BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Sumber dan
pedoman bagi umat Islam adalah Al -
Qur’an dan As- Sunnah yang mengandung
ajaran - ajaran tentang aqidah dan ajaran syari’at, kemudian syari’at itu di
bagi menjadi dua : ibadah dan mu’a>
mala>h Mu’a> mala> h secara
umum dapat difahami sebagai aturan - aturan ( Hukum ) Allah SWT yang ditujukan untuk
mengatur kehidupan manusi a dalam urusan
keduniaan dan sos ial masyarakat.
Dengan demikian, apapun aktivitas manusia di dunia ini
senantiasa dalam rangka mengabdika n diri kepada Allah SWT, sebagaimana
firmanNya dalam surat Q.S. Az|- Z|a>riyyat: Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.”(Q.S. A z|- Z| a>riyyat: 56)
Telah menjadi sunatullah bahwa manusia hidup bermasyarakat, tolong
menolong antara satu dengan yang lainnya
. Sebagai makhluk sosial manusia menerima
dan memberikan andilnya pada orang lain,
selain bermuamalah atau Mahmud Syaltut,
Islam sebagai Aqidah dan Syari’at, h.
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 862 bekerja
sama dengan orang lain dalam rangka
memenuhi hajat hidup dan mencapai kemajuan dalam hidup.
Hal ini tidak bisa dipungkiri, bahwa manusia menyesuaikan diri
dengan peraturan atau hukumAllah
SWT (al - Qur’an dan Sunnah)dan bagi siapa yang telah menentang hukum Allah tersebut dengan mengasingkan diri dari hidup bermasyarakat,
maka ia akan sangat menderita dalam hidupnya.
Untuk mencapai tujuan dan
kemajuan hidup manusia, diperlukan adanya kerja sama antara sesama manusia seperti yang
di jelaskan dalam Al - Qur’an surat Al -
Ma> idah ayat: 2 Artinya:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran….”(Q.S. al
- Ma> idah: 2) Bermuamalah dengan
jalan saling tolong menolong, ini akan lebih memudahkan manusia dalam mencapai
kemajuan dalam hidupnya, karena manusia tidak mungkin dapat memenuhi hajat
hidupnya seorang diri tanpa bantuan dari ora ng lain.
Dalam memenuhi hajat hidu pnya
manusia dilarang merugika n pihak lain dengan
cara yang tidak wajar dan diseru kan
agar tetap memelihara tali persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah), dalam aturan hukum
Islam manusia telah dilarang memakan harta sesama atau memakan harta
yang diperoleh dengan ja lan batil
(tidak sah ) seperti halnya telah dijelaskan dalam Firman Allah SWT .
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h, 157 Dalam
surat QS. An- Nisa>’ Ayat 29 Artinya:
“Hai orang -orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu.
Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Q.S. An- Nisa>’:
29).
Salah satu usaha untuk mencapai hajat hidup
dengan meningkatkan taraf hidup adalah
dengan cara melakukan transaksi jual beli, pada pri nsipnya jual beli (perdagangan ) adalah halal selama tidak
melanggar aturan - aturan syari’at Islam
, bahkan u saha perdagangan itu dianggap
mulia apabila dilakukan dengan jujur dan tidak ada unsur tipu menipu antara satu dengan
yang lai nnya dan benar - benar harus
berdasarkan prinsip syari’at Islam.
Jual beli merupakan tindakan atau
transaksi yang telah di syari’atkandalam arti telah terdapat hukumnya yang
jelas dalam Islam, yang berkenaan dengan hukum taklifi. Hukumnya adalah boleh
atau kebolehanya dapat ditemukan dala m
Al - Qur’an dan sunnah Nabi SAW.
sebagaima na di jelaskan dalam Al - Qur’an Surat Al - Baqarah ayat 275 Depag
RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h, Amir
Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqih Islam.
h.139 Artinya: “Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”(Q.S. Al - Baqarah: 275) Dan terdapat juga pada hadis di bawah iniArtinya: “Dari
rifa’ah bin rafi’ bahwa Rasulullah SAW. Pernah ditanya orang.
Apakah usahayang paling baik? Rasulul
lah menjawab “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan tiap-tiap jual beli yang jujur”. (H.R
Bazzar dan Hakim) Dalam h}adi|s Nabi
tersebut dimasukan jual beli tersebut kedalam usaha yang lebih baik dengan catatan mabru>r secara umum diartikan atas dasar
suka sama suka dan bebas dari penipuan
serta penghianatan, ini merupakan prinsip pokok suatu transaksi.
Dalam melakukan transaksi
jual beli, hal yang penting
diperhatikan ialah mencari baran
g yang halal dan dengan jala n yang halal pula. Artinya, carilah barang yang halal untuk diperjual belikan kepada orang lain atau diperdagangkan Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h.
Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambali, jus 4, h.
Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqih
Islam. h. 194 dengan
cara yang sejujur - jujurnya, bersih
dari segala sifat yang dapat merusak jual
beli seperti halnya penipuan, pencurian,
perampasan , rib a, dan lain - lain.
Seluruh aspek jual beli ata u perdagangan
terdapat aturan nya, dengan demikian tatkala pedagang atau penjual melakukan
aktivitas perdagangan atau jual belinya, maka wajib mematuhi seluruh aturan
hukum .
Dalam kaitannya dengan jual beli
pan jar yang dewasa ini lebih dikenal dengan
istilah uang muka sedikit hal ini sudah sering dilakukan tanpa memandang suatu
aturan hukumtentang boleh atau tidak
dengan melakukan aktivitas jual beli seperti ini, akan tetapi dewasa ini jual
beli panjar sudah me njadi suatu
kebiasaan di kalanga n masyarakat.
Masyarakat sudah terbiasa
melakukan aktivitas jual beli dengan si stem panjar dengan memberikan uang yang jumlahnya
lebih sedikit kepada penjual dan mengambil
barang dari penjual kemudia n sisa pembayarannya dilakukan kemudian hari. Dan
jual beli seperti ini oleh masyarakat tidak permasalahkan tentang
akibat hukumnya, dari sini lah
Islam melihat bahwa konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia
semakin dewasa dalam pola pikir dan
melakukan berbagai aktivitas ekonomi, pasar sebagai aktivitas jual beli dan bahkan
pusat perdagangan harus dijadikan
sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi
manusia sebagai khalifah di muka bumi .
Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin, Fiqih Mazhab
Syafi’i,h.
www. Asofwa or id Maka
sebenarnya jual beli dalam Islam
merupakan wadah untuk memproduksi khalifah - khalifah yang tangguh di muka
bumi,Abdurrahman bin Auf adalah salah
satu contoh sahabat Nabi yang lahir sebagai seorang Mukmin yang tangguh berkat hasil pendidikan di pasar,
beliau menjadi salah satu orang kaya
yang amanah dan juga memiliki kepribadian yang ihsan.
Namundalam praktek jual beli ini,
terdapat suatu kejanggalan tentang jual beli
sistem panjar dan
ada beberapa pendapat di kalanga n ulama’ (Malik, Syafi’i, Hanafi), yang mengatakan jual beli seperti ini adalah
dilarang (tidak sah ) dan jual beli seperti ini masuk dalam kategori penipuan
dan juga memakan harta orang lain dengan
cara bat } il dan ada pula yang mengatakan jual beli seperti ini boleh, seperti yang dikatakan Imam Ahmad bin Hambal i namun dalam hal ini Maz| habSya> fi’i > termasuk salah satu ulama yang tidak
membolehkan jual beli sistem panjar dan
pendapat seperti ini dikatakan juga oleh Ima> m Sya> fi’i >.
Seperti yang telah diketahui
bahwa jual beli dengan si stem panjar masih terjadi perselisihan dikalangan ulama’
terutama dalam Maz{{{{|hab
Sya> fi’ i>, jual beli seperti ini yang prakteknya sering terjadi
di masyarakat dan tidak lagi dipermasalahkan
dengan memberikan panjar (DP ) kepada seorang penjual dengan ketentuan
mengambil barang dan jika seorang pembeli tidak jadi membelinyamaka uang panjar
yang diberikan kepada penjual sebagai uang panjar tersebut
itu menjadi milik penjual dan apabila seorang pembeli jadi untuk Ibid membeli barang tersebut maka uang panjar
tersebut masuk dalam harga barang yang
hendak dibelinya Sedangkan yang menjadi permasalahan di sini adalah apakah jual
beli seperti ini diperbolehkan atau
tidak dalam Islam artinya bahwa dalam
praktek jual beli si stem panjar
ini sebagian Fuqaha’melarangnya dan jual beli seperti ini tidak sah sedangkan
dalam praktek jual beliseperti
ini sudah biasa oleh masyarakat dilakukan
dan itu boleh (artinya tidak dipermasalahkan lagi) .
Maka, dari
situlah penulis ingin mencoba mengkaji dan menganalisis pandangan Maz | hab Sya> fi’i > tentang jual beli si stem panjar yang terkaitdengan jual
beli sistem panjar yang dilakukan oleh
masyarakat karena dalam pandangan
Maz| habSya> fi’i > jual beli seperti ini tidak boleh. Bertitik
pijak dari pemaparan diatas, maka penulis berasumsi bahwa dalam hal ini ada dua bentuk pendekatan, yaitu pendekatan
mel alui analisa tekstual dan pendekatan sosio - historis yang artinya
mengandung modernitas pemikiran. Gerakan dalam aliran dalam usaha untuk merubah
paham, adapt istiadat dan institusi lama disesuaikan dengan suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pe
ngetahuan dan teknologi modern. Dari sini penulis ingin menkaji pembahasan
dengan tema “ JUAL BELI SISTEM PANJAR DALAM PERSEPEKTIF MAZ | HAB SYA> FI’I >” B.
Rumusan Masalah Ibnu Rusyd.
Bidayatul Mujtahidjilid II h : 779 Dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, Maka
dapat dirumuskan masala h - masalah yang dibahas, yaitu 1.
Bagaimana jual beli sistem panjarDalam Persepektif Maz | hab Sya>
fi’i >? 2. Bagaimana
analisis terhadap jual beli si
stem panjar dalam persepektif Maz| hab Sya> fi’i > ? C.
Tujuan Penelitian Sejalan dengan
rumusan masalah tersebut, maka tujuan
yang dikehendaki dari penelitian ini adalah 1.
Untuk mengetahui lebih lanjut
jual beli sistem panjar dalam Persepektif maz | hab Sya> fi’i > 2.
Untuk menganalisis pandangan maz| hab Sya> fi’i >tentang jual beli
sistem panjar D. Kajian Pustaka Dari hasil
penelitian yang telah penulis lakukan sampai saat ini, penulis belum pernah menjumpai atau menemukan
penelitian atau tulisan yang membahas
masalah jual beli si stem panjar menurut pendapat Maz | habSya> fi’i >, adapun permasalahan tentang jual beli panjar, baru kali ini
penulis mengkajinya dengan melihat
praktek jual beli seperti ini tidak lagi asing bagi masyarakat, dan penulis hanya menjumpai dari beberapa tulisan
- tulisan yang membahas masalah masalah jual beli yang tidak ada kaitannya
dengan jual beli dengansistem panjar. Adapun mayoritas jumhur ulama memasukkan kajian jual beli sistem panjar
ini dalam pembahasan jual beli
yang dilarang atau disyaratkan karena dalam praktek jual beli seperti ini
terdapat dua syarat yang fasad demikian juga pendapat
Maz| hab Sya> fi’i > yang mengatakan demikian seperti halnya
pendapat Ima> m Malik, Ima > m
Hanafidan Ima> m Sya> fi’i >.
Download lengkap Versi PDF
:-):-)
BalasHapusBagus"
Semoga bermanfaat untuk saya khususnya & bermnfaat untuk umumnya :-)amin
HapusSemoga bermanfaat untuk saya khususnya & bermnfaat untuk umumnya :-)amin
Hapus:-):-)
BalasHapusBagus"