BAB I.
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Sastra: Dinamika Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual
Pembangunan Nasional bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan
spiritual berdasarkan Pancasila
dan UndangUndang Dasar
1945 dalam wadah
Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka,
berdaulat, bersatu, dan
berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan bangsa yang
aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat,
tertib, dan damai.
Pembangunan Nasional
sebagai pengamalan Pancasila
yang mencakup seluruh
aspek kehidupan bangsa
diselenggarakan bersama, oleh
masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat adalah pelaku
utama pembangunan dan
pemerintah berkewajiban mengarahkan,
membimbing, melindungi serta
menumbuhkan suasana yang
menunjang. Kegiatan masyarakat
dan kegiatan pemerintah
saling menunjang, saling
mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Pembangunan tidak
hanya untuk suatu
golongan atau sebagian
dari masyarakat, melainkan
harus dirasakan oleh
seluruh rakyat Indonesia.
Proses pembangunan membutuhkan
adanya partisipasi dari
seluruh lapisan masyarakat.
Partisipasi tersebut tidak hanya
dari orang-orang yang mempunyai kesempurnaan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Cacat. fisik
saja, namun orang yang memiliki kekurangan dalam hal fisik dan mental pun harus diberikan suatu kesempatan yang sama dalam pembangunan. Keterbatasan kemampuan
yang dimiliki para
penyandang disabilitas tidak
menghalangi usaha untuk
tetap menggali potensi
yang dimiliki jika dilakukan suatu
usaha dengan penanganan khusus
sesuai dengan jenis
kecacatannya. Pembangunan bidang kesejahteraan
sosial termasuk upaya
peningkatan kesejahteraan sosial
bagi penyandang disabilitas
intelektual merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Penyandang disabilitas intelektual dapat diberdayakan
secara optimal sehingga dapat
menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas,
dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan.
Pada dasarnya
penyandang disabilitas intelektual itu sama saja
dengan munusia normal pada
umumnya. Penyandang disabilitas intelektual memerlukan kebutuhan
hidup yang sama
dengan manusia normal
lainnya, seperti makan, minum,
pakaian, tempat berteduh, pendidikan, kesehatan, jaminan keamanan, serta ketenteraman dalam
menghadapi hari tuanya
untuk diri sendiri
maupun untuk keluarganya.
Tegasnya, penyandang disabilitas
intelektual juga membutuhkan kebahagiaan lahir batin yang layak
sebagai manusia.
Ketetapan dalam
Undang-Undang No 4 Tahun
1997 menegaskan bahwa penyandang cacat
merupakan bagian masyarakat
Indonesia yang juga memiliki kedudukan,
hak, kewajiban, dan
peran yang sama,
oleh karena itu
dalam Direktorat Jenderal Rehabilitasi
Sosial, 2012, Pedoman Rehabilitasi Sosial Penyandang
Disabilitas Intelektual, Jakarta:
Kementerian Sosial Republik Indonesia, hlm. 1.
Soekidjo Notoatmodjo,
2003, Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, hlm. 8. pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah perlu dicegah adanya diskriminasi yang merugikan
para penyandang disabilitas
intelektual untuk memperoleh
dan memiliki pekerjaan
yang produktif yang
memberikan imbalan yang
layak.
Undang-undang ini sangat berarti bagi penyandang disabilitas
intelektual karena memberi landasan
yang kuat bahwa
penyandang disabilitas intelektual mempunyai hak
yang sama dengan
orang yang normal
dalam hal perolehan pendidikan
dan pengajaran. Berangkat
dari undang-undang di
atas, berarti pemerintah berkewajiban menyediakan pendidikan
khusus bagi penyandang disabilitas intelektual. Pendidikan khusus bagi penyandang disabilitas intelektual dikenal
dengan Pendidikan Luar
Biasa (PLB), melalui
PLB diharapkan penyandang
disabilitas intelektual mendapatkan
pendidikan yang layak
untuk mengembangkan potensi
yang ada. Rencana pelajaran
dan sistem mendidik dan mengajar
di Sekolah PLB
lebih disesuaikan pada
sifat-sifat dan kebutuhankebutuhan khusus
yang terdapat pada
anak-anak yang berkekurangan
yang termasuk didalamnya
penyandang disabilitas intelektual.
Usaha Pemerintah
dalam memberikan perhatian terhadap
penyandang disabilitas
intelektual selain mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah dengan mendirikan panti
rehabilitasi sosial. Rehabilitasi
sosial bagi penyandang disabilitas
intelektual sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 11
tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial diberikan dalam
bentuk perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan pembinaan
kewirausahaan, bimbingan mental
spiritual, Soeroto, 1992, Strategi Pembangunan dan
Perencanaan Kesempatan Kerja, Yogyakarta: UGM Press, hlm. 98.
Tobing, Ch.l,
1965, Pendidikan dan
Perawatan Anak-Anak yang Berkelainan,
Bandung: Ganaco N.V, hlm. 10. bimbingan
fisik, bimbingan sosial
dan konseling psikososial,
pelayanan aksesibilitas, bantuan
dan asistensi sosial,
bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut dan rujukan.
Rehabilitasi sosial
terhadap penyandang disabilitas
intelektual dimaksudkan
sebagai suatu usaha bimbingan, didikan,
dan latihan agar
para penyandang disabilitas
intelektual dapat mengatasi
kecacatannya, perkembangannya, kemampuannya
sedemikian rupa agar
dikemudian hari dapat menjadi manusia
yang mandiri dan
tidak bergantung pada
orang lain. Perhatian yang diberikan kepada penyandang disabilitas
intelektual sub normal ditekankan pada
masalah medik, edukatif, dan masalah sosial.
Di Indonesia
sudah banyak lembaga
sosial yang bergerak
di bidang kesejahteraan
sosial, khususnya yang
menangani penyandang disabilitas intelektual.
Salah satunya adalah
Balai Besar Rehabilitasi
Sosial Bina Grahita (BBRSBG) Kartini yang
terletak di Kabupaten
Temanggung. BBRSBG Kartini Temanggung ini
merupakan panti rehabilitasi penyandang disabilitas
intelektual tertua dan terbesar
di Indonesia, karena
perintisannya dimulai sejak
masa pemerintahan Belanda
oleh keluarga Graafstal
pada tanggal 15 September
1904 dengan nama Zwakzinnigenzorg
Temanggoeng.
Pada tahun
1942, ketika Pemerintahan
Jepang menggantikan kekuasaan Pemerintah
Kolonial Belanda di
Indonesia, pengelolaan Zwakzinnigenzorg Temanggoeng diambil
alih oleh Pemerintahan
Jepang dibawah Kedoe Shuu Tim
Penyusun BBRSBG Kartini Temanggung, 2010, Kebutuhan Keluarga Terhadap
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tunagrahita di Provinsi Jawa Tengah:
Studi di Eks Karesidenan Kedu dan Semarang, Temanggung: BBRSBG Kartini, hlm. 4. Naiseibu Roomuka Magelang dengan
nama Setelah proklamasi kemerdekaan RI pada tahun 1945, usaha
kesejahteraan sosial penyandang tuna
grahita diteruskan oleh Pemerintahan RI di bawah Kantor Sosial Karesidenan statusnya di bawah
Balai Penelitian dan
Peninjauan Sosial (BPPS)
Yogyakarta.
Pengalihan tersebut
berdasarkan pada SK
Menteri Sosial RI
No. Sek. 10-24-nti Guna Wisma Darma a ini
program pelayanan sosial
mulai dikembangkan dengan tujuan
agar penyandang disabilitas intelektual
dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna setelah selesai
mengikuti program rehabilitasi sosial.
dengan status
sebagai Unit Pelaksana
Teknis dari Badan
Penelitian dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI.
Pada tanggal 7 Maret 1983
dialihkan menjadi Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI dengan nama anggal
1 April 1994 Berdasarkan
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor: 56/HUK/2003 tentang Organisasi
dan Tata Kerja
Balai Besar Rehabilitasi
Sosial Bina Grahita (BBRSBG)
Kartini Temanggung, dan semakin berkembang pesat hingga saat ini dengan
cakupan kerja seluruh Indonesia.
Meskipun sempat beberapa kali
mengalami perubahan nama, Balai Besar Rehabilitasi Sosial
Bina Grahita Kartini
Temanggung ini dapat
membuktikan eksistensinya sebagai
pelopor dalam usaha
membina kemandirian penyandang disabilitas
intelektual dengan memberikan bimbingan
fisik, mental, sosial, serta keterampilan.
Diharapkan setelah selesai
masa bimbingan para penyandang disabilitas
intelektual dapat menjadi
pribadi yang mandiri
dan berguna di masyarakat.
Pelayanan yang dilakukan
oleh BBRSBG Kartini
Temanggung merupakan embryo bagi
tumbuh berkembangnya usaha-usaha
rehabilitasi bagi penyandang
disabilitas intelektual di
Indonesia. Sampai saat ini,
Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita Kartini
Temanggung dapat membuktikan kepada masyarakat luas,
bahwa para penyandang
disabilitas intelektual yang
telah menghabiskan masa
bimbingannya dapat mencapai kemandiriannya.
Tim Penyusun
BBRSBG Kartini Temanggung,
2012, Profil BBRSBG Kartini Temanggung, Temanggung: BBRSBG
Kartini, hlm. 1-2.
Skripsi Sastra: Dinamika Pelayanan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi