode  yang  beragam.  Data  mengenai  campur  kode  menunjukkan  keberagaman,  mulai  dari  bentuk  kata,  frasa,  dan  klausa.  Sehingga  mendorong  peneliti  untuk  menkaji  lebih  lanjut  mengenai  campur  kode  dalam  Crita  Cekak  Jagad Jawa Solopos.

 Skripsi Sastra: Campur Kode Dalam Crita Cekak Jagad Jawa Solopos (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi